Berita
mengenai kekerasan seksual di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Korbannya
pun tidak memandang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kekerasan
seksual juga tidak hanya terjadi di tempat sepi, faktanya kekerasan seksual
banyak terjadi di ruang publik, seperti di jalan, angkutan umum, sekolah,
kampus, bahkan kantor. Pakaian yang dipakai tidak dapat dijadikan alasan
seseorang menjadi korban kekerasan seksual.
Kemendikbud
mendefinisikan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,
melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang,
karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat
berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan
reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman
dan optimal.
Kekerasan seksual bukan hanya soal seks,
tetapi juga soal kekuasaan dan kontrol. Pelecehan
seksual banyak dilakukan oleh atasan kerja atau rekan senior. Hal ini
menunjukkan adanya relasi kuasa yang kuat dari atasan untuk menekan bawahan,
dan memanfaatkan jabatan serta posisinya untuk melecehkan bawahannya khususnya
perempuan. Perempuan yang dianggap lemah secara posisi mudah dijadikan korban
karena adanya stigma negatif bahwa perempuan yang dilecehkan adalah akibat dari
perempuan itu sendiri dan muncul rasa terancam serta takut akan kehilangan
pekerjaan.
Beberapa bentuk kekerasan
seksual, diantaranya:
1.
Pemerkosaan
Merupakan bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dapat
mengakibatkan hilangnya kesucian seorang wanita.
2.
Intimidasi seksual termasuk ancaman
Merupakan tindakan yang menyerang seksualitas untuk
menimbulkan rasa takut. Ancaman atau percobaan pemerkosaan juga bagian dari
intimidasi seksual.
3.
Pelecehan seksual
Tindakan seksual berupa sentuhan fisik maupun
non-fisik. Dapat berupa siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, gerakan
atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman,
tersinggung, dan direndahkan martabanya.
4.
Eksploitasi seksual
Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,atau
penyalahgunaan kepercayaan,
untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh
keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.
5.
Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim,
memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau
manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang
menguasainya,untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
6.
Prostitusi paksa
Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman
maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks.
7.
Perbudakan seksual
Perbudakan ini mencakup situasidimana perempuan dewasa
atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa
lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.
8.
Pemaksaan perkawinan
Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan
seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari
perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut.
9.
Pemaksaan kehamilan
Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan
maupun ancaman kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki.
Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak
diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya.
10. Pemaksaan aborsi
Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya
tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
11. Pemaksaan kontrasepsi dan
sterilisasi
Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi
dan/atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena
ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum
untuk dapat memberikan persetujuan.
12. Penyiksaan Seksual
Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas
perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual.
13. Penghukuman tidak manusiawi
dan bernuansa seksual
Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan,
ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam
penyiksaan. Ia termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan
atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma
kesusilaan.
14. Praktik tradisi bernuansa
seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
Kebiasaan masyarakat , kadang ditopang dengan alasan
agama dan/atau budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera
secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat
pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang
merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
15. Kontrol seksual
Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan
maupun ancaman kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam
atau memaksakan perempuan untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang
dianggap pantas bagi “perempuan baik-baik’.
Kekerasan
seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan
terhadap perempuan lainnya. Lebih parah lagi korban kekerasan seksual sering
disalahkan sebagai penyebab terjadinya hal tersebut. Hal ini membuat korban
sering kali bungkam. Dukungan bagi korban sangat dibutuhkan untuk melewati masa
traumatiknya.
(Ditulis
oleh Ferawati Anggraeni, Pelaksana Seksi Subbagian Umum
KPKNL Pontianak)