Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pontianak > Artikel
Belajar Memahami Kekerasan Seksual
Jesica Deviana
Senin, 18 September 2023   |   4576 kali

Berita mengenai kekerasan seksual di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Korbannya pun tidak memandang usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kekerasan seksual juga tidak hanya terjadi di tempat sepi, faktanya kekerasan seksual banyak terjadi di ruang publik, seperti di jalan, angkutan umum, sekolah, kampus, bahkan kantor. Pakaian yang dipakai tidak dapat dijadikan alasan seseorang menjadi korban kekerasan seksual.

Kemendikbud mendefinisikan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

Kekerasan seksual bukan hanya soal seks, tetapi juga soal kekuasaan dan kontrol. Pelecehan seksual banyak dilakukan oleh atasan kerja atau rekan senior. Hal ini menunjukkan adanya relasi kuasa yang kuat dari atasan untuk menekan bawahan, dan memanfaatkan jabatan serta posisinya untuk melecehkan bawahannya khususnya perempuan. Perempuan yang dianggap lemah secara posisi mudah dijadikan korban karena adanya stigma negatif bahwa perempuan yang dilecehkan adalah akibat dari perempuan itu sendiri dan muncul rasa terancam serta takut akan kehilangan pekerjaan.

Beberapa bentuk kekerasan seksual, diantaranya:

1.    Pemerkosaan

Merupakan bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dapat mengakibatkan hilangnya kesucian seorang wanita.

2.    Intimidasi seksual termasuk ancaman

Merupakan tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut. Ancaman atau percobaan pemerkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.

3.    Pelecehan seksual

Tindakan seksual berupa sentuhan fisik maupun non-fisik. Dapat berupa siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, dan direndahkan martabanya.

4.    Eksploitasi seksual

Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,atau penyalahgunaan kepercayaan,

untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.

5.    Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual

Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang menguasainya,untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.

6.    Prostitusi paksa

Situasi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks.

7.    Perbudakan seksual

Perbudakan ini mencakup situasidimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.

8.    Pemaksaan perkawinan

Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan oleh perempuan tersebut.

9.    Pemaksaan kehamilan

Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya.

10. Pemaksaan aborsi

Pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.

11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi

Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan.

12. Penyiksaan Seksual

Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual.

13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

Cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Ia termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.

14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan

Kebiasaan masyarakat , kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.

15. Kontrol seksual

Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang dianggap pantas bagi “perempuan baik-baik’.

Kekerasan seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan terhadap perempuan lainnya. Lebih parah lagi korban kekerasan seksual sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya hal tersebut. Hal ini membuat korban sering kali bungkam. Dukungan bagi korban sangat dibutuhkan untuk melewati masa traumatiknya.

 

(Ditulis oleh Ferawati Anggraeni, Pelaksana Seksi Subbagian Umum KPKNL Pontianak)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini