Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
IRES Desak BPK Audit TPPI

 Selasa, 06 September 2011 pukul 15:51:15   |   481 kali
JAKARTA – Restrukturisasi utang PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) makin membuat banyak kalangan miris. Penundaan restrukturisasi yang berkali-kali justru menimbulkan antipati terhadap rencana itu. Keuangan TPPI dan induk perusahaannya,  PT Tuban Petrochemical Industries, pun diminta segera diaudit.

Desakan audit oleh BPK itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, Senin (5/9). Dia  mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera bertindak.  "Audit BPK harus dilakukan meskipun TPPI telah membayar sebagian utangnya ke sejumlah kreditur. Audit menyangkut apakah TPPI dan Tuban Petrochemical merupakan perusahaan yang sehat," ujarnya di Jakarta.

Menurut mantan anggota DPD RI itu, audit BPK tersebut perlu dilakukan terhadap TPPI dan Tuban Petrochemical karena telah melibatkan keuangan negara. Berdasarkan analisa yang dilakukan Marwan, TPPI dan Tuban Petrochemical bisa dikatakan perusahaan tidak sehat. Hal itu terlihat dari menumpuknya jumlah utang yang ditanggung perseroan.

Seperti diketahui, TPPI ditaksir menanggung utang ke sejumlah kreditur sekitar USD 1,5 miliar, atau setara Rp 12,8 triliun. Rinciannya, TPPI berutang ke Pertamina sebesar USD 300 juta plus bunga USD 23 juta. Pertamina juga memiliki "open account receivable" kepada TPPI sebesar USD 183 juta plus bunga USD 49 juta. Kemudian, utang kepada BP Migas 180,74 juta dolar AS, dan utang kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebesar Rp3,27 triliun.
 
Sedangkan utang TPPI yang tidak masuk ke dalam program restrukturisasi adalah, utang ke JGC Corporation sekitar USD 180 juta dari utang semula USD 400 juta. TPPI diketahui juga berutang kepada perusahaan asal Belanda, yakni Argo Capital BV dan Argo Global Holdings BV. Per 31 Juni 2011, utang TPPI kepada kedua perusahaan itu membengkak menjadi USD 112,39 juta plus bunga berjalan USD 48,53 juta.

Selain itu, TPPI pun memiliki utang ke Argo Capital Management (Cyprus) Limited berdasarkan Shipping of Domestic Condesate to Tuban Aromatics Plant Agreement pada 15 September 2005 sebesar USD 5,58 juta.

Perusahaan yang dipimpin Honggo Wendratmo itu juga memiliki utang ke Argo Fund Limited berdasarkan beberapa perjanjian pinjaman dengan jumlah pokok pinjaman (belum termasuk bunga, denda, dan lainnya) sebesar USD 30 juta.

Marwan menegaskan, bertumpuknya utang TPPI menjadi bukti bahwa manajemen TPPI bisa dikatakan amburadul. Dia juga menyarankan digantinya susunan direksi dan komisaris di TPPI maupun Tuban Petrochemical. "Direksi dan komisaris TPPI serta Tuban Petrochemical telah gagal, dan wajib diganti. Ironisnya, wakil pemerintah di kedua perusahaan tersebut pun tidak bisa berbuat banyak. Bahkan terkesan membela TPPI dan Tuban Petrochemical," ujarnya.

Hal senada dikemukakan Satya W Yudha, anggota Komisi VII DPR. Ia berpendapat, audit BPK terhadap TPPI dan Tuban Petrochemical bisa membuka tabir kecurigaan sejumlah pihak terhadap perusahaan yang dipimpin Honggo Wendratmo dan Amir Sambodo tersebut. "Audit sangat relevan dilakukan. Kecurigaan masyarakat bisa sedikit pupus bila BPK melakukan audit terhadap TPPI dan Tuban Petrochemical," katanya.

Satya mengatakan, pemerintah mesti bertindak cepat untuk menuntaskan permasalahan yang membelit TPPI dan Tuban Petrochemical. Alasannya, pemerintah melalui PPA memiliki 70 persen saham di Tuban Petrochemical, atau 40,95 persen saham tak langsung di TPPI.  Tuban Petrochemical adalah perusahaan yang memiliki 58,5 persen saham di TPPI. "Banyak uang negara yang telah masuk ke TPPI dan Tuban Petrochemical. Kalau pemerintah tak bergerak cepat, DPR akan mendorong dibentuknya panitia kerja (panja) TPPI," tegasnya. (lum)   sumber


Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini