Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
PERLAWANAN PIHAK KETIGA DALAM LAPANGAN HUKUM PERDATA SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM FORMIL PENYELESAIAN PERKARA TERHADAP PUTUSAN PIDANA
Abdul Ali Pulungan
Rabu, 13 Maret 2024   |   127 kali

Suatu putusan hakim menyangkut barang bukti dalam perkara pidana tidaklah tertutup kemungkinan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya dikemudian hari. Termasuk timbulnya perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan hak-hak dan kepentingannya atas barang bukti tersebut. Perlawanan pihak ketiga melalui peradilan perdata merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga guna memperoleh kembali barang miliknya yang dirampas berdasarkan putusan pengadilan. Secara Yuridis mengenai perlawanan pihak ketiga belum diatur secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia.

Dalam permasalahan diatas, penulis membuat identifikasi masalah sesuai dengan fakta di lapangan terhadap Perkara Perlawanan pihak ketiga (Derden Verzet), saat ini ditangani oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Padangsidimpuan. Adapun identifikasi  dimaksud terbatas terhadap:

      a.  mengenai perlawanan pihak ketiga belum diatur secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia.

b.    Bagaimana implementasi dan konsekuensi hukum atas perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap eksekusi putusan perkara pidana menyangkut barang rampasan yang sudah inkracht.

        Tentang perlawanan pihak ketiga belum diatur secara khusus dalam proses peradilan pidana di Indonesia, namun dalam kasus ini dapat dihubungkan dengan pasal 195 ayat (6) H.I.R yang berbunyi “Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.”.

Dan Pasal 206 ayat (6) RBG  yang berbunyiPerlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim”.

Berdasarkan beberapa ketentuan hukum tersebut, derden verzet adalah upaya hukum luar biasa sebagai bentuk perlawanan dari pihak ketiga terhadap suatu putusan yang merugikan haknya. Derden verzet juga harus diajukan dan didaftarkan dalam perkara baru di pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Kemudian, jika pengajuan derden verzet dikabulkan, maka putusan yang dilawan harus segera diperbaiki terbatas pada hal yang merugikan pihak ketiga, kecuali terhadap putusan yang tidak dapat dipecah dan menghendaki pembatalan putusan secara keseluruhan.

 Implementasi dan konsekuensi hukum atas perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap eksekusi putusan perkara pidana menyangkut barang rampasan yang sudah inkracht, berdasarkan Pasal 195 ayat (6) H.I.R dan pasal 206 ayat (6) RBG, antara lain:

“Pelawan dalam gugatannya menuntut agar Putusan Pidana yang sudah dijatuhkan dan inkracht dibatalkan atau diperbaiki;”

Dalam hal berdasarkan putusan pengadilan, Kejaksaan sebagai penuntut umum diberikan kewenangan melaksanakan Pengelolaan barang rampasan negara dilakukan berdasarkan pendekatan sisi penegakan hukum dan pengelolaan barang milik negara sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.06/2021 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162 Tahun 2023 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.06/2021 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Dari sisi penegakan hukum, barang rampasan negara merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi eksekutorial dalam rangka menjalankan putusan pengadilan

 Dalam menjalankan fungsinya dari sisi penegakan hukum sebagai fungsi eksekutorial dalam rangka menjalankan putusan pengadilan, Kejaksaan harus menerbitkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan, sebagai pelaksanaan putusan terhadap perkara yang sudah inkracht.

Dalam menjalankan fungsinya dari sisi penegakan hukum sebagai fungsi eksekutorial dalam rangka menjalankan putusan pengadilan, Kejaksaan mengirimkan Surat Permohonan Lelang kepada KPKNL tempat beradanya barang rampasan dimaksud.

Sesuai dengan fakta di lapangan,  menunjukkan bahwa dalam kasus Derden verzet, hakim perlu mempertimbangkan dengan seksama aspek-aspek yang terkait dengan pokok perkara, termasuk keterangan saksi dan bukti yang diajukan oleh pihak yang melakukan perlawanan dan pihak yang menjadi terlawan;

 Berdasarkan kasus Derden verzet ini adalah pentingnya Direktorat Hukum dan Humas DJKN untuk menyusun buku pedoman atau petunjuk yang mengatur penanganan perkara  Derden verzet agar dapat memberikan panduan yang jelas bagi pegawai DJKN yang ikut menangani perkaraa dalam menangani kasus semacam ini di masa depan. Fakta ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana sistem peradilan Indonesia menangani perlawanan hukum pihak ketiga terhadap putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini