Pandemi Covid-19 telah merevolusi
sebagian besar sistem yang telah terbangun bertahun-tahun lamanya di berbagai
aspek kehidupan mulai dari kesehatan, sosial, ekonomi, pendidikan hingga budaya.
Pelayanan publik pun tidak bebas dari pengaruh Covid-19. Besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 membuat keadaan pada fase pemulihan hampir dipastikan tidak dapat kembali seperti sebelum
Covid-19 mewabah.
Memprediksi secara akurat apa yang akan
terjadi di masa depan memang tidak mungkin. Tetapi paling tidak kita dapat mulai
memikirkan langkah-langkah konstruktif dalam memasuki tatanan normal baru dengan
mempertimbangkan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa yang terjadi sejak
kasus Covid-19 pertama kali dilaporkan di Indonesia serta perubahan perilaku yang
terjadi pada pengguna jasa maupun pegawai DJKN.
Perubahan Signifikan karena Covid-19
Dalam pengamatan penulis, beberapa
perubahan mendasar sebagai respon atas pandemi Covid-19 dalam konteks birokrasi
secara umum dan pelayanan publik yang diselenggarakan DJKN adalah sebagai
berikut:
1.
Sistem
kerja fleksibel
Konsep bekerja fleksibel (flexible working
arrangement) di lingkungan birokrasi sejatinya sudah dirumuskan
sejak tahun 2019, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Kementerian
Keuangan sendiri sudah merumuskan konsep flexible working arrangement
sebagai bagian dari program Transformasi Digital Kementerian Keuangan.
Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang memiliki fungsi
perumusan kebijakan serta koordinasi dan pelaksanaan kebijakan di bidang
reformasi birokrasi juga telah mewacanakan flexible working arrangement sejak
bulan Agustus tahun 2019[1]. Dan pada
awal Januari 2020, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi Kementerian pertama yang mengujicoba
konsep bekerja fleksibel dengan konsep yang disebut dengan Integrated Digital Workplace[2].
Seakan menjadi akselerator implementasi flexible
working arrangement, pandemi Covid-19 “memaksa” Aparatur Sipil Negara
(ASN), termasuk ASN Kementerian Keuangan, untuk menerapkan sistem bekerja dari
rumah (work from home/WFH) hanya dalam kurun waktu 14 hari sejak
kasus Covid-19 pertama diumumkan di Indonesia. Melihat dari upaya yang telah
dibangun sejak tahun 2019, ditambah lagi dengan tingginya tingkat persepsi
pegawai Kementerian Keuangan atas efektivitas WFH (sebesar 73%[3]), WFH maupun
flexible working arrangement menjadi keniscayaan untuk terus diterapkan
dimasa yang akan datang.
2.
Intensitas
komunikasi dan penggunaan teknologi
Komunikasi merupakan kunci keberhasilan
organisasi dalam menghasilkan produk dan layanan yang baik. Ketika dihadapkan
dengan penerapan physical distancing dan WFH, para pegawai memiliki metode masing-masing untuk menjaga kualitas
komunikasi meskipun terkendala jarak. Teknologi informasi komunikasi telah
menjadi bagian utama dari solusi dalam mengatasi keterbatasan jarak dan waktu
selama penerapan physical distancing dan implementasi bekerja dari
rumah. Hal ini terlihat dari pergeseran perilaku masyarakat selama masa pandemi
Covid-19.
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh
Google pada tanggal 29 Mei 2020, terjadi penurunan tren pergerakan/mobilitas
masyarakat menuju tempat kerja sebesar 35%[4]. Namun di
sisi lain, salah satu operator telekomunikasi di Indonesia mencatat kenaikan
trafik jaringan dan layanan komunikasi berbasis broadband sebesar 16%
yang didominasi oleh penggunaan aplikasi e-learning dan meeting conference[5]. Kondisi ini
menunjukan adanya kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi pandemi
Covid-19 sekaligus berupaya untuk tetap produktif dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Perlu digarisbawahi bahwa perubahan di
atas tidak sekedar berubahnya tempat dan jam kerja tetapi lebih mendasar lagi,
pandemi Covid-19 mengubah jenis pekerjaan apa yang dapat dilakukan dan
bagaimana pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tantangan utama yang perlu
dikelola bukan terletak pada aspek teknologi maupun konektivitas melainkan culture
shock[6]
sebagai akibat dari cepatnya perubahan itu terjadi.
Organisasi yang Agile dan Adaptif
Untuk menyesuaikan diri dengan sistem
kerja dalam tatanan normal baru produktif dan aman Covid-19, Kementerian
Keuangan telah mengimplementasikan sistem kerja pada masa transisi tatanan
normal baru berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor 22/MK.1/2020
tentang Sistem Kerja Kementerian Keuangan pada Masa Transisi dalam Tatanan
Normal Baru.
Kementerian Keuangan telah
membuktikan bahwa organisasi ini merupakan organisasi yang lincah (agile)
dan adaptif yang salah satunya ditunjukan dengan respon cepat dari jajaran
pegawai terhadap perubahan yang terjadi selama pandemi dan keberlangsungan
layanan di lingkungan Kementerian Keuangan. Namun untuk mempertahankan
kelincahan ini perlu tenaga yang ekstra. Studi yang dilakukan McKinsey terhadap
perilaku dari beberapa organisasi pemerintahan di Amerika Serikat dalam masa
krisis menunjukan adanya pola bahwa kelincahan (agility) organisasi-organisasi
tersebut melesat segera setelah krisis terjadi namun cenderung berkurang
seiring berjalannya waktu[7]. Masih
menurut studi tersebut, untuk dapat bertahan dan berkembang, organisasi perlu
memiliki karakter dinamis sekaligus stabil. Dan untuk memperoleh karakter itu, ada
4 area yang perlu diperkuat yaitu strategi, struktur, proses, dan sumber daya
manusia. Tanpa bermaksud mengecilkan 3 area lain, artikel ini hanya akan
membahas area sumber daya manusia. Karena pada akhirnya, manusialah yang
menyelesaikan misi terlepas dari strategi, struktur, dan proses yang ditetapkan.
Kompetensi dalam Tatanan Normal Baru : Sebuah Opini
Untuk dapat menjadi sebuah organisasi
yang terus lincah dalam merespon perubahan, DJKN perlu mendorong jajaran
pegawainya untuk menyesuaikan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan situasi
yang sedang berlangsung. Dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi sebagaimana
telah dibahas di atas, kompetensi minimal yang dibutuhkan untuk tetap produktif
dalam tatanan normal baru yaitu:
1.
Literasi
data
Literasi data adalah kemampuan untuk
membaca, mengerti, membuat dan berkomunikasi menggunakan data sebagai informasi[8]. Pola
kerja dimana para pegawai bekerja di tempat berbeda dan tidak saling bertatap
muka secara langsung, memerlukan kecakapan komunikasi dan pendelegasian
pekerjaan yang terstruktur dengan baik. Sedapat mungkin para pegawai mengurangi
subjektivitas dalam menyampaikan maupun memahami ide dan gagasan, terutama
dalam aktifitas krusial seperti pembuatan keputusan[9]. Hal itu dapat dicapai jika
seluruh pegawai memiliki literasi data. Literasi data memungkinkan komunikasi yang
terjadi selalu didukung dengan data sehingga terjadi kesamaan persepsi diantara
pegawai.
2.
Kompetensi
yang terkait dengan keterlibatan dengan pengguna layanan (engagement skills)
Pandemi Covid-19 menambah kompleksitas
dalam pemberian layanan kepada para pengguna layanan sehingga komunikasi kepada
pengguna layanan harus dilakukan lebih intensif dan interaktif dibanding
sebelumnya. Di satu sisi birokrasi diuntungkan dengan pesatnya perkembangan teknologi
digital karena memudahkan komunikasi antara masyarakat dan pegawai pemerintah.
Di sisi lain, kemudahan komunikasi meningkatkan harapan publik untuk
mendapatkan respon yang maksimal dari pemerintah. Kondisi ini meningkatkan urgensi
penguatan kompetensi pegawai pemerintah, selaku duta pemerintah yang berhadapan
secara langsung dengan masyarakat, dalam memberikan informasi dan layanan sehingga
akan berkontribusi positif pada persepsi masyarakat terhadap institusi maupun
layanan pemerintah.
Termasuk dalam kompetensi ini adalah komunikasi
(secara langsung maupun tidak langsung), kompetensi digital (pengoperasian
teknologi, pengelolaan saluran komunikasi, pembuatan konten digital), serta kecerdasan
emosional.
3.
Kemampuan
berinovasi (innovativeness)
Kemampuan berinovasi merupakan kemampuan
dalam menangkap dan menerapkan ide-ide baru. Dalam sebuah studi, Hurley dan
Hult mengungkap bahwa sebuah organisasi yang memiliki kemampuan dalam
berinovasi cenderung berhasil dalam merespon kondisi lingkungannya serta memiliki
daya saing dan performa yang baik. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa tingginya
tingkat inovasi berhubungan dengan seberapa kuat pendidikan dan pengembangan SDM
serta partisipasi pegawai dalam pembuatan keputusan, teraktualisasi dalam
budaya organisasi [10].
Kisah Isaac Newton barangkali relevan dengan
kondisi saat ini. Tahun 1665 -1666 dikenal sebagai periode produktif dalam
karir Isaac Newton. Dalam kurun waktu tersebut Newton menemukan dan
mengembangkan teori kalkulus, optik dan hukum gravitasi. Seluruh terobosan
besar itu diciptakan Newton di rumahnya. Mirip dengan physical distancing
dalam menyikapi situasi pandemi yang terjadi saat ini, pada waktu itu
Universitas tempat Newton menempuh pendidikan juga ditutup dan seluruh
mahasiswanya diminta kembali ke rumah untuk mencegah penularan wabah pes yang
sedang terjadi di kota London[11].
Melihat kisah di
atas, pandemi Covid-19 selayaknya dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat
pondasi yang diperlukan dalam menghasilkan inovasi dalam pelayanan publik.
Langkah awal yang bisa dilakukan untuk mengasah keinovatifan adalah dengan
mempelajari teknologi dan literatur terbaru serta aktif berdiskusi dengan rekan
kerja terkait permasalahan seputar pekerjaan.
Menjaga Momentum
Momentum perubahan yang dibawa oleh pandemi Covid-19 perlu dikelola
dengan bijak. Akselarasi implementasi flexible working arrangement dan peningkatan penggunaan e-learning
di Kementerian Keuangan menjadi contoh baik bagaimana jika suatu peristiwa
dilihat dari sudut pandang positif. Bisa dibayangkan berapa efisiensi biaya
yang dihasilkan dari penggunaan e-learning dibandingkan metode belajar
konvensional. Belum lagi penghematan energi akibat implementasi work from
home.
Berkaca dari pandemi ini, seluruh pegawai DJKN perlu jeli melihat
peluang-peluang yang dapat dimaksimalkan untuk tetap produktif di tengah
pandemi Covid-19 maupun dari krisis lainnya yang mungkin saja terjadi esok hari.
Adaptasi mutlak diperlukan. Langkah kecil yang bisa dimulai di level individu
adalah dengan menyesuaikan kompetensi yang dibutuhkan pada situasi saat ini. Sebagai
pegawai Kementerian Keuangan, kesempatan untuk terus meningkatkan kompetensi
terbuka lebar. Kementerian Keuangan melalui BPPK telah menyiapkan berbagai
modul e-learning yang lebih beragam dan aspiratif yang dapat diakses
kapan saja dan dimana saja. Berbagai platform
pembelajaran daring pun juga tersedia dengan materi yang lebih beragam. Krisis
bisa datang kapan saja dan pada akhirnya kesiapan kitalah yang menentukan mampu
tidaknya organisasi kita bangkit dari krisis. Pandemi bisa dilihat dari dua
sisi. Kalau kita bisa belajar darinya, akan selalu ada manfaat yang bisa kita
petik di dalamnya.
(Penulis : Samson Gumilang
Manalu / Pegawai KPKNL Yogyakarta)
[1] Badan Kepegawaian Negara, “Beberapa Hal Perlu Dipersiapkan sebelum
Terapkan Flexible Working Arrangement pada PNS”, diakses dari https://www.bkn.go.id/berita/beberapa-hal-perlu-dipersiapkan-sebelum-terapkan-flexible-working-arrangement-pada-pns, pada tanggal 4 Juni 2020
[2] Bappenas, “Presiden Jokowi Apresiasi Implementasi Integrated Digital
Workplace Di Bappenas”, diakses dari https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/presiden-jokowi-apresiasi-implementasi-integrated-digital-workplace-di-bappenas/, pada tanggal 4 Juni 2020
[3] Sudarto, “The New Normal to Accelerate Digital Future” (Bincang Transformasi,
Jakarta, 18 Mei 2020).
[4] Google, “Laporan Mobilitas Masyarakat Selama Pandemi COVID-19”, Google,
diakses dari https://www.google.com/covid19/mobility/, pada tanggal 8 Juni 2020
[5] Telkomsel, “Trafik Jaringan dan Layanan Komunikasi Berbasis Broadband
Pelanggan Telkomsel Meningkat Hingga 16%”, Telkomsel, diakses dari https://www.telkomsel.com/about-us/news/trafik-jaringan-dan-layanan-komunikasi-berbasis-broadband-pelanggan-telkomsel, pada tanggal 3 Juni 2020
[6] Mike Walsh, “The Key to Building a
Successful Remote Organization? Data”, Harvard Business Review , diakses dari https://hbr.org/2020/05/the-key-to-building-a-successful-remote-organization-data pada tanggal 8 Juni 2020
[7] John Dowdy, Kirk Rieckhoff, and J. R.
Maxwell, “How the public sector can remain agile beyond times of crisis”,
McKinsey & Company, diakses dari https://www.mckinsey.com/industries/public-sector/our-insights/how-the-public-sector-can-remain-agile-beyond-times-of-crisis pada tanggal 8 Juni 2020.
[8] IYKRA, “Ask The Expert: Data Literacy”, Medium, diakses dari https://medium.com/@iykra/ask-the-expert-data-literacy-b4afc5c23763, pada tanggal 4 Juni 2020.
[9] Mike Walsh, op. cit.
[10] Hurley, R.F. & Hult,
G.T.M. (1998). “Innovation, Market Orientation, and Organizational Learning: An
Integration and Empirical Examination”, Journal of Marketing, 62 (3): 42-54.
[11] Shierine
Wangsa Wibawa, "Penemuan yang Mengubah Dunia: Teori Gravitasi, Muncul Saat
Newton Kerja dari Rumah", Kompas, diakses dari https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/24/130400023/
penemuan-yang-mengubah-dunia--teori-gravitasi-muncul-saat-newton-kerja?page=all#page2, pada
tanggal 11 Juni 2020.