Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
ICW Minta Jokowi Tagih Piutang Negara
news.liputan6.com, 20 November 2014
 Kamis, 20 November 2014 pukul 09:47:42   |   1394 kali

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi guna mengalokasikan anggaran untuk sejumlah program yang bersifat produktif. Namun menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), selain menaikkan harga BBM, Jokowi juga harus menuntaskan penyelesaian piutang negara yang dananya bisa dijadikan sumber dana pembangunan.

"Pemerintah Jokowi-JK harus bisa merealisasikan penyelesaian piutang negara 2013 yang menjadi PR pemerintahan SBY yang belum tuntas di mana sudah mencapai Rp 259,8 triliun. Tanpa kesungguhan dan keberanian, maka piutang negara ini akan berpotensi untuk hilang dan tidak tertagih," ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas di Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2013, jumlah piutang negara mengalami kenaikan dari Rp 225,5 triliun tahun 2012 menjadi Rp 259,8 triliun pada tahun 2013.

Jumlah piutang Rp 259,8 piutang negara tersebut terdiri dari piutang pajak Rp 103,2 triliun, piutang bukan pajak Rp 147,7 triliun. Untuk itu, Firdaus meminta Jokowi-JK harus segera mendesak pihak berwenang untuk menagih utang.

"Jokowi-JK harus mampu menunjuk 'debt collector' seperti Jaksa Agungnya harus berani, Dirjen Pajak serta bea cukainya pun harus mampu menagih, selain itu Kapolrinya pun harus bersih. Maka bisa menagih piutang tersebut," jelasnya.

Menurut Firdaus, Presiden Jokowi tidak perlu menghabiskan waktu 5 tahun untuk menarik piutang yang nilainya lebih besar daipada beban subsidi BBM itu. "Cukup sampai dua atau tiga tahun saja, itu tadi, tergantung bagaimana keberanian para petugas 'debt collectornya' Jokowi itu bekerja," tandas Firdaus. (Riz/Nan)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini