Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
BUMN Harus Sehat untuk Jadi Ujung Tombak

 Kamis, 27 Desember 2012 pukul 10:05:50   |   447 kali

KOMPAS.com - Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 mempunyai semangat perubahan radikal dalam paradigma berpikir dari semua elemen. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta.

Pemerintah yang mempunyai anggaran terbatas tidak lagi bisa dituntut untuk menyediakan semua kebutuhan infrastruktur dengan anggaran itu. BUMN, BUMD, dan swasta harus ambil bagian dalam penyediaan infrastruktur itu. Peran pemerintah sekarang adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberikan insentif kepada dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur.

Dengan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ini sangatlah jelas tersirat, BUMN harus dalam keadaan sehat walafiat agar bisa menjadi ujung tombak pembangunan. Oleh karena itu, BUMN yang sakit atau bahkan sudah menjadi mayat hidup—istilah Menteri BUMN Dahlan Iskan—harus segera diobati apabila masih mungkin disembuhkan. Dan, BUMN yang memang tidak mungkin disembuhkan lebih baik segera dikubur.

BUMN yang saat ini berjumlah 141 sebagian besar dalam kondisi sehat. Hingga pertengahan Desember 2012 hanya tersisa 16 BUMN yang sakit. Pada Oktober tercatat 31 BUMN yang sakit. Dalam beberapa kesempatan Dahlan mengingatkan, BUMN yang sakit, terus merugi, dan sulit memperbaiki kinerja pasti akan ditutup. Namun, dia mempersilakan kepada direksi BUMN terkait untuk terus berjuang. ”Saya akan menutup perusahaan itu jika direksi sudah mengaku tidak mampu lagi dan angkat tangan,” kata Dahlan.

Hasil dari kepercayaan itu, ternyata ada lima BUMN mati yang berhasil bangkit kembali. Kelima BUMN itu adalah PT Istaka Karya (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Djakarta Lloyd (Persero), Perum Bulog, dan PT Kertas Leces (Persero). Waskita Karya, selain bisa bangkit, pekan lalu juga melakukan penawaran perdana saham perusahaannya.

Menurut pengamat BUMN yang juga pernah menjabat Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, inefisiensi dalam hal anggaran menjadi titik terlemah dari BUMN. Selain itu, BUMN juga sering mendapat banyak intervensi. ”Tidak tanggung- tanggung, yang mengintervensi. Ada pengusaha, media, oknum LSM, oknum birokrat, oknum di Kementerian BUMN, oknum anggota DPR, oknum penegak hukum, oknum pemda, dan pihak asing,” kata Said dalam Seminar Nasional BUMN dan Kampanye Antikorupsi di Wisma Antara, beberapa waktu lalu.

Intervensi itu sering kali berupa penempatan orang-orang pilihan yang mengintervensi untuk duduk sebagai direktur utama atau direktur keuangan. Persoalannya, apabila direktur ini tidak memiliki semangat antikorupsi, maka yang ada hanya penggerogotan dari dalam. ”Peraturan yang membuat adalah direksi. Peraturan pemeriksaan dan audit juga dibuat oleh direksi. Jadi tidak mudah menemukan penyimpangan dalam proyek-proyek pengadaan barang dan jasa,” ujar Said.

Ke depan, BUMN harus benar-benar dipimpin oleh direksi yang jujur, loyal, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, BUMN akan mampu berperan sebagai ujung tombak pembangunan Indonesia sesuai MP3EI.

Sementara terhadap BUMN yang sakit, sudah selayaknya pemerintah berani tegas kepada mereka.

Bukan monopoli Indonesia

Masalah BUMN sakit bukanlah monopoli Indonesia semata. Periset ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Thee Kian Wie, mengatakan, China, yang memiliki ratusan BUMN juga pernah mengalami masalah ini.

China kemudian memetakan, BUMN mana saja yang baik dan mana yang sakit. Untuk yang sakit, China mengatakan tidak bisa mempertahankannya. Alasannya, berapa pun uang yang masuk tidak akan efektif sepanjang tidak ada upaya dari dalam untuk memperbaiki kinerja dan keinginan untuk jadi lebih baik.

”Pemerintah China melihat, BUMN yang sakit ini telah berubah menjadi lembaga sosial bagi karyawannya. Karyawan digaji, tetapi tidak memberikan kontribusi positif bagi perusahaan, karena itu lebih baik dibubarkan saja,” kata Thee.

Menurut Dahlan, langkah untuk melikuidasi perusahaan pelat merah merupakan bagian dari program restrukturisasi usaha yang dilakukan Kementerian BUMN. ”Langkah melikuidasi BUMN didasarkan pada beberapa faktor, antara lain perusahaan yang bersangkutan tidak strategis, bidang usahanya sudah dijalankan swasta, membebani anggaran negara, dan tidak memiliki prospek bisnis di masa datang.”

Saat ini Kementerian BUMN juga sedang mengevaluasi untuk menutup anak dan cucu usaha milik BUMN yang dalam operasionalnya justru membebani induk usaha. Sejumlah BUMN yang akan meminta penyertaan modal negara juga akan dilihat apakah layak mendapat suntikan dana tersebut. Jangan sampai setelah disuntik, perusahaan tidak mampu mengelola dana tersebut.

”Saya juga akan memeriksa kontrak kerja sama yang dibuat BUMN. Sering kali karena ketidakmampuan BUMN membuat kontrak kerja sama, posisi mereka menjadi lemah. Saya akan periksa satu per satu apakah sudah benar atau belum,” kata Dahlan.

Kontrak kerja sama yang lemah ini dialami PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Mereka telah membuat kontrak kerja untuk membuat sejumlah kapal. Namun, pada tahun 2008, terjadi krisis global dan membuat harga semua barang naik. PT Dok dan Perkapalan tidak bisa menegosiasi ulang kepada pihak pemberi kerja.

Akhirnya karena tidak mempunyai uang banyak, perusahaan tidak bisa membeli bahan baku. Akibatnya, pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu, dan perusahaan harus membayar denda karena keterlambatan tersebut.

Sejumlah upaya sedang dan akan dilakukan. Semoga usaha ini membuahkan hasil nyata agar BUMN semakin baik dan mampu menjadi ujung tombak pembangunan ekonomi Indonesia. (M Clara Wresti)

Sumber : Kompas Cetak Editor : Erlangga Djumena
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini