Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Menkeu pastikan beri lampu hijau rehab Bandara Ahmad Yani
merdeka.com, 11 Mei 2014
 Senin, 12 Mei 2014 pukul 10:35:13   |   800 kali

Merdeka.com - Kementerian Keuangan mengklaim telah menyelesaikan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang dibutuhkan untuk revitalisasi Bandar Udara Ahmad Yani, Semarang.

Proyek ini tertunda lama, lantaran ada sengketa antara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan pihak pengelola yakni PT Angkasa Pura I menyoal Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) sebagai basis perhitungan biaya sewa lahan.

Menteri Keuangan Chatib Basri menjelaskan, revisi itu secara prinsipil sudah final dan sekarang menunggu harmonisasi sebelum diterapkan penuh. "PMK-nya sudah. Masih di Kementerian Hukum dan HAM kayaknya, ujarnya di Jakarta akhir pekan ini.

Ini menanggapi pernyataan pihak AP I, bahwa DJKN Kemenkeu belum juga memberikan kejelasan, kapan ada dasar hukum anyar soal biaya sewa lahan yang rencananya akan menjadi bagian dari perluasan bandara. Padahal Hutama Karya selaku pelaksana tender sudah siap mengerjakan tahap satu pembangunan.

Adapun, revisi itu tidak berkaitan dengan nominal sewa. Chatib beralasan, PMK sepatutnya hanya mengatur hal-hal secara umum, bukan teknis. Makanya ini kan disesuaikan dengan perubahan Peraturan Pemerintah No.6/2006 tentang pengelolaan barang milik negara, PMK-nya mengikuti.

Jadi tidak pas kalau disebut jadi PMK untuk Ahmad Yani saja, kata menkeu. Kisruh ini mulanya dipicu sikap DJKN yang menilai biaya investasi pengembangan Ahmad Yani sebesar Rp 1,1 triliun terlalu mahal.

Alasannya, Kementerian Perhubungan telah mengucurkan Rp 200 miliar untuk revitalisasi perdana pada 2013. Oleh karena itu Bendahara Negara hanya bersedia menerima perhitungan nilai investasi Rp 975 miliar.

Kementerian Keuangan pun berkukuh menaikkan harga sewa lahan seluas 8.500 meter berdasarkan NJOP lama. Lahan yang jadi sengketa itu milik TNI AD, dan AP I menyewanya.

Dasar hukum penyewaan lahan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2006 TNI AD tentang pemanfaatan aset milik negara. Kemenkeu memberikan restu melalui Dirjen Kekayaan Negara dengan harga sewa Rp 438.000 per meter dari semula Rp 90.000 per meter.

Bendahara negara melihat proposal sewa yang diajukan AP I lewat Kementerian Pertahanan tidak sesuai perhitungan riil. Indikatornya, asumsi pertumbuhan jumlah penumpang yang didasarkan data 2008. DJKN melihat ada indikasi tawaran biaya sewa yang diajukan BUMN pengelola bandara itu sengaja direndahkan.

"Kita cek lima tahun terakhir saja pertumbuhan penumpang 15-18 persen, jadi seharusnya lebih tinggi (proposal AP I). Asumsinya itu beberapa tidak masuk akal, jadi kita justru bertanya-tanya AP I itu profesional enggak sih?" kata Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto beberapa waktu lalu.

Sekretaris Perusahaan AP I Farid Indra Nugraha sontak tidak terima. "Yang lebih tahu DJKN atau AP I yang setiap hari bergelut dengan traffic? Tren dan kapasitas bandara jadi pertimbangan dong". Setelah AP I mengajak tim Kemenkeu mengunjungi calon lokasi perluasan Ahmad Yani, baru terlihat bahwa tanah yang dipakai memang berupa rawa.

Sehingga wajar bila BUMN pengelola bandara itu mengajukan proposal dana pengembangan lebih besar dan menolak perhitungan NJOP bendahara negara.

"Itu miss communication saja, sebab yang kami sampaikan sudah benar dan tim kemenkeu sudah lihat lokasi sebenarnya, kan pada waktu itu tanahnya rawa dan kita sampaikan. Mereka sudah cek dan sudah melakukan koreksi," kata Direktur Utama AP I Tommy Soetomo yang mengklaim perdebatan dengan DJKN resmi berakhir.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai memerintahkan AP I dan Kementerian Pertahanan buat menuntaskan permasalahan lahan pembangunan Bandara Ahmad Yani, dalam dua pekan, saat rapat kabinet 2 April lalu. AP I berharap proyek ini dapat rampung selepas 24 bulan dari groundbreaking.

Melalui rehab ini, kapasitas penumpang Ahmad Yani yang baru 3 juta orang per tahun, bisa meningkat hingga 10 juta penumpang.
[ard]

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini