Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting, yang
dimaksud dengan stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang
diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis serta infeksi yang berulang. Gangguan
ini ditandai dengan tinggi badan yang berada di bawah standar yang sudah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Menurut Kementerian Kesehatan, stunting
dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah stunted, yakni anak
balita dengan nilai z-score kurang dari -2.00 Standar Deviasi. Sedangkan
yang kedua adalah severely stunted atau anak yang z-score-nya
kurang dari -3.00 Standar Deviasi.
Dengan kata lain, stunting adalah kekurangan gizi
pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan
terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami
kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar
tinggi balita seumurnya. Tapi ingat, stunting itu pasti bertubuh pendek,
sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting.
Stunting merupakan masalah global yang serius. Saat ini diperkiraan telah
terjadi pada lebih dari 160 juta anak usia balita di seluruh dunia dan jika
tidak ditangani dengan baik, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada penambahan
127 juta anak stunting di dunia. Masalah stunting
juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia
(SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi
stunting Indonesia pada tahun 2022 masih
berada di angka 21,6 persen. Angka ini masih dinilai tinggi,
mengingat WHO menargetkan angka stunting
tidak boleh lebih dari 20 persen. Prevalensi stunting
merupakan masalah besar karena menjadi ancaman terhadap kesejahteraan dan
ketahanan nasional jangka panjang.
Stunting bukan hanya berdampak pada
pertumbuhan tinggi badan saja, namun lebih dari itu. Anak yang mengalami stunting
juga akan mengalami gangguan pada perkembangan otak dan sistem kekebalan.
Dampak lebih lanjut anak akan mengalami gangguan kecerdasan, rentan dari
penyakit, dan nantinya berisiko terhadap tingkat produktivitas. Oleh karena
itu, masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi
mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat
kesehatan, bahkan kematian anak.
Stunting disebabkan oleh berbagai
faktor yang dapat dicetuskan pada berbagai masa pertumbuhan, dari sejak sebelum
kehamilan (masa pra-konsepsi), masa pembuahan, masa kehamilan, hingga usia
balita dan usia sekolah. Kurangnya nutrisi yang baik secara kuantitas
dan kualitas, infeksi pada anak dan higienitas lingkungan yang buruk, adanya
lingkungan sosial-ekonomi yang rendah, kurangnya pengetahuan dan pendidikan, serta
pengabaian pengasuhan anak terutama dalam hal makanan, juga termasuk ke dalam
beberapa faktor yang dapat mengakibatkan stunting.
Meresponi masalah ini, pemerintah telah membuat rancangan
terkait Program Prioritas Nasional yang akan diselenggarakan sesuai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024. Salah satu dari 7
(tujuh) Prioritas Nasional adalah meningkatkan sumber daya manusia dan berdaya
saing yang diarahkan dengan mewujudkan keberlanjutan Reformasi Sistem Kesehatan
Nasional, Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Stunting, dan Reformasi
Sistem Perlindungan Sosial.
Lebih
lanjut, pemerintah menetapkan target penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024. Dalam rangka mencapai
target tersebut pemerintah umumnya melakukan dua intervensi holistik yaitu
intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik adalah
intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK)
dan kepada ibu sebelum dan di masa kehamilan, yang umumnya dilakukan di sektor
kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan dan merupakan kerja sama lintas sektor.
Guna menurunkan stunting, 30 persen
bergantung kepada intervensi spesifik dan 70 persen bergantung kepada
intervensi sensitif.
Melalui sinergi antar
instansi, berbagai upaya terus dilakukan pemerintah guna menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. Misalnya melalui program
Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah, hasil kolaborasi Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Agama
(Kemenag). Dalam program ini calon pasangan yang akan menikah diminta untuk mengisi
platform yang berisikan penilaian status gizi dan kesiapan untuk hamil guna
mencegah stunting.
Tak
hanya itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga turut bekerja sama dengan
BKKBN. Mulai dari berbagi akses data melalui Dukcapil terkait keluarga dengan
risiko stunting hingga pendekatan melalui
keluarga dengan melibatkan organisasi PKK yang memiliki jaringan dari
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan nasional. Selain itu, Kementerian
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal juga turut memprioritaskan percepatan
penanganan stunting dengan mengarahkan kebijakan penggunaan Dana Desa
untuk pencegahan stunting di
Indonesia.
Upaya penanggulangan stunting juga dapat dilakukan oleh pihak selain pemerintah. Misalnya yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Indonesia, yakni membentuk tim dengan pendekatan multidisplin guna mencegah dan menangani stunting pada anak Indonesia melalui Stunting Detection and Prevention Center RSUI. Pendekatan asuhan pada 1000 hari pertama kehidupan dilakukan sejak persiapan kehamilan, saat kehamilan, kelahiran, setelah kelahiran, usia balita dan sekolah menjadi fokus pada implementasi Stunting Detection and Prevention Center RSUI. Berbagai disiplin ilmu ikut andil dalam pelaksanaan, di antaranya adalah Obstetri dan Ginekologi (Ilmu Kesehatan Perempuan dan Kandungan), Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Penyakit Dalam, Ahli Gizi dan Ilmu Kedokteran Komunitas.
Walaupun demikian, penanganan stunting bukan hanya
menjadi tugas pemerintah, tetapi sangat diperlukan dukungan masyarakat untuk
saling bahu-membahu dan bekerja sama demi percepatan penurunan kasus stunting
dan masa depan bangsa yang lebih baik. Pemerintah membangun dengan baik
fasilitas yang bermanfaat, masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas tersebut
dengan baik dan bijak.