Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Setrum Inalum Bisa Atasi Listrik di Sumatera Utara
Tempo.co, 11 November 2013
 Selasa, 12 November 2013 pukul 08:12:40   |   568 kali

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan sumber listrik milik PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dapat mengatasi persoalan mati listrik di Sumatera Utara. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Siguragura dan Tangga yang menghasilkan setrum 604 megawatt (MW) selama ini dipasok ke pabrik aluminium itu.

Menurut JK, jika pabrik aluminium dihentikan sementara untuk revitalisasi, listriknya bisa dijual ke PT PLN (Persero) untuk dialirkan ke masyarakat. "Tidak ada byar pet lagi di Sumatera, PLN juga untung," katanya kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 6 November 2013.

JK menyarankan Inalum dihentikan sementara untuk revitalisasi mesin pengolah aluminium. Mesin dan tanur tinggi milik Inalum telah beroperasi sejak Januari 1982. Tuanya mesin Inalum membuat produksi aluminium sebesar 250 ribu ton jalan di tempat. Dari jumlah itu, yang bisa diambil untuk kebutuhan Indonesia yang mencapai 800 ribu ton hanya sekitar 33 persen (83 ribu ton). JK mengemukakan pendapatnya untuk mengerek produksi pabrik. "Perlu modernisasi," ujarnya.

Menurut JK, modernisasi mesin membutuhkan waktu 2-3 tahun. Selama proses itu, manajemen Inalum bisa menjual listrik dari dua pembangkitnya ke PLN. Pendapatan dari menjual setrum ini bisa untuk mengongkosi proses modernisasi dan menggaji karyawan.

Kontrak konsorsium Jepang, Nippon Asahan Aluminium (NAA), dalam pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013. Namun pemerintah mempersoalkan harga pengalihan aset NAA sebesar US$ 626 juta sehingga berujung sengketa. Pemerintah berkukuh harga aset-aset Inalum US$ 558 juta. Pihak Jepang membawa sengketa ini ke arbitrase.

JK mengatakan proses ke arbitrase merugikan Indonesia. Alasannya, selama proses persidangan yang bisa berlangsung delapan bulan, Indonesia harus membagi keuntungan dengan Jepang. "Ini tidak perlu," katanya.

JK menyarankan pemerintah membayar harga sesuai audit terakhir Inalum yang ditandatangani pemegang saham. Pemegang saham adalah Jepang 58,9 persen dan sisanya Indonesia. Setelah proses pengambilalihan aset dan saham Inalum, pemerintah bisa berfokus dengan bisnis menjual listrik dari PLTA dan modernisasi mesin Inalum.

Keuntungan dari bisnis ini untuk mengganti biaya yang dibayarkan ke Jepang. "Dari menjual listrik saja sudah untung, 3-4 tahun sudah bisa tergantikan," katanya.

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini