Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
BPK Audit Utang Pemerintah

 Rabu, 07 September 2011 pukul 11:06:47   |   437 kali

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mengaudit utang pemerintah yang saat ini mencapai Rp 1.733 triliun. Audit dan pelacakan akan dilakukan BPK terkait penggunaan utang tersebut.

Kepala BPK Hadi Poernomo mengatakan, jumlah utang pemerintah/negara sebesar Rp 1.733 triliun akan diurai satu per satu. BPK akan melihat apakah utang tersebut dimanfaatkan secara efisien, efektif, dan bermanfaat secara ekonomis. Apalagi, setiap tahun, BPK memang selalu mengaudit laporan keuangan pemerintah, termasuk pertumbuhan utang.


"BPK sedang menginterpretasi satu per satu utang dan penggunaannya, apakah perjanjian utangnya juga sesuai. Misalnya kan ada utang luar negeri, kita kumpulkan data untuk dianalisis. Nanti bisa diketahui apakah utang itu bermanfaat atau tidak. Jadi, kita adakan audit kinerja untuk utang," katanya di Jakarta, kemarin.


Seperti diketahui, data terakhir Kementerian Keuangan menyebutkan, utang Pemerintah Indonesia hingga Juli 2011 mencapai Rp 1.733,64 triliun. Dalam sebulan ini, utang pemerintah naik Rp 9,5 triliun dibanding Juni 2011 yang sebesar Rp 1.723,9 triliun.


Jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Juli 2011 bertambah Rp 56,79 triliun. Dan, jika dihitung dengan denominasi dolar AS, maka jumlah utang pemerintah hingga Juli 2011 mencapai 203,77 miliar dolar AS atau naik dibanding per Juni 2011 yang sebesar 200,52 miliar dolar AS. Utang dalam dolar AS ini lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2010 yang sebesar 186,5 miliar dolar AS.


Tertentu
Di lain pihak, BPK akan melakukan audit untuk tujuan tertentu terhadap PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Namun, ini baru akan dilakukan setelah ada permintaan resmi dari DPR. "Permintaan resmi DPR belum masuk, namun BPK siap menerima permintaan untuk audit," katanya.


Meski audit belum dilakukan, saat ini BPK sudah mengumpulkan data-data terkait TPPI. Jadi, jika DPR mengajukan secara resmi terkait audit TPPI, BPK akan menindaklanjutinya segera. "BPK siap menerima semua permintaan, tentunya dengan data yang lengkap. BPK baru bisa menyerahkan laporannya setelah selesai dan baru bisa menyampaikan informasinya," ujar Hadi.


Terkait audit pada divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh pemerintah, Hadi menjelaskan, masih dalam tahapan penyelesaian. BPK sudah mengumpulkan seluruh data terkait untuk memperlancar audit.


"Audit Newmont sedang kita laksanakan. Nanti kalau sudah selesai kami kasih tahu. Data sudah cukup, sekarang lagi kita proses. Yang penting data sudah lengkap, BPK sudah meneliti, tinggal memutuskan," ucapnya.


Pemilihan
Di sisi lain, Kepala BPK Hadi Poernomo menyatakan, pihaknya akan segera melakukan pemilihan Wakil Kepala BPK. Ini menyusul kosongnya posisi orang nomor dua di lembaga ini sejak Juni 2011 setelah Herman Widyananda meninggal dunia.


"Pemilihannya segera dilakukan. Mudah-mudahan bisa dilakukan bulan ini (September)," katanya. Jabatan Wakil Kepala BPK kosong sejak Herman Widyananda yang menduduki posisi tersebut meninggal pada 20 Juni 2011.


Menurut dia, terdapat enam orang kandidat yang berasal dari anggota BPK yang tersisa. Ini meliputi Moermahadi Soerja Djanegara, Taufiequrachman Ruki, Hasan Bisri, Ali Masykur Musa, Sapto Amal Damandari, dan Rizal Djalil. Semua kandidat mempunyai peluang yang sama dan tidak ada yang diunggulkan secara khusus.


Sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua BPK, ke-9 anggota BPK akan melakukan pemungutan suara secara bebas dan rahasia guna menentukan pimpinan BPK. Namun, jumlah anggota BPK saat ini hanya berjumlah tujuh orang, karena sebelumnya juga anggota bidang VII BPK T Muhammad Nurlif nonaktif sejak September 2010.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK Bahtiar Arif menjelaskan, proses penggantian anggota BPK masih terhambat oleh status hukum TM Nurlif yang belum berkekuatan hukum tetap. Agar kinerja bisa lebih baik, maka idealnya pimpinan BPK jumlahnya lengkap, meskipun kepemimpinan BPK bersifat kolektif kolegial.

sumber


Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini