Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Rp 2,5 Triliun Tak Dilunasi, Kejagung Siap Eksekusi Aset AAG
liputan6.com, 11 Januari 2014
 Senin, 13 Januari 2014 pukul 11:55:16   |   679 kali

Liputan6.com, Jakarta : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) AK Basyuni Masyarif bersikukuh akan mengeksekusi aset milik 14 perusahaan dibawah Asian Agri Group (AAG) senilai Rp 2,5 triliun, apabila tidak melunasi denda dari batas waktu yang ditentukan pada awal Februari 2014 mendatang. Meski tanah yang menjadi lahan Perkebunan Kelapa Sawit itu masih berstatus Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi enggak ada masalah, HGU enggak ada masalah. Kalaupun harus kita sita nanti ada hitungannya nanti sesuai dengan jumlah yang ditetapkan Mahkamah Agung," tegas Basyuni di Kejagung, Jakarta, Jumat 10 Januari 2014.
Dijelaskan dia, HGU yang merupkan tanah negara yang dipinjamkan ke perusahaan AAG itu dihitung selama 20 tahun, maka pihaknya akan menghitung kembali aset lahan yang diperkirakan senilai sekitar Rp 5,3 triliun itu.
"Tanah HGU, HGU itu kan tanah negara yang diberikan selama 20 tahun. Jadi ada perhitungannya dalam hal aset negara. Kan ketentuan ada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan. Kalau HGU itu kepada perusahaan, minimal 25 hektar. Eggak ada masalah itu. Nanti ada perhitungannya," terang dia.
Basyuni mengatakan perhitungan, lahan itu akan dilakukan oleh lembaga appraisal untuk menghitung Harga Wajar dan Nilai Aset untuk menentukan jumlah kerugian negara.
"Dari appraisal yang menghitung, untuk menentukan jumlah kerugian negara yang sampai ditetapkan MA," jelasnya.

Saat disinggung masalah aset-aset 14 perusahaan milik AAG ke Credit Suisse Bank, Basyuni menegaskan pihak Credit Suisse Bank mendukung langkah yang dilakukan Kejaksaan Agung.
"Mereka mendukung. Untuk eksekusi ini, karena dia (AAG) dikenakan pidana itu proses legal hukum. Kalau tidak mendukung ada permasalahan dengan kita nanti berhadapan, yang jelas kita sebagai eksekutor akan kejar ke mana pun asetnya," urainya.
Sementara penyerahan pengelolaan aset AAG ke BUMN apabila kejaksaan telah melakukan penyitaan, lantaran BUMN sebagai ahlinya dan mitra Kejaksaan Agung selaku penyelengara negara. Hal itu, guna menjaga kelangsungan perkebunan dan pabrik serta menjaga ribuan karyawan, manajemen, dan kebun.
"Sehingga bisa tetap bekerja seperti biasa dan aset BUMN itu tidak dari emas menjadi lumpur. Karena kita bukan ahli, karena yang ahli dalam pengelolaan itu adalah BUMN," ungkapnya.
Namun, lanjut dia, apakah BUMN akan menyerahkan kepada mitranya ke PTPN atau lainnya itu terserah.
"Karena itu (PTPN) kan BUMN juga, yang penting jangan sampai aset ini menjadi tidak bermanfaat," katanya.

Namun sejauh ini kerjasama secara resmi dengan BUMN, belum dilakukan, namun kesepaktan itu sudah terlihat dari kehadiran Menteri BUMN Dahlan Iskan yang telah memberi dukungan dari masalah penyitaan itu.
"kita sudah sepakat bahwa BUMN mendukung kita, Dirjen Pajak mendukung kita," tandas Basyuni.
Saat ini Kejagung memberi waktu kepada AAG untuk melunasi denda eksekusi dalam perkara penggelapan pajak, sebesar Rp2,5 triliun secara tunai, pada 1 Februari 2014, jika tidak dilunasi maka kejaksaan akan melakukan eksekusi aset berupa bangunan perkantoran dan lahan sawit seluas 160 hektar, milik 14 perusahaan AAG yang tersebar di tiga provinsi yakni Sumatera Utara seluas 37.848 hektar, Jambi 31. 488 hektar, Riau 98. 209 hektar. (Tnt)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini