Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Ahli: pembelian saham Newmont langgar standar akuntansi

 Selasa, 17 April 2012 pukul 14:56:08   |   300 kali

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Yanuar Rizki mengatakan pembelian 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh pemerintah pusat melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) melanggar standar akuntansi.

Hal ini diungkapkan Yanuar Rizki saat memberi keterangan sebagai ahli DPR dalam sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Senin.

Menurut Yanuar, uji substansi secara analisis yang diambil dari data-data publik menunjukkan bahwa transaksi penyerapan 7 persen saham NNT oleh PIP (Pemerintah) adalah `Investasi Jangka Panjang Permanen`, yang dalam kriterianya masuk kategori Penyertaan Modal Pemerintah Pada Badan Usaha Lainnya yang bukan milik negara (PSASP 06.15 huruf (a).

"Pada akhirnya, wewenang konstitusi DPR atas semua proses APBN adalah melekat, dimana, dalam perkara ini cukup jelas, yang digunakan adalah BLU yang secara tegas dinyatakan tidak terpisahkan dari APBN, sebagaimana tersurat dalam PSAP 11. 16: Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita," katanya.

Dengan demikian, atas dasar keteraturan dan tata cara pengelolaan keuangan negara yang berlaku dalam hirarki ketatanegaraan Undang Undang keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara melalui SAP yang berlaku, katanya, kewenangan DPR untuk mengawasi dan memberi persetujuan atas aksi PIP sebagai BLU dalam penyerapan tujuh persen saham NNT adalah amanat konstitusi tentang hak bujet DPR dalam UUD 1945.

Yanuar menegaskan, pemerintah lewat Menteri Keuangan Agus Martowardojo seolah berhalusinasi dan menggunakan kriteria bersayap dalam realisasi pembelian saham pada Mei 2011 itu.

Seperti diketahui, presiden lewat Menkumham dan Menkeu mengajukan permohonan SKLN dengan termohon I DPR dan BPK sebagai termohon II.

Pemerintah mempersoalkan klaim DPR terkait pembelian divestasi tujuh persen saham NNT oleh pemerintah yang harus melalui persetujuan DPR.

Dalam laporan hasil audit pemeriksaannya, BPK juga berpendapat keputusan pemerintah untuk investasi jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal pemerintah di NNT harus ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR.

Namun, pemerintah tidak menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK ini sesuai yang diamanatkan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945.

Pemohon menilai kewenangan konstitusionalnya telah diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dalam hal pengelolaan keuangan negara.

Menurut pemerintah, investasi atas pembelian tujuh persen saham PT NNT yang dilepas itu ditujukan untuk memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia sesuai tujuan bernegara.

Karena itu, pemohon meminta MK menyatakan pemohon memiliki kewenangan konstitusional sesuai Pasal 4 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 23C, dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berupa pembelian tujuh persen divestasi PT NNT tanpa memerlukan persetujuan DPR.

(T.J008/S006)

Editor: Ruslan Burhani

sumber

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini