Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Semarang > Artikel
TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI
Nurul Fatmawati
Rabu, 22 Juni 2022   |   77398 kali

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai salah satu Unit Eselon I di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang memiliki beberapa Unit Vertikal Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu tugas pokok dan fungsi di bidang Hukum yaitu menyelesaikan permasalahan hukum di bidang Pengelolaan Kekayaan Negara, bidang Piutang Negara dan bidang Lelang. Permasalahan hukum yang ditangani dimulai dari penerimaan gugatan perdata dari Pengadilan Negeri setempat terbagi menjadi 2 (dua) jenis yakni:

A. Gugatan Perdata Umum

Perkara Perdata Umum merupakan perkara mengenai perselisihan antar kepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan (misalnya: perselisihan tentang p erjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pembagian waris, dan sebagainya).

Penanganan Kasus Perdata tidak selalu harus ke pengadilan, namun dapat dilakukan upaya negosiasi dan mediasi. Jika langkah negosiasi dan mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil, maka demi menyelesaikan perkara,dapat diajukan ke pengadilan negeri setempat.

Adapun perkara perdata umum yang kami tangani diantaranya adalah sebagai berikut :

Kasus Hutang Piutang

Gugatan Wanprestasi

Gugatan Lelang Eksekusi

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Gugatan Sengketa Kerjasama

Permohonan Ganti Nama

Pembetulan Asal Usul Orang

Gugatan Pencemaran Nama Baik dan lain-lain

Jenis-jenis gugatan yang lazim diajukan di Peradilan Umum yaitu gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), menurut M. Yahya Harahap kedua gugatan tersebut memiliki perbedaan prinsip, yaitu:

1. Gugatan wanprestasi (ingkar janji)

Ditinjau dari sumber hukumnya, wanprestasi menurut Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) timbul dari perjanjian (agreement). Oleh karena itu, wanprestasi tidak mungkin timbul tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu diantara para pihak. Hak menuntut ganti kerugian karena wanprestasi timbul dari Pasal 1243 KUH Perdata, yang pada prinsipnya membutuhkan penyataan lalai dengan surat peringatan (somasi). KUH Perdata juga telah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti kerugian yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti kerugian yang dapat dituntut dalam wanprestasi.

2. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, Perbuatan Melawan Hukum timbul karena perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Hak menuntut ganti kerugian karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi Perbuatan Melawan Hukum, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi tersebut. KUH Perdata tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa digugat ganti kerugian yang nyata-nyata diderita dan dapat diperhitungkan (material) dan kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang (immaterial).

Agar Pengugat dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, maka harus dipenuhi unsur-unsur yaitu:

1. Harus ada perbuatan, yang dimaksud perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat;

2. Perbuatan tersebut harus melawan hukum.Istilah Melawan Hukum telah diartikan secara luas, yaitu tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan tetapi juga dapat berupa:

a. Melanggar hak orang lain.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

c. Bertentangan dengan kesusilaan.

d. Bertentangan dengan kepentingan umum.

3. Adanya kesalahan;

4. Ada kerugian, baik materil maupun immaterial;

5. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan ,melawan hukum tersebut dengan kerugian.


B. Gugatan Perdata Khusus

Perkara perdata khusus yaitu perkara perdata yang diatur melalui peraturan perundang-undangan khusus (sesuai tabel).

Penomoran perkara perdata baik dalam berita acara maupun dalam putusan,dibuat secara berurut berdasarkan nomor unit pada buku jurnal. Beberapa catatan khusus dalam pemberian nomor:

perkara verzet terhadap putusan verstek (contoh: Nomor 123/Pdt.G/2010/PN Wat) tidak didaftar sebagai perkara baru, dengan tata urut penomoran sebagai berikut: Nomor 123/Pdt.Plw/2010/PN Wat. 

perkara perlawanan pihak ketiga (derden verzet) didaftarkan sebagai perkara baru, dengan tata urut penomoran sebagai berikut: Nomor 10/Pdt.Bth/2012/PN Wat. 

Gugatan intervensi mengikuti perkara pokok (tidak di daftar dan tidak diberi nomor perkara baru). 

Perkara perdata khusus meliputi: 

1) Permohonan Pernyataan Pailit dan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pailit-PKPU);

2) Hak Kekayaan Intelektual (HKI);

3) Arbitrase (Arbt);

4) Perkara-perkara pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);

5) Perkara-perkara pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);

6) Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI);

7) Perkara Partai Politik (Parpol);

8) Perkara Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Penomoran perkara perdata khusus adalah sebagai berikut nomor (tidak disingkat menjadi No.), spasi, angka, garis miring, jenis perkara (berupa singkatan huruf pertama menggunakan huruf kapital diakhiri dengan titik, diikuti dengan kata “Sus”, tanda hubung, singkatan perkara khusus), garis miring, tahun, garis miring, kode pengadilan yang menyidangkan (PN spasi Singkatan PN).


Khusus pengadilan niaga, kode pengadilannya adalah PN spasi Niaga spasi Singkatan PN. 

1. Nomor 123/Pdt.Sus-Pailit/2010/PN Niaga Smg. 

2. Nomor 123/Pdt.Sus-PKPU/2010/PN Niaga Smg. 

3. Nomor 123/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2010/PN Niaga Smg. 

4. Nomor 123/Pdt.Sus-Renvoi/2010/PN Niaga Smg. 

5. Nomor 123/Pdt.Sus-Homologasi/2010/PN Niaga Smg. 

6. Nomor 123/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2010/PN Niaga Smg. 

7. Nomor 24/Pdt.Sus-HKI/2010/PN Niaga Sby. 

8. Nomor 15/Pdt.Sus-Arbt/2010/PN Niaga Smg. 

9. Nomor 28/Pdt.Sus-KPPU/2010/PN Btm. 

10. Nomor 12/Pdt.Sus-BPSK/2010/PN Plg. 

11. Nomor 1/Pdt.Sus-PHI/2010/PN Bdg. 

12. Nomor 123/Pdt.Sus-Parpol/2010/PN Cbn. 

13. Nomor 12/Pdt.Sus-KIP/2010/PN Yyk.

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.

Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

KOMPETENSI RELATIF (pasal 118 (1) HIR)

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:

Dimana tergugat bertempat tinggal.

Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).

Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri. Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.

Penggugat atau salah satu dari penggugat bertempat tinggal dalam hal:

Pihak tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.

Pihak Tergugat tidak dikenal.

Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak. (Ketentuan HIR dalam hal ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).

Dalam hal ada pilihan domisili secara tetulis dalam akta, jika penggugat menghendaki,di tempat domisili yang dipilih itu. Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang.

(Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus di ajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

  KUASA/WAKIL

Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat- syarat:

1. Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber perkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.

Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.

Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di izinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.

Permohonan banding atau kasasi yang diaju kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersang kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.

Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.

Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:

Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.

Jaksa.

Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang di¬angkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.

   Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditun juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

PERKARA GUGUR

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau ku asanya yang sah datang, maka gugatan digugur kan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gu gatan tersebut sekali lagi dengan membayar  panjar biaya perkara lagi. Apabila telah dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkara nya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

PUTUSAN VERSTEK

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis beru pa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

TANGKISAN/EKSEPSI

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:

Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).

Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).

PENCABUTAN SURAT GUGATAN

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pen cabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diper kenankan, asal diajukan pada hari sidang perta ma dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak terse but. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

PERDAMAIAN

Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan mes kipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR). Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang meng hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkuatan hu kum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-istri harus datang sendiri. Apabila usaha perdamaian berhasil, gugatan harus dicabut. Sehubungan dengan perdamaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian. Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.


PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA

Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat melanjutkan perkara.

BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN

Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibebankan kepada pemohon dan dianggap sebagai per sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasa nya pihak yang dikalahkan.

Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, kecuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim memang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

PENGGABUNGAN PERKARA

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan ada nya putusan-putusan yang saling bertentangan.


Penulis: New Rule Seksi HI KPKNL Semarang


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini