Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Menkeu Minta DPR Dukung Pengambilalihan Inalum
Tempo.Co, 25 Oktober 2013
 Jum'at, 25 Oktober 2013 pukul 17:10:52   |   442 kali

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Chatib Basri menilai proses pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dari Nippon Alumunium Asahan yang mewakili kepentingan pemegang saham Jepang (NAA) sangat penting. Oleh karena itu, ia meminta anggota parlemen turut mendukung proses pengambilalihan tersebut.

“Penting karena ini adalah pertama kalinya Indonesia melakukan dalam pengambilalihan dari asing kepada kita atau nasionalisasi. Dunia bakal melihat Indonesia berhasil atau gagal," ujar Chatib dalam rapat yang sejatinya membahas persetujuan pencairan anggaran pembelian dengan Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis malam, 25 Oktober 2013.

Ia mendorong DPR ikut bersama pemerintah memproses pengambilalihan pabrik yang menghasilkan alumunium tersebut. “Saya mengajak Bapak dan Ibu, kita sama-sama berusaha keras memproses. Kita proses ini ke tangan Merah Putih dulu," ujarnya seraya berharap pada pada 1 Oktober 2013 Inalum sudah bisa diambil-alih.

Anggaran pengambilalihan Inalum sendiri sudah dianggarkan dalam APBN Perubahan 2012 sebesar Rp 6 triliun dan APBN Perubahan 2013 sebesar Rp 5 triliun. Dengan demikian, ada total alokasi Rp 7 triliun. Namun, anggaran baru bisa direalisasikan setelah mendapat persetujuan dari DPR.

Pernyataan tersebut menanggapi maju mundurnya dilakukan rapat tadi malam karena tidak kuorumnya jumlah peserta rapat. Akibat jumlah peserta rapat tak kunjung kuorum, Ketua Komisi Keuangan, Olly Dondokombey, mengusulkan rapat pengambilan keputusan dilakukan pada Rabu, 30 Oktober 2013. Saat itu anggota Komisi diperkirakan sudah kembali dari daerah pemilihan.

Lebih jauh, Menteri Chatib Basri menjelaskan, dalam master agreement antara pemerintah RI dan investor Jepang pada 7 Juli 1975 tentang pembentukan PT Inalum disebutkan bahwa lama kontrak RI dan investor Jepang dalam pengembangan pembangkit listrik dan proyek Asahan berjangka waktu 30 tahun. Kontrak kerja sama tersebut dimulai 1 November 1983 dan berakhir 31 Oktober 2013.

Nah, terkait pengunduran rapat persetujuan pencairan anggaran pembelian Inalum dengan DPR ini, Chatib menyebutkan ada risiko pemerintah Jepang akan membawa persoalan ini ke pengadilan arbitrase. Bila pada 30 Oktober 2013 rapat Komisi Keuangan tidak menyetujui pencairan anggaran, maka pengambilalihan tidak terjadi.

“Pengambilalihan tidak terjadi, Jepang akan bawa ke pengadilan arbitrase. Indonesia bisa kalah, Jepang juga bisa kalah," ucap Chatib.

Penawaran dari NAA (Nippon Alumunium Asahan yang mewakili kepentingan pemegang saham Jepang) terkait harga buku Inalum semula sebesar US$ 650 juta dan NAA kini menurunkan harga jadi US$ 626 juta. “Kalau arbitrase, tak bicara US$ 650 juta, tapi bisa lebih," ujarnya.

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini