Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Mahkamah Konstitusi Solusi Penyelesaian Newmont

 Senin, 14 November 2011 pukul 16:22:21   |   353 kali

Kisruh pembelian salah (divestasi) PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) diusulkan untuk diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi agar tidak berkepanjangan dan menjadi bola liar.

Praktisi hukum tata niaga Universitas Gadjah Mada (UGM) Nindyo Pramono menuturkan, perbedaan cara pandang dan tafsir mengenai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pembelian saham tujuh persen PT NNT tidak akan terselesaikan jika masing-masing pihak, baik pemerintah maupun DPR, masih berpegang pada pasal yang berbeda.

Menurutnya, perbedaan cara pandang inilah yang membuat proses jual beli saham tidak kunjung menemui titik akhir. “Salah satu alternatif penyelesaiannya melalui ranah Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Nindyo dalam diskusi bertajuk Mengurai Kewenangan DPR dalam Divestasi Saham NNT di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, Senin (14/11/2011).

Sesungguhnya, kata dia, kisruh dan perbedaan cara pandang ini tidak perlu terjadi jika dasar hukum yang dipergunakan untuk mengkaji pembelian saham, dilihat dari sisi hukum tata niaga.

Dia meyakini, langkah pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Agus Martowardojo membeli sisa tujuh persen saham NNT yang sesuai kontrak karya harus diserahkan kepada Indonesia, sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dasar hukumnya, kata dia, Pasal 41 Undang-Undang No.41/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi (ayat 1) dan dipertegas dalam ayat 2 yang menyebutkan bahwa investasi tersebut bisa dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung.

Namun, persoalan pembelian saham lahir ketika DPR meminta BPK melakukan audit terhadap Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang ditujuk sebagai eksekutor untuk pembelian saham senilai USD246,8 miliar. “Harusnya yang dipergunakan sebagai rujukan BPK adalah pasal 41, bukan pasal 45 dan 46 yang menyebutkan bahwa investasi harus mendapat persetujuan DPR,” tandasnya.

Dari kacamata akademisi, pendekatan tersebut dinilai kurang tepat. Sebab, investasi yang dilakukan pemerintah dan harus mendapat lampu hijau dari DPR jika dilakukan dalam kondisi tertentu untuk menyelamatkan perekonomian seperti buy back saham BUMN.

Investasi juga harus melalui persetujuan DPR jika dilakukan dalam bentuk penyertaan modal negara. Nindyo berpendapat, dasar hukum tersebut tidak kuat. Alasannya, investasi yang dilakukan untuk membeli saham tujuh persen NNT dilakukan tidak dalam bentuk penyertaan modal, dan kondisi perekonomian tidak mengkhawatirkan.

Dia juga tidak mempersoalkan penggunaan anggaran negara untuk membeli saham Newmont. Sebab, dalam Pasal 1 UU Nomor 1/2004 disebutkan bahwa barang milik negara dibeli dan diperoleh atas beban APBN. Saham, kata dia, jika sudah dibeli pemerintah maka menjadi barang milik negara.

Nindyo menegaskan, persoalan ini seharusnya tidak terjadi jika ada kepentingan politik dibelakang urusan bisnis. “Ini tidak sehat dan harus dihentikan. Presiden sebagai pemegang kekuasan penggunaan anggaran harus ambil alih persoalan ini dan menyatakan siap mempertanggungjawabkan,” tegasnya.

Pakar hukum tata negara UGM Fajrul Falaakh sependapat dengan Nindyo. Menurutnya, sengketa kewenangan antarlembaga negara jika menemui jalan buntu sebaiknya diselesaikan melalui MK. “Itu adalah salah satu alternative. Tapi masih ada cara lain yaitu menjalin komunikasi antara DPR dan Pemerintah untuk mengurai persoalan,” ucap Fajrul.

Dia mengatakan, perlu dicari tahu fokus yang dipersoalkan oleh DPR terkait pembelian saham tersebut. DPR memang memiliki fungsi kontrol, termasuk dalam penggunaan anggaran. Namun, tidak serta merta hal itu dijadikan tolak ukur untuk setiap upaya yang dilakukan pemerintah. “Mungkin kalau tidak menggunakan anggaran negara, DPR tidak akan mempersoalkan,” tambahnya.

Pemerintah sendiri sudah melakukan konsultasi dengan MK pada awal Juni lalu. Namun, Kepala Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Soritaon Siregar mengaku tidak mengetahui persis hasil konsultasi antara Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto dan ketua MK Mahfud MD. “Hanya obrolan biasa saja,” singkatnya.

Mengenai usulan agar persoalan kisruh pembelian saham Newmont dibawa ke ranah MK untuk diselesaikan, pemerintah akan mempertimbangkan hal tersebut. Dia mengatakan, saat ini pemerintah terus meminta kajian dari kalangan akademisi mengenai langkah pembelian saham Newmont oleh Kementerian Keuangan. Hal itu dilakukan agar pemerintah memiliki dasar yang kuat untuk mengambil keputusan. “Apapun hasil kajian akademisi, akan kami jadikan rekomendasi sebelum memutuskan langkah selanjutnya,” katanya.

sumber: http://economy.okezone.com/read/2011/11/14/19/529187/mahkamah-konstitusi-solusi-penyelesaian-newmont

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini