Suatu putusan hakim menyangkut barang bukti dalam perkara pidana
tidaklah tertutup kemungkinan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya
dikemudian hari. Termasuk timbulnya perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa
dirugikan hak-hak dan kepentingannya atas barang bukti tersebut. Perlawanan
pihak ketiga melalui peradilan perdata merupakan salah satu bentuk perlindungan
hukum bagi pihak ketiga guna memperoleh kembali barang miliknya yang dirampas
berdasarkan putusan pengadilan. Secara Yuridis mengenai perlawanan pihak ketiga
belum diatur secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia.
Dalam permasalahan diatas, penulis membuat identifikasi masalah sesuai dengan fakta di lapangan terhadap Perkara Perlawanan pihak ketiga (Derden Verzet), saat ini ditangani oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Padangsidimpuan. Adapun identifikasi dimaksud terbatas terhadap:
a. mengenai perlawanan pihak ketiga belum diatur
secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia.
b. Bagaimana implementasi dan konsekuensi hukum atas perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap eksekusi putusan perkara pidana menyangkut barang rampasan yang sudah inkracht.
Tentang perlawanan pihak ketiga belum diatur
secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia, namun dalam kasus ini
dapat dihubungkan dengan pasal 195 ayat
(6) H.I.R yang berbunyi “Perlawanan terhadap
keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita
miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya
paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya
terjadi penjalanan keputusan itu.”.
Dan Pasal 206 ayat (6) RBG yang
berbunyi “Perlawanan, juga yang datang dari pihak
ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan
putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan,
diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan
perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim”.
Berdasarkan beberapa ketentuan hukum
tersebut, derden verzet adalah
upaya hukum luar biasa sebagai bentuk perlawanan dari pihak ketiga terhadap
suatu putusan yang merugikan haknya. Derden
verzet juga harus diajukan dan didaftarkan dalam perkara baru
di pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Kemudian, jika
pengajuan derden verzet dikabulkan,
maka putusan yang dilawan harus segera diperbaiki terbatas pada hal yang
merugikan pihak ketiga, kecuali terhadap putusan yang tidak dapat dipecah dan
menghendaki pembatalan putusan secara keseluruhan.
“Pelawan dalam gugatannya menuntut agar
Putusan Pidana yang sudah dijatuhkan dan inkracht dibatalkan atau diperbaiki;”
Dalam
hal berdasarkan putusan pengadilan, Kejaksaan sebagai penuntut umum diberikan kewenangan melaksanakan Pengelolaan barang
rampasan negara dilakukan berdasarkan pendekatan sisi penegakan hukum dan
pengelolaan barang milik negara sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.06/2021
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal dari Barang Rampasan
Negara dan Barang Gratifikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162 Tahun 2023
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.06/2021 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal dari Barang
Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Dari sisi
penegakan hukum, barang rampasan negara merupakan bagian dari pelaksanaan
fungsi eksekutorial dalam rangka menjalankan putusan pengadilan
Dalam menjalankan fungsinya dari sisi penegakan hukum sebagai fungsi eksekutorial dalam rangka menjalankan putusan pengadilan, Kejaksaan harus menerbitkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan, sebagai pelaksanaan putusan terhadap perkara yang sudah inkracht.
Dalam menjalankan
fungsinya dari sisi penegakan hukum sebagai fungsi eksekutorial dalam rangka
menjalankan putusan pengadilan, Kejaksaan mengirimkan Surat Permohonan Lelang
kepada KPKNL tempat beradanya barang rampasan dimaksud.
Sesuai
dengan fakta di lapangan, menunjukkan
bahwa dalam kasus Derden
verzet, hakim perlu mempertimbangkan dengan seksama aspek-aspek
yang terkait dengan pokok perkara, termasuk keterangan saksi dan bukti yang
diajukan oleh pihak yang melakukan perlawanan dan pihak yang menjadi terlawan;
Berdasarkan kasus Derden verzet ini adalah pentingnya Direktorat Hukum dan Humas DJKN untuk menyusun buku pedoman atau petunjuk yang mengatur penanganan perkara Derden verzet agar dapat memberikan panduan yang jelas bagi pegawai DJKN yang ikut menangani perkaraa dalam menangani kasus semacam ini di masa depan. Fakta ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana sistem peradilan Indonesia menangani perlawanan hukum pihak ketiga terhadap putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.