Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Belajar dari Newmont, Soal Inalum Kemenperin Temui DPR

 Selasa, 14 Agustus 2012 pukul 11:16:41   |   339 kali

Telah membuat "roadmap" untuk pengembangan kapasitas produksi Inalum dari 250 ribu ton menjadi 600 ribu ton.

Pemerintah segera bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas pembelian saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari pihak Jepang.
 
Pemerintah belajar dari pembelian divestasi 7 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara yang tidak disetujui DPR.

"Sebelum membeli saham Inalum, pemerintah akan bertemu DPR untuk membicarakan proses pengambilalihan," kata Menteri Perindustrian M.S Hidayat di Jakarta, hari ini.
 
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berkoordinasi dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk membeli saham Inalum.  Jika harganya sudah sesuai, kata dia, pihaknya akan bertemu dengan DPR.
 
"Jika disepakati harga sahamnya dan pembiayaannya dari APBN lewat Kementerian Keuangan, pemerintah harus meminta persetujuan dari DPR," ujarnya.

Hingga saat ini, kata Hidayat, pemerintah masih mengkaji besaran harga yang ideal untuk pengambilalihan Inalum dari pihak Jepang mengingat kontraknya akan habis pada 2013.
 
"Rencananya pada 31 Oktober pemerintah dan Inalum akan menemukan harga yang cocok. Ada masa transisi satu tahun untuk mengembangkan Inalum guna kebutuhan industri dalam negeri," katanya.
 
Hidayat menjelaskan, Kemenperin telah membuat "roadmap" untuk pengembangan kapasitas produksi Inalum dari 250 ribu ton menjadi 600 ribu ton. Untuk melancarkan aksi korporasi tersebut dibutuhkan investasi sebesar US$1,3 miliar.
 
"Setelah Inalum diambil oleh pemerintah, akan dibicarakan perusahaan yang bisa mengelola perusahaan aluminium tersebut," ujarnya.  

Inalum adalah perusahaan pengolahan alumunium yang didirikan di Jakarta 6 Januari 1976 lalu. Perusahaan ini merupakan hasil patungan antara Indonesia dan pihak Jepang. Dari Jepang ada 12 perusahaan swasta yakni Sumitomo Chemical Company Ltd, Sumitomo Shoji Kaisha Ltd, Nippon Light Metal Company Ltd, C Itoh & Co Ltd, dan Nissho Iwai Co Ltd. Selain itu, Nichimen Co Ltd, Showa Denko KK, Marubeni Corp, Mitsubishi Corp, dan Mitsui Aluminium Co Ltd.

Dari hasil kerjasama itu, Indonesia berhak atas 41 persen saham Inalum dan sisanya pemerintah Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan 12 perusahaan swasta tersebut. Tahun 2013 besok, kontrak kerjasama Inalum akan berakhir dan pemerintah berniat membeli saham yang dimiliki Jepang tersebut.

Laporan dari Otorita Asahan pada pertenganan 2008 yang lalu menyebutkan bahwa proyek perusahaan tersebut di Indonesia sudah membukukan keuntungan yang sangat besar. Saat itu Inalum mampu membukukan laba bersih sampai dengan US$85 juta dari total penjualan US$548 juta.
Penulis: Antara/ Whisnu Bagus

sumber

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini