Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
MINYAK GAS: Revisi UU 22/2001 akan dipercepat

 Senin, 26 November 2012 pukul 11:15:30   |   325 kali

JAKARTA - Pemerintah menilai revisi Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi harus dipercepat.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini  mengatakan revisi UU migas harus dipercapat. Pasalnya, revisi UU Migas sangat ditunggu lantaran merupakan jawaban atas pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

"Revisi UU Migas itu sudah berlangsung sejak setahun yang lalu. Waktu itu, pemerintah, BP Migas, dan dirinya mewakili Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah memberikan usulan, tapi sampai saat ini belum ada tanggapan ke pemerintah," katanya, Minggu (25/11/2012).

Rudi menilai, pembubaran BP Migas dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa memberikan solusi. Sehingga revisi UU Migas bisa menjadi solusi untuk menjawabnya. Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi kemarin tidak jauh berbeda dengan revisi beberapa pasal dalam UU Migas, termasuk mengenai BP Migas.

"Hanya saja, dalam revisi tersebut tidak menyebutkan pembubaran tetapi perbaikan institusi. Perbaikan mengenai bentuknya apakah BUMN atau BHMN,"

ujar dia. Menurutnya, keputusan MK tidak menjelaskan bahwa BP Migas harus diserahkan kepada BUMN, namun hanya menyebutkan dialihkan fungsinya ke Kementerian ESDM.

Rudi tidak mempermasalahkan bentuk BP Migas yang baru ke depannya nanti.

Dijelaskan, Bentuk BHMN sebelumnya dipilih karena uang hasil bisnis migas langsung masuk ke negara. Pendapatan tersebut hanya dipotong 1% sebagai biaya pengelolaan yang boleh digunakan BP Migas. Realisasinya, penggunaan dana tidak lebih dari 0,6% sehingga lebih efisien.

Ketika fungsi ini dilekatkan ke Pertamina, uang hasil migas masuk ke perseroan dan baru diserahkan ke negara setelah dipotong 3% untuk biaya pengelolaan migas serta pendistribusian dan penjualan bahan bakar minyak (BBM), gas, dan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).

"Yang pasti harus ada badan di luar kementerian tetapi wajib melaporkan segala bisnis migas ke Menteri Energi. Hanya saja jika berbentuk BUMN, maka dia akan dibawah Kementerian BUMN.

Mengenai revisi UU  Migas, selain mengenai bentuk baru BP Migas, poin lain yang masuk dalam revisi adalah mengenai dana pengembangan migas (petroleum fund), dana bagi hasil ke daerah (DBH), dan penentuan partisipasi Indonesia (Indonesian Participating/PI).

"Dengan petroleum fund ini kita bisa menjamin ketahanan energi di masa mendatang dengan mewariskan hasil eksplorasi ke anak cucu," tegas dia. Hal ini, menurutnya, jauh lebih penting daripada membahas apakah uang hasil migas langsung masuk ke negara atau ke BUMN terlebih dahulu.(msb)

sumber

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini