Dalam mengelola Barang Milik Negara
(BMN) tentu tidak terlepas dari pembicaraan mengenai keuangan negara. Berdasarkan
UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, lingkup keuangan negara salah satunya
mengatur mengenai kekayaan negara. Kekayaan negara dapat diartikan sebagai
semua bentuk kekayaan hayati dan non hayati berupa benda berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dikuasai dan/atau dimiliki
negara. Dengan demikian Barang Milk Negara merupakan bagian dari kekayaan
negara. Berdasarkan PP 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
definisi Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. Selain itu diatur pula
mengenai jabatan terkait pengelolaan BMN yang terdiri atas Pengelola Barang dan
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
adalah Pengelola Barang yang secara operasional dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga memiliki
kewenangan dan tanggungjawab selaku Pengguna Barang yang dapat mendelegasikan
kewenangannya kepada Kuasa Pengguna Barang. Berdasarkan revaluasi/penilaian
kembali BMN oleh DJKN yang dilakukan sejak tahun 2017 dan setelah selesai
dilakukan audit oleh BPK baru baru ini, diketahui nilai aktiva atau aset negara
secara keseluruhan mencapai Rp10.467,53 triliun, yang berarti aset negara meningkat
sekitar Rp 4000 triliun dari sebelumnya yang berjumlah Rp6.325,28 triliun. Adapun
untuk aset tetap mencapai Rp5.949,59 triliun, angka ini meningkat dibanding
laporan keuangan tahun sebelumnya sebesar Rp1.931 triliun.
Barang Milik Negara ini mesti kita
kelola dengan baik, harus bisa digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Sekilas
mungkin terdengar mirip antara penggunaan dan pemanfaatan BMN namun sebenanya
memiliki makna yang berbeda. Penggunaan BMN adalah kegiatan yang dilakukan oleh
Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Sedangkan pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau
optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sudah seharusnya
setiap BMN yang dibeli atas beban APBN dapat memberikan kontribusi maksimal
bagi pembangunan nasional, namun di dalam praktek seringkali kita jumpai tanah,
gedung, bangunan, rumah negara yang tidak terawat sehingga tidak berfungsi dan
memberikan kemanfaatan sebagaimana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan beberap faktor seperti usia aset, bencana
alam, perubahan kebutuhan organisasi dsb. Merespon hal tersebut telah terbit Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN Yang
Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga. Melalui
PMK tersebut diharapkan treatment terhadap
BMN idle menjadi lebih komprehensif
dan terarah. Selain itu dibutuhkan pula peran serta masyarakat untuk ikut
memberikan informasi atas keberadaan BMN idle
kepada Pengelola Barang maupun Pengguna/Kuasa Pengguna Barang. Berdasarkan
informasi dari masyarakat maupun pengawasan dan pemantauan yang dilakukan secara
berkala, Pengelola Barang dan Pengguna Barang berkewajiban untuk segera mengelola BMN idle tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat Bisa dalam bentuk menyerahkan aset untuk digunakan
sebagai kantor bagi instansi lain yang membutuhkan ataupun menjadikan aset
lebih produktif dengan menyewakan kepada pihak lain.
Sewa merupakan salah satu bentuk pemanfaatan
BMN disamping bentuk pemanfaatan lainnya seperti Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan,
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, Kerjasama Penyediaan Infrastruktur ,
dan Kerjasama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur. Sewa bertujuan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas
fungsi dan mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah disamping
tentunya menghasilkan penerimaan bagi negara dari imbalan yang dibayarkan oleh
penyewa. Secara prinsip semua Barang Milik Negara dapat disewakan sepanjang
tidak merugikan negara dan tidak menganggu pelaksanaan tugas operasional suatu
instansi. Penyewaan dapat dilakukan terhadap sebagian maupun keseluruhan BMN
yang ada. Pihak calon penyewa bisa dari
mana saja baik itu perorangan, koperasi maupun badan hukum. Hal ini membuka peluang
bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil dan menengah untuk mengembangkan
usahanya dengan menyewa space BMN
yang ada. Beberapa contoh kegiatan sewa BMN dalam bentuk sewa ruang aula
perkantoran yang dapat digunakan sebagai tempat resepsi perkawinan, sebagian
tanah digunakan untuk pendirian ATM, sewa kantin maupun koperasi. Hal ini merupakan wujud optimalisasi BMN untuk
membantu kegiatan perekonomian dan menambah penerimaan negara bukan pajak. Syarat
untuk mengajukan sewa cukup mudah, calon penyewa mengajukan proposal sewa ke instansi
selaku kuasa pengguna barang, selanjutnya setelah berkas lengkap maka
permohonan sewa diusulkan ke Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang untuk diproses lebih lanjut guna penerbitan
surat persetujuan sewa termasuk penentuan
besaran sewa yang harus dibayarkan sebagai PNBP. Hal ini selaras dengan pesan Menteri Keuangan
saat pencanangan revaluasi BMN di tahun 2017 bahwa aset harus bekerja, aset
tidak boleh hanya diam tersaji dineraca lalu kemudian “tidur”. Aset Harus mampu
memberikan manfaat bagi negara maupun masyarakat. Mari Bersama Kita Jaga Aset Negara!