Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Surakarta > Artikel
Mari Hidupkan Lagi Jiwa ‘Asli’ Nusantara Kita
Aji Dwi Nanda
Jum'at, 23 Juni 2023   |   8932 kali

Lagu Nenek Moyangku (baca: Nenek Moyangku Seorang Pelaut) bukanlah hanya isapan jempol belaka. Sehingga, penulis yakin bahwa berpola pikir bahwa Bangsa Nusantara adalah negeri yang lemah hanya dengan melihat dengan kacamata kolonialisme sejak abad ke 19 masehi (semenjak penjajahan Kerajaan Belanda di tanah Nusantara) adalah sebuah cara pandang yang sangat amat keliru dan salah kaprah. Indonesia (zaman dahulu belum ada yang namanya Indonesia, yang ada adalah kerajaan-kerajaan di Nusantara, tapi kita sebut saja Indonesia agar pembaca tidak bingung), bukan seperti yang digambarkan dalam narasi-narasi sejarah yang sebenarnya kurang tepat, contoh, hanya menggunakan bambu runcing dalam berperang, fasilitas dan ekonominya tertinggal dibanding wilayah-wilayah sekitarnya, primitif dan belum pernah berinteraksi dengan bangsa manapun, intoleran terhadap budaya lain, hingga ada yang mengatakan bahwa Bangsa Nusantara itu dari dulunya ya memang tertinggal secara segi apapun. Itu semua keliru dan penulis akan menjelaskan secara faktual sejarah, sekaligus pelajaran yang relevan untuk Bangsa Indonesia zaman sekarang yang dapat kita pelajari.

Jika pembaca suka membaca tentang sejarah kemaritiman, pembaca akan menemukan ada sebuah istilah ‘Jung’. Jung dalam bahasa Jawa Kuno berarti perahu. Zaman dahulu, kapal-kapal dagang yang dipakai oleh para pedagang dan penjelajah dari Nusantara dinamakan dengan Jung. Pada kenyataannya, Jung bukanlah ‘perahu’ seperti arti namanya, melainkan adalah kapal-kapal dagang dan perang raksasa yang telah menancapkan jangkarnnya pada daratan Mesir, Afrika bagian Selatan, timur tengah, India, hingga China, sejak ratusan bahkan ribuan tahun sebelum masehi. Bahkan, para penjelajah dari Eropa (Portugis), yang baru saja menjelajahi samudera pada abad ke 15 masehi, kaget ketika mereka mendarat di Afrika bagian selatan (Tanjung Harapan). Orang-orang yang berada dan menetap di wilayah itu adalah orang-orang yang berasal dari Nusantara, khususnya Pulau Jawa, dan mereka telah menetap di wilayah itu sejak ratusan tahun sebelum penjelajah Portugis datang ke wilayah Afrika. Jiwa kemaritiman di Nusantara telah dimulai bahkan jauh sebelum era lahirnya Kerajaan Hindu pertama di Nusantara pada tahun 300 an masehi (pembaca mungkin masih ingat dengan materi sejarah tingkat SMP ini). Sebagai penguat, Claudius Ptolomeus (w.170), seorang geografer paling terkenal asal Romawi Kuno pernah menulis catatan yang ia lihat saat ia hidup, bahwa banyak kapal dagang raksasa yang terbuat dari kayu yang kuat yang berasal dari wilayah Kolandiaphonta (sebutan untuk Sumatera Jawa, karena 2 pulau tersebut dulunya masih 1 pulau sebelum terpisah karena letusan gunung api pada tahun 416 masehi). Ditambah lagi, ada sebuah catatan China Kuno yang ditulis oleh Wan Chen pada abad ke 3 masehi, yang berjudul ‘Hal-Hal Aneh dari Selatan’, yang berisi catatan tentang kapal raksasa dari kayu yang kuat yang dapat membawa hingga 10.000 kargo, dan kapal itu berasal dari Kun Lun Po (Sumatera Jawa).

Sejalan dengan kemaritiman itu, Bangsa Nusantara adalah (secara otomatis) bangsa pedagang dan inovator. Bagaimana tidak, Bangsa Nusantara telah melakukan perdagangan ke China hingga Mesir sedemikian sehingga, di zaman ketika belum ada sebuah bangsa yang berani membuat kapal dan mengarungi samudera, Bangsa Nusantara telah menjadi bangsa yang sangat kaya dan makmur karena perdagangan dan inovasi. Bahkan, ketika masa keemasan zaman pengarungan samudera oleh Bangsa Nusantara (dari abad awal masehi hingga zaman Majapahit), dikatakan bahwa seluruh jenis rempah-rempah dari Asia dapat ditemukan di Nusantara, khususnya di Jawa. Terlebih lagi, ketika orang-orang China dan India mulai memiliki kesadaran untuk pergi berlayar (kurang lebih pada abad ke 14 masehi) karena merasa termotivasi oleh Bangsa Nusantara, mereka menggunakan kapal-kapal yang dibuat oleh orang-orang Nusantara (baca: menumpang) untuk bepergian dari China ke India dan dari India ke China. Hal tersebut dikarenakan India dan China bahkan belum bisa membuat kapal yang terakreditasi ANAS (baca: antar negeri, antar samudera). Bukan hanya berdagang, ternyata Bangsa Nusantara juga adalah bangsa pertama yang membuka jasa travel antar negeri. Mirip dengan itu, ketika penjelajah Portugis pertama kali sampai di Nusantara, mereka merasa luar biasa kerdil ketika membandingkan kapal mereka dengan kapal Jung. Kemudian, mereka dengan nekat mencoba menyerang Jung dengan meriam-meriam terbaik asal Eropa. Jung, yang memiliki 4 lapis kayu yang terbuat dari jati dalam desain kapalnya, bahkan 1 lapisnya saja (lapisan terluar) tidak dapat ditembus oleh meriam-meriam tersebut. Akhirnya, pelaut-pelaut Portugis belajar cara membuat kapal Jung, sekaligus membawa dan menyewa sekitar 60 arsitek kapal dari Jawa untuk membuat kapal Jung bagi Kerajaan Portugis.

Terakhir, dan ini adalah bukti bagaimana maju dan terbukanya Bangsa Nusantara, yaitu toleransi. Toleransi yang penulis maksud mencakup seluruh hal, yaitu agama, ras, hingga suku. Contoh pertama adalah banyaknya gelombang migrasi dari daratan Tiongkok ke Nusantara. Penulis menganalisa bahwa migrasi-migrasi tersebut adalah dikarenakan Nusantara adalah pusat perdagangan dan peradaban dunia, dan juga adalah bangsa yang sangat toleran. Contoh kedua adalah variasi agama. Kita semua tahu bahwa agama di Nusantara sangat variatif jika kita telusur sejak ribuan tahun lalu hingga sekarang. Berawal dari ajaran Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan, Aluk Todolo, dan lain-lain yang merupakan agama asli Nusantara, hingga masuknya Hindu dan Budha dari kebudayaan India, Islam dari pendatang-pendatang Arab, lalu Kristen dan Katolik dari negara-negara Eropa. Semua agama tersebut diterima dengan sangat baik dan dijalankan dengan fleksibel di Nusantara. Contoh ketiga adalah terbuka dan menerima satu sama lain. Menurut data yang penulis temukan, bahwa tidak pernah ada perang (sebelum masa penjajahan oleh Bangsa Eropa di Nusantara) yang terjadi karena alasan agama atau ras di Nusantara. Apabila ada perang (seperti paregreg, bubat, dan lain-lain), maka penyebabnya adalah murni politik atau ekonomi. Secara sederhananya, bahkan kerajaan pertama yang diserang oleh Majapahit saat ingin merealisasikan sumpah palapa (sumpah untuk menguasai seluruh Nusantara) adalah Kerajaan Bali (yang notabene sama-sama kerajaan Hindu dan memiliki ras yang sama dan jenis suku yang mirip), bukan Kerajaan Sunda-Galuh (yang memiliki jenis suku yang notabene berbeda dengan Majapahit), Kesultanan Samudra Pasai, atau Kesultanan Ternate (yang bercorak Islam dan memiliki suku dan ras yang sangat berbeda dengan Majapahit). Pun mungkin pembaca sudah mengetahui bahwa banyak tokoh dari kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti Raden Patah misalnya, dan juga beberapa wali dari Walisongo yang adalah keturunan Tionghoa atau Arab.

Apabila pembaca merasa tertegun dengan fakta-fakta sejarah di atas, maka sudah sepantasnya kita berkaca dan meneladani apa yang nenek moyang Nusantara kita telah goreskan sebagai tinta emas peradaban. Bahkan, penulis dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa Bangsa Nusantara adalah bangsa pertama yang melakukan penjelajahan samudera, juga bangsa pertama yang melakukan aktivitas ekspor-impor, sekaligus bangsa yang paling toleran di dunia sepanjang sejarah. Sehingga, dari jiwa kemaritimannya, kita dapat meneladani jiwa keberanian dan kepercaya diri sebagai pioneer. Dari jiwa dagang dan inovatornya, kita dapat meneladani jiwa kreatifitas. Dan dari jiwa menerima semua orang, terlepas dari apa latar belakang mereka, kita dapat meneladani jiwa toleransi dan menghargai sesama. Penulis percaya, bahwa bukan tidak mungkin Bangsa Indonesia dapat meneladani atau bahkan mengulang kegemilangan peradaban nenek moyang kita dahulu, semoga. (Penulis: Arfiah Nurul Fajarini)

 

Daftar Pustaka:

https://acehprov.go.id/berita/kategori/jelajah/kerajaan-samudera-pasai

https://daerah.sindonews.com/read/635407/29/kehebatan-jung-jawa-kapal-induk-kerajaan-majapahit-yang-menyerang-portugis-1640099549/40

https://en.wikipedia.org/wiki/Budha#:~:text=Budha appears as a deity,Pururavas, by his spouse Ila.

https://en.wikipedia.org/wiki/Ptolemy

https://historia.id/kuno/articles/majapahit-menaklukkan-bali-DbeEG/page/2

https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/1500/jong-sang-gargantua-dari-laut-jawa?lang=1

https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/artikel/rempah-nusantara-atribut-sejarah-dan-harapan-masa-depan

https://koran-jakarta.com/jung-jawa-kapal-raksasa-yang-punah

https://mojokerto.inews.id/read/182980/ini-alasan-demak-serang-majapahit/2

https://nasional.okezone.com/read/2021/04/27/337/2401284/jung-jawa-berlayar-sampai-tanjung-harapan-menyerang-portugis-di-malaka

https://nationalgeographic.grid.id/read/132482851/jung-jawa-kapal-raksasa-penguasa-lautan-nusantara-yang-telah-hilang?page=all

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Djong_(kapal)

https://palembang.tribunnews.com/2022/10/27/mengenal-jung-javakapal-induk-zaman-kerajaan-majapahit-muat-800-prajurit-serang-armada-portugis

https://regional.kompas.com/read/2021/04/02/130300278/jung-jawa-kapal-raksasa-penguasa-lautan-nusantara-ada-sejak-abad-ke-8-kini?page=all

https://regional.kompas.com/read/2022/01/19/181143778/sumpah-palapa-isi-sebab-diucapkan-dan-munculnya-kata-nusantara?page=all

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/05/24/jung-jawa-kapal-raksasa-legendaris-yang-serang-portugis-di-malaka

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/18/143115579/kerajaan-kutai-masa-kejayaan-silsilah-raja-dan-peninggalan?page=all

https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/16/130000279/kerajaan-ternate-sejarah-letak-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all

https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/10/120000979/hubungan-antara-kerajaan-demak-dan-majapahit?page=all

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini