Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pontianak > Artikel
Stunting: Permasalahan Pahit yang Harus Diatasi
Risha Erikha Azizah
Jum'at, 31 Maret 2023   |   5209 kali

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang dimaksud dengan stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis serta infeksi yang berulang. Gangguan ini ditandai dengan tinggi badan yang berada di bawah standar yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Menurut Kementerian Kesehatan, stunting dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah stunted, yakni anak balita dengan nilai z-score kurang dari -2.00 Standar Deviasi. Sedangkan yang kedua adalah severely stunted atau anak yang z-score-nya kurang dari -3.00 Standar Deviasi.

Dengan kata lain, stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya. Tapi ingat, stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting.

Stunting merupakan masalah global yang serius. Saat ini diperkiraan telah terjadi pada lebih dari 160 juta anak usia balita di seluruh dunia dan jika tidak ditangani dengan baik, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada penambahan 127 juta anak stunting di dunia. Masalah stunting juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2022 masih berada di angka 21,6 persen. Angka ini masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. Prevalensi stunting merupakan masalah besar karena menjadi ancaman terhadap kesejahteraan dan ketahanan nasional jangka panjang.

Stunting bukan hanya berdampak pada pertumbuhan tinggi badan saja, namun lebih dari itu. Anak yang mengalami stunting juga akan mengalami gangguan pada perkembangan otak dan sistem kekebalan. Dampak lebih lanjut anak akan mengalami gangguan kecerdasan, rentan dari penyakit, dan nantinya berisiko terhadap tingkat produktivitas. Oleh karena itu, masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dicetuskan pada berbagai masa pertumbuhan, dari sejak sebelum kehamilan (masa pra-konsepsi), masa pembuahan, masa kehamilan, hingga usia balita dan usia sekolah. Kurangnya nutrisi yang baik secara kuantitas dan kualitas, infeksi pada anak dan higienitas lingkungan yang buruk, adanya lingkungan sosial-ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan dan pendidikan, serta pengabaian pengasuhan anak terutama dalam hal makanan, juga termasuk ke dalam beberapa faktor yang dapat mengakibatkan stunting.

Meresponi masalah ini, pemerintah telah membuat rancangan terkait Program Prioritas Nasional yang akan diselenggarakan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024. Salah satu dari 7 (tujuh) Prioritas Nasional adalah meningkatkan sumber daya manusia dan berdaya saing yang diarahkan dengan mewujudkan keberlanjutan Reformasi Sistem Kesehatan Nasional, Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Stunting, dan Reformasi Sistem Perlindungan Sosial.

Lebih lanjut, pemerintah menetapkan target penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024. Dalam rangka mencapai target tersebut pemerintah umumnya melakukan dua intervensi holistik yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik adalah intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum dan di masa kehamilan, yang umumnya dilakukan di sektor kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan merupakan kerja sama lintas sektor. Guna menurunkan stunting, 30 persen bergantung kepada intervensi spesifik dan 70 persen bergantung kepada intervensi sensitif.

Melalui sinergi antar instansi, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah guna menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. Misalnya melalui program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah, hasil kolaborasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Agama (Kemenag). Dalam program ini calon pasangan yang akan menikah diminta untuk mengisi platform yang berisikan penilaian status gizi dan kesiapan untuk hamil guna mencegah stunting.

Tak hanya itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga turut bekerja sama dengan BKKBN. Mulai dari berbagi akses data melalui Dukcapil terkait keluarga dengan risiko stunting hingga pendekatan melalui keluarga dengan melibatkan organisasi PKK yang memiliki jaringan dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan nasional. Selain itu, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal juga turut memprioritaskan percepatan penanganan stunting dengan mengarahkan kebijakan penggunaan Dana Desa untuk pencegahan stunting di Indonesia.

Upaya penanggulangan stunting juga dapat dilakukan oleh pihak selain pemerintah. Misalnya yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Indonesia, yakni membentuk tim dengan pendekatan multidisplin guna mencegah dan menangani stunting pada anak Indonesia melalui Stunting Detection and Prevention Center RSUI. Pendekatan asuhan pada 1000 hari pertama kehidupan dilakukan sejak persiapan kehamilan, saat kehamilan, kelahiran, setelah kelahiran, usia balita dan sekolah menjadi fokus pada implementasi Stunting Detection and Prevention Center RSUI. Berbagai disiplin ilmu ikut andil dalam pelaksanaan, di antaranya adalah Obstetri dan Ginekologi (Ilmu Kesehatan Perempuan dan Kandungan), Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Penyakit Dalam, Ahli Gizi dan Ilmu Kedokteran Komunitas.

Walaupun demikian, penanganan stunting bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi sangat diperlukan dukungan masyarakat untuk saling bahu-membahu dan bekerja sama demi percepatan penurunan kasus stunting dan masa depan bangsa yang lebih baik. Pemerintah membangun dengan baik fasilitas yang bermanfaat, masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik dan bijak. 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini