Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita Media DJKN
PMN untuk LRT Disepakati
Republika, 24 Juli 2017
 Jum'at, 18 Agustus 2017 pukul 07:26:12   |   224 kali

Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno menyatakan, pemerintah dan Komisi VI telah sepakat memberikan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) tunai sebesar Rp 2 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia. Hal ini pun menjadi jalan terang bagi kekurangan dalam pembiayaan proyek Light Rapid Transit atau LRT.

"Dalam Raker Komisi VI, Rabu (19/7), menyetujui PMN untuk KAI dan Djakarta Loyd dengan sejumlah catatan," kata Teguh, saat dihubungi, Ahad (23/7). PMN tersebut diberikan kepada PT KAI untuk proyek LRT dan PT Djakarta Loyd dengan bantuan nontunai sebesar Rp 399 miliar pada APBN-P 2017 yang merupakan konversi utang subloan agreement (SLA).

Selain itu, persetujuan penambahan modal ini diberi catatan tambahan, antara lain, dalam pengajuan PMN, Komisi VI meminta kepada menteri BUMN untuk berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan. Komisi VI juga meminta kepada Kementerian BUMN untuk segera melaksanakan tindak lanjut dan penyelesaian temuan BPK terhadap Djakarta Lloyd dan PT KAI. "Penggunaan PMN dilakukan dan dicatat dalam rekening terpisah," ujar dia.

Ia mengatakan, menteri BUMN harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Komisi VI DPR RI.

BUMN penerima PMN harus menerapkan Good Corporate Governance (GCG).

Politikus PAN tersebut menyatakan, Komisi VI akan melakukan pengawasan secara ketat atas penggunaan PMN agar sesuai dengan rencana bisnis yang diajukan pada Komisi VI. BUMN penerima PMN juga harus mengutamakan produk dalam negeri, tenaga kerja lokal, dan sinergi BUMN.

"PMN pada PT KAI tidak digunakan untuk membayar utang selain utang proyek LRT," tegas dia.

PT KAI juga diminta agar tetap memprioritaskan pembangunan kereta di Sumatra. Terakhir, Komisi VI DPR RI meminta kepada BPK untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap SLA tahun 1993 PT Djakarta Lloyd.

Anggaran PMN untuk dua BUMN tersebut sebelumnya ditahan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR RI untuk disahkan dalam RAPBN-P 2017. Sebab, pemerintah memasukkan anggaran PMN tersebut dalam RAPBN-P 2017 tanpa meminta persetujuan Komisi VI.

Ketua Banggar Azis Syamsudin mengatakan, masih belum menerima surat kesepakatan antara Komisi VI dan DPR tersebut. Ia menjelaskan, pembahasan anggaran PMN sementara ditarik karena belum ada kesepakatan Komisi VI dengan pemerintah. "Suratnya belum saya terima, tapi saya sudah tahu kalau sudah disetujui," jelas Azis.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan dua BUMN mendapat PMN pada RAPBN-P 2017, yaitu kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero dan PT Djakarta Lloyd (Persero).

Ia menjelaskan, PMN tunai kepada KAI akan digunakan untuk menunjang kemampuan dalam melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana LRT Jabodebek.

"Ini sudah dibahas dengan Menko Maritim Luhut Panjaitan yang menargetkan LRT Jabodebek selesai 2018," kata Sri.

Namun lanjutnya, karena keterbatasan belanja negara maka dilakukan kombinasi antara PMN KAI dengan belanja Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan penyelesaian LRT.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, proyek pembangunan LRT membutuhkan tambahan dana antara Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. Tambahan ini terkait penggunaan teknologi yang digunakan, sehingga berdampak pada anggaran.

Budi mengatakan, ada sedikit tambahan dana yang dibutuhkan, tapi tidak melampaui angka sebelum anggaran tersebut dievaluasi. Sebelumnya, pemerintah menetapkan adanya efisiensi dari pembangunan LRT. Semula, dana yang dibutuhkan membangun proyek LRT sekitar Rp 23 triliun, tapi setelah adanya evaluasi menjadi sekitar Rp 21,7 triliun.

Namun, dalam pengerjaannnya membutuhkan beberapa perubahan. Salah satunya karena persoalan persinyalan yang membuat adanya penambahan dana. "Mengenai persinyalan ada dua macam, ada yang fixed block dan ada yang moving block," kata Budi.

Budi mengatakan dengan menggunakan teknologi moving block maka bisa mendekati 500 ribu penumpang per harinya. Sementara fixed block hanya bisa menampung 275 ribu penumpang saja. Atas dasar itu kementerian pun menyetujui penggunaan moving block dengan catatan penambahan biaya.

Rahayu Subekti/Ichsan Emrald Alamsyah/ Eko Supriyadi

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini