Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Divestasi Newmont Tak Transparans, Publik Dirugikan

 Kamis, 21 Juli 2011 pukul 13:34:54   |   380 kali

Divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) terus jadi pembicaraan hangat. Dalam diskusi tentang divestasi saham NNT di Press Room DPR, Rabu (20/7), peneliti kebijakan publik dari Masyarakat Penyelamat Aset Nasional (MAPAN) Anwar Sanusi, menilai ada beberapa hal yang seolah ditutupi oleh perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas tersebut.

“Newmont harus berani ekspose ke publik, sebenarnya mitra mana yang digunakan dalam divestasi tersebut. Ini penting karena Newmont adalah salah satu aset nasional yang cukup potensial,” ujar Anwar Sanusi.

Tidak transparannya PT NTT, kata Anwar, terlihat dari beberapa perusahaan swasta nasional yang ternyata membeli sejumlah saham PT NTT. Disebutkannya, ada salah satu perusahaan bernama PT Indonesia Masbaga Investama (IMI) yang diketahui sebagai perusahaan gurem. Namun perusahaan tersebut mampu membeli 2,2 persen saham PT NTT yang nilainya jutaan dolar AS.

“Jangan sampai divestasi yang dilakukan hanya pura-pura. Jangan sampai divestasi hanya mengalihkan kepemilikan saja tetapi tetap kepemilikan pada pemilik sebelumnya yakni PT NTT,” harapnya.

Selain persoalan transparansi, divestasi NTT yang terus menjadi perbicangan adalah persoalan hak daerah dalam hal ini Provinsi Nusa Tenggara Barat. “Pemerintah daerah harus diberi kesempatan, selama ini yang mengeksploitasi pusat, sedang daerah hanya dapat limbahnya saja yang merusak lingkungan. Yang menikmati untungnya hanya perusahaan dan pemerintah pusat,” ujarnya.

Sedangkan peneliti ekonomi makro dari MAPAN, Padang Wicaksono, mengatakan, ada indikasi permainan bisnis yang merugikan publik dalam divestasi PT NTT. Menurutnya, setidaknya ada tiga hal mendasar yang patut dipertanyakan terkait proses divestasi ini.


Yang pertama adalah soal komitmen divestasi NTT, kedua rekam jejak PT Indonesia Masbaga Investama (IMI), dan ketiga terkait hubungan PT NTT dengan PT IMI dan satu PT lainnya yakni Pukuafu Indah (PI). Padang mengatakan, rekam jejak perusahaan pembeli saham tetap patut dipertanyakan.

PT IMI sendiri tidak terlalu dikenal dalam dunia bisnis. Menurut Padang, perusahaan tersebut hanya memiliki modal perseoran pada 11 Februari 2010 Rp 50 juta.

“Dapat dipastikan perusahaan tersebut adalah perusahaan gurem, apakah mungkin perusahaan gurem itu mampu membeli 2,2 persen saham bernilai jutaan dolar amerika. Ada kemungkinan pihak ketiga membantu pembelian saham tersebut yang sebelumnya dimiliki sebelumnya oleh PT PI,” cetus Padang.

Dengan beberapa fakta tersebut, Padang menduga adanya kongkalikong yang dilakukan oleh PT NTT bersama dengan pengusaha lokal yang bermodalkan lisensi sebagai pengusaha nasional. Indikasi tersebut bisa dilacak dari dua pemegang saham yang salah satunya adalah PT PI dengan pemiliknya yakni Jusuf Merukh. PT PI sendiri diketahui merupakan perusahaan swasta nasional dan pemegang saham 17,8 persen.

“Jadi sudahlah kita cukup belajar dari beberapa pengalaman eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan yang sangat merusak lingkungan. Hal itu sudah terlihat di NTB jadi sebaiknya pemerintah dan masyarakat harus berani menyelamatkan aset nasional ini sehingga tidak merugikan publik,” ujarnya.

sumber: http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=98508

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini