Bahwa dengan meningkatnya
pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan
penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang
kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkentingan,
yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Semenjak berlakunya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria 9 (UUPA) sampai
dengan saat ini, ketentuan-ketentuan lengkap mengenai hak tanggungan sebagai
lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut
benda-benda yang berkaitan degan tanah sudah terbentuk yakni Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah.
Hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tententu terhadap kreditur-kreditur
lain.
Bahwa dekade sekarang ini
banyak terjadi kredit macet yang ada pada bank, baik itu bank konvensional
maupun bank perkreditan rakyat, dan pihak bank sudah melakukan penagihan dengan
berbagai cara baik secara persuasif maupun secara hukum agar para nasabah
segera dapat menyelesaikan kewajiban hutangnya, namun tidak membuahkan hasil. Pada
akhirnya berimbas pada permohonan lelang yang tidak terbendung lagi yang diajukan
oleh bank-bank kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk
dilakukan lelang, dengan maksud agar kredit yang telah dikucurkan oleh bank
kepada nasabah dapat cepat kembali.
Pada kenyataannya, lelang yang
diajukan oleh bank kepada KPKNL, objek lelang merupakan tanah dan atau beserta
bangunan yang berdiri diatasnya. Umumnya peserta lelang tertarik
mengikuti/menjadi peserta lelang karena barang berupa tanah dan bangunan objek
lelang tersebut dijual secara lelang dengan harga yang terlalu murah. Peserta
lelang tidak pernah melakukan pengecekan ke lokasi terhadap objek lelang maupun
minta informasi kepada bank selaku Pemohon Lelang, ataupun kepada KPKNL terkait
dengan status tanah objek lelang, apakah tanah tersebut status tanahnya sebagai
tanah pekarangan ataukah sebagai tanah sawah (Pertanian). Karena sebelumnya para
peserta lelang tidak melakukan pengecekan status terhadap tanah objek lelang, setelah
peserta lelang ditunjuk atau disahkan sebagai pembeli lelang, dan pembeli
lelang mengajukan proses balik nama ke kantor pertanahan, akan tetapi di kantor
pertanahan mereka mengalami hambatan tidak dapat memproses balik nama. Kantor
pertanahan beralasan pembeli lelang tidak berdomisili dimana letak tanah objek
lelang (tanah sawah) tersebut berada, sehingga permohonan balik namanya ditolak
oleh kantor pertanahan.
Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian, dalam Pasal 3d ditegaskan, bahwa semua bentuk pemindahan hak atas
tanah pertanian yang mengakibatkan penerimaan hak memiliki tanah secara absentee dilarang. Dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 3d tersebut, dapat diartikan meskipun perolehan hak kepemilikan atas
tanah pertanian (objek lelang) tersebut berasal dari pembelian lelang, maka pembeli
lelang harus berdomisili dimana letak tanah sawah objek lelang (tanah
pertanian) tersebut berada.
Kemudian
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 mengenai syarat peserta
lelang pada Pasal 34 ayat (1), dinyatakan bahwa peserta lelang harus
menyetorkan uang jaminan penawaran lelang dan ayat berikutnya, di nyatakan
bahwa Peserta lelang harus menunjukkan NPWP, serta pada Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada Pasal 107 menjelaskan :
(1) Atas
permintaan Kepala Kantor Lelang, Kepala Kantor Pertanahan memberikan keterangan
mengenai tanah yang akan dilelang dengan menerbitkan Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah;
(2) Kepala
Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima)) hari kerja setelah
diterimanya permintaan yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data
yuridis mengenai tanah tersebut yang tercatat daklam daftar umum di Kantor
Pertanahan;
(3) Dalam
hal data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan belum tercacat di
Kantor Pertanahan di dalam Surat Keterangan Pendafataran Tanah disebutkan bahwa
tanah tersebut belum terdaftar;
(4) Untuk
penerbitan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak perlu
dilakukan pemeriksaan tanah, kecuali untuk tanah yang belum terdaftar;
(5)
Keputusan
mengenai dilanjutkkannya pelelangan setelah mengetahui data pendaftaran tanah
mengenai bidang tanah yang bersangkutan diambil oleh Kepala Kantor Lelang;
Pasal 108
(1) Permohonan
pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui rekening diajukan oleh pembeli
lelang atau kuasanya dengan melampirkan :
a.
kutipan risalah lelang yang bersangkutan
b. 1) Sertipikat Hak Milik atas satuan rumah
susun atau hak atas tanah yang telah terdaftar, atau dalam hak sertipikat
dimaksud tidak dapat diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, keterangan
Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat
dimaksud.
2) Surat-surat bukti kepemilikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 mengenai tanah yang belum terdaftar.
a. bukti identitas pembeli lelang;
b. bukti pelunasan harga pembelian;
c. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
dimaksud
dalam undang-undang nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
d. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor
48 Tahun 1994 dan PP Nomor 27 Tahun 1996.
Persoalannya bagaimana dalam
pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT bagi pembeli lelang yang sudah
terlanjur ditunjuk sebagai pembeli lelang, ternyata pembeli lelang tersebut
tidak berdomisili dimana letak tanah sawah objek lelang tersebut berada. Dan
bagaimana upaya hukum bagi pembeli lelang yang mengalami kendala dalam proses
balik nama di kantor pertanahan karena terbentur pada ketentuan Pasal 3 d
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964, yang mana mewajibkan semua bentuk
pemindahan hak atas tanah pertanian yang mengakibatkan penerimaan hak memiliki
tanah secara absentee dilarang.
Dalam pelaksanaan lelang
eksekusi Pasal 6 UUHT dilakukan melalui internet
atau e-Auction, persyaratan peserta
lelang tidak dijelaskan secara detail sedemikian rupa sehingga nantinya bagi
peserta lelang agar tidak terjebak terkait dengan ketentuan Pasal 3 d Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964. Yang berakibat setelah peserta lelang ditunjuk
sebagai pembeli lelang mengalami hambatan dalam proses balik nama atas objek lelang.
Dari uraian-uraian diatas dapat
ditarik kesimpulan, bahwa pada umumnya pembeli lelang tidak paham dan tidak mengetahui
adanya ketentuan Pasal 3 d Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tersebut.
Maka untuk meminimalisir bagi pembeli lelang agar nantinya tidak mengalami
kesulitan atau terhambat dalam proses
balik nama di kantor pertanahan, apabila objek lelang tersebut berupa tanah
dengan status sawah pertanian, sebaiknya
dalam Pengumuman Lelang disebutkan atau dicantumkan secara tegas syarat peserta
lelang harus beralamat sesuai dengan kartu tanda penduduk berdomisili diwilayah
dimana letak tanah objek lelang (tanah pertanian) tersebut berada. Dan seyogyanya
dalam pengumuman lelang untuk dipertegas lagi khususnya barang yang lelang
adalah tanah sawah (Pertanian), harus disebutkan mengenai status tanahnya, dengan
maksud agar nantinya pembeli lelang dalam proses balik nama atas objek lelang
tidak berbenturan dengan ketentuan Pasal 3 d Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1964 dimaksud. (Penulis: Sarjana/Jogja)
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Daftar Pustaka :
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964
tentang Perubahan dan Tambahan PP Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian dan Pemberian ganti Kerugian;
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Administrasi Kependudukan.