Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak mengikuti Kemenkeu Corpu Open Class (KCOC)
Pengarusutamaan Gender (PUG) yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Keuangan
(BDK) Pontianak, Jumat (22/7).
Kegiatan
yang dilaksanakan secara offline ini diikuti oleh seluruh Pegawai KPKNL
Pontianak baik Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri (PPNPN). Dalam rangka memberikan edukasi PUG kepada pegawai
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BDK Pontianak juga turut mengundang partisipan
dari setiap perwakilan kantor vertikal Kemenkeu di Provinsi Kalimantan Barat.
Kegiatan
KCOC PUG dibuka oleh Marianto, Kepala BDK Pontianak yang mengapresiasi
kehadiran para peserta. “Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sinergi
Kemenkeu-Satu yang juga diinisiasi oleh KPKNL Pontianak. Mengingat pentingnya
mewujudkan PUG dalam pembangunan nasional, maka kita perlu meningkatkan edukasi
dan literasi terkait bagaimana penguatan dan komitmen dalam implementasi PUG”
ujarnya.
Kepala
KPKNL Pontianak Mokhamad Arif Setyawantika mengharapkan partisipasi aktif
peserta KCOC PUG, “Mari mengikuti, menyerap ilmu dan pengetahuan dari kegiatan
KCOC PUG ini agar kebijakan pelaksanaan PUG termasuk Perencanaan dan
Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) dapat tercapai” harapnya.
KCOC
PUG menghadirkan Syarifah Ema Rahmaniah sebagai Narasumber. Dosen pada
Universitas Tanjungpura ini membuka kegiatan dengan menyampaikan betapa
pentingnya inklusivisme sebagai salah satu jalan untuk membangun kesetaraan.
“Meniti kehidupan dengan paham inklusivisme akan mampu mengatasi berbagai
perbedaan pemahaman sehingga kita dapat membangun kesetaraan, persamaan,
kerukunan dan keadilan” ungkapnya.
Saat
ini, kesetaraan gender menjadi persoalan pokok pembangunan. Kesetaraan gender
dapat memperkuat negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan dan memerintah
secara efektif. Namun, dalam upaya mengintegrasikan gender dalam kebijakan publik,
Ema menjelaskan bahwa setiap Kantor harus mampu merumuskan isu strategis gender.
Adapun ciri isu strategis gender, Ema menyebutkan 1) ada ketidakadilan gender,
2) mendesak untuk segera diselesaikan dalam konteks kewilayahan, 3) berefek
domino (kalau diselesaikan berdampak positif pada isu gender lain), 4)
berorientasi pada perubahan sistemik, yakni perubahan relasi/hubungan antara
laki-laki dan perempuan dan 5) ada pengaruh budaya dan kebijakan.
“Gender
harus terintegrasi sebagai satu dimensi integral dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan” tambah Ema. Lebih jauh terkait PPRG, Ema memberikan
penjelasan PPRG sebagai strategi PUG pada siklus perencanaan dan penganggaran baik
di pemerintah pusat maupun daerah. Dalam penyusunan perencanaan program dan
anggaran, Ema menyampaikan pentingnya melakukan Analisis Gender. Adapun prinsip
dasar analisis gender adalah 1) sensitivitas perencanaan terhadap ketimpangan
gender yang ada di masyarakat, 2) komitmen politik di posisi pengambilan
keputusan untuk mengatasi ketimpangan gender, 3) analisis sistem nilai yang
bekerja dalam komunitas tertentu, 4) ketersediaan gender statistik, 5)
melakukan pemilahan antara kebutuhan khusus perempuan terkait dengan peran
sosial reproduksi, kerentanan perempuan, kebutuhan umum yang perlu dirumuskan
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, dan 6) memastikan keterlibatan
perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program
dan kebijakan.
Masih
membahas Analisis Gender, Ema menjelaskan salah satu model analisis yaitu Gender Analysis Pathway (GAP). Terdapat
9 langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan GAP. Langkah tersebut terbagi
dalam 3 tahap yaitu tahap analisis kebijakan yang responsif gender, tahap
formulasi kebijakan yang responsif gender dan tahap pengukuran hasil. Dengan
menggunakan GAP, para perencana dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan
permasalahan gender serta sekaligus menyusun rencana kebijakan/program/kegiatan
pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender
tersebut.