Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Aset Negara Rawan Lepas
Kompas, 9 Januari 2014
 Kamis, 09 Januari 2014 pukul 14:16:35   |   771 kali

Banyak aset negara rawan lepas dan dikuasai pihak lain. Sejauh ini, 60 persen dari total asset negara belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional. Dari target 2.000 bidang tersertifikasi pada 2013, terealisasi kurang dari 40 persen.

"Aset yang sudah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional tidak lebih dari 40 persen dari total aset yang ada. Sisanya tidak ada kepastian, tidak jelas," kata Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah Badan Pertanahan Nasional (BPN) M Noor Marzuki dalam seminar nasional bertema "Save National Asset-BUMN" di Jakarta, Rabu (8/1).

Aset negara adalah aset yang dikelola olej kementerian Keuangan, aset yang dipisahkan yang dikelola Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), aset yang dikelola pemerintah provinsi, dan aset yang dikelola pemerintah kabupaten/kota.

Banyaknya aset negara yang belum tercatat di BPN, menurut Marzuki, karena pengelola aset tidak mendaftarkan ke BPN dan lahan masih bermasalah. Lahan bermasalah yang dimaksud, misalnya, riwayat kepemilikan tak jelas, dokumen-dokumen perolehan tidak ada, dan masih dalam kondisi sengketa atau diduduki pihak lain.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1961 mengamanatkan setiap pengelola aset negara wajib mendaftarkan asetnya ke BPN. Namun, hingga kini proaktivitas pengelola aset untuk mendaftarkan aset negara belum signifikan.

Pada tahun 2012, BPN dan Kementerian Keuangan telah menjalin nota kesepahaman untuk melakukan sertifikasi lahan aset negara. Tahun 2013 ditargetkan 2.000 bidang tersertifikasi. Namun, realisasinya kurang dari 40 persen.

Minimnya realisasi tersebut, kata Marzuki, antara lain karena dokumen belum lengkap, tanah masih dalam kondisi sengketa, dan terjadi pencatatan ganda antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Tahun 2014, pemerintah menargetkan 5.000 bidang tersertifikasi.

Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Burhanuddin menyatakan, kelemahan para pengelola aset negara adalah alat bukti. Dokumen-dokumen penting acap kali hanya fotokopi. Hal ini merupakan pengalaman Kejasaan Agung dalam menangani kasus aset negara.

"Tertmasuk aset-aset eks (pemerintah kolonial) Belanda. Semua administrasinya kacau. Sudah begitu, sangat banyak mafia tanah. Bagaimana aset yang jelas-jelas milik PT Kereta Api, misalnya, bisa menjadi hotel dan sebagainya," kata Burhanuddin.

Kepala Subbagian Operasional Tindak Pidan Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Arief Adiharsa menyatakan, Polri berkepentingan dan berkomitmen menyelamatkan aset-aset negara. BUMN, dan badan usaha milik daerah (BUMD), termasuk area rawan korupsi.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Refrizal menyatakan, tren penjualan aset BUMN dilakukan melalui anak-anak perusahaan. Modus ini untuk menghindari jeratan hukum.

Khusus untuk hal ini, kami akan buat panitia kerja di Komisi VI DPR," kata Refrizal. (LAS)

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini