Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
Komisi II DPR Upayakan Pengembalian Aset Negara

 Selasa, 29 Januari 2013 pukul 13:50:48   |   371 kali

[JAKARTA] Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan akan terus berupaya mengembalikan aset-aset negara yang hampir lepas akibat perjanjian yang dilakukan pemerintah yang bersifat melemahkan posisi kepemilikan negara.

"Masalah aset negara ini sepertinya tidak terlalu rumit, karena sudah jelas mana yang menjadi milik negara. Namun, permasalahan yang ada seringkali disebabkan perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dengan pihak swasta justru melemahkan posisi pemerintah yang otomatis melemahkan posisi kepemilikan negara," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di Jakarta, Senin (28/1).

Dia mengatakan, Komisi II DPR RI akan fokus pada pengembalian beberapa aset negara, salah satunya beberapa jumlah lahan di kawasan Kemayoran dan Senayan. "Permasalahan yang terjadi di kedua kawasan tersebut secara umum jelas karena itu adalah memang milik negara.

Namun, beberapa kasus sengketa lahan di kawasan itu sudah cukup kritis dan lahan negara hampir lepas, misalnya Hotel Sultan. Untuk kasus Hotel Sultan itu pemerintah menang pada tahap PK (Peninjauan Kembali) sebelumnya pemerintah kalah terus," paparnya.

Menurut dia, Komisi II juga menyoroti beberapa perjanjian lain yang melemahkan posisi kepemilikan negara, misalnya kasus di Kemayoran.

"Ada tanah di Kemayoran yang dulu diserahkan pemerintah kepada Yayasan Pembina Olahraga Tenis yang tiba-tiba dijadikan rumah sakit. Hal itu dilakukan seenaknya, dan masih ada beberapa kasus lainnya," ujarnya.

Contoh lainnya, lebih lanjut dikatakannya, dahulu pemerintah memiliki saham sebesar lima persen di JITC (Jakarta International Trade Center), tetapi setelah perusahaan itu dinyatakan bangkrut, dibeli, dan diubah menjadi JIE (Jakarta International Expo), saham pemerintah yang lima persen pun menghilang.

"Padahal, lima persen itu nilainya ratusan miliar karena perusahaan itu nilainya triliunan," ungkapnya.

Hakam Naja mengatakan bahwa Komisi II untuk sementara menduga bahwa pelemahan posisi kepemilikan negara melalui perjanjian yang bersifat 'merugikan' dengan pihak swasta itu sebenarnya diketahui oleh pihak pemerintahan terkait yang membuat perjanjian.

"Sekarang ini, kami sedang mencoba menginvestigasi apakah ada faktor kesengajaan dari para pengambil kebijakan yang melemahkan pemerintah itu," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Komisi II ingin menuntaskan permasalahan aset negara itu dengan modal bukti yang cukup, salah satunya hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kami butuh bekal yang cukup jadi kami minta audit dari BPK. Kemarin sudah dilakukan audit secara umum, dan kami meminta diadakan audit lanjutan secara mendalam untuk menemukan kalau ada faktor kesengajaan," ujarnya.

"Bila dari hasil audit BPK ada indikasi faktor kesengajaan dalam perjanjian yang melemahkan posisi negara maka lembaga atau perorangan yang terkait akan ditindak oleh KPK," lanjutnya.

Namun, dia juga menyayangkan proses audit yang menyita waktu cukup lama sehingga pihaknya meminta BPK untuk mempercepat proses audit tersebut agar DPR dapat menindaklanjuti penanganan masalah aset negara.

Dia menegaskan bahwa Komisi II akan berupaya membenahi kembali inventarisasi harta kekayaan dan aset negara agar benar-benar kembali berfungsi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan bekerja sama dengan Sekretaris Negara (Sekneg).

"Sekneg menyambut baik upaya Komisi II dan merasa terbantu karena mereka sendiri posisi tawar-menawarnya lemah karena posisi hukumnya lemah. Kami disini akan memperkuat posisi pemerintah agar aset negara kembali," katanya.

"Intinya, upaya pengambilan kembali aset-aset negara akan kami perkuat agar jangan sampai hal yang menjadi hak negara dan rakyat lepas begitu saja," tambahnya. [Ant/L-8]

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/komisi-ii-dpr-upayakan-pengembalian-aset-negara/29763

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini