Pendahuluan
Frasa pusat bisnis atau Central Business District (CBD)
disebutkan satu kali dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 173/PMK.06/2020
tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara. Mengacu pada peraturan tersebut, jarak ke CBD menjadi salah
satu subfaktor bagi penilai pemerintah untuk mengukur besaran penyesuaian atas
perbedaan faktor lokasi atas objek penilaian dengan data pembanding yang ada di
pasar. Namun, bagaimana sebetulnya penjelasan lebih dalam tentang CBD ini? Apa yang
dimaksud dengan CBD? Bagaimana penilai pemerintah dapat menentukan sesuatu
sebagai CBD? Apa hubungan CBD dengan nilai dari sebuah properti?
Peraturan
Penilaian Properti
Penilai
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, tentu mengacu pada sejumlah peraturan, salah
satunya seperti peraturan menteri keuangan pada pendahuluan diatas, dan yang diperinci lagi
melalui Peraturan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 3/KN/2021 tentang Petunjuk Teknis
Penilaian Properti.
Pada peraturan direktur jenderal tersebut, apabila penilai
menggunakan pendekatan pasar dan menggunakan metode perbandingan data pasar,
maka jarak antara suatu properti terhadap CBD menjadi salah satu subfaktor yang beberapa kali
dicontohkan sebagai subfaktor
yang berpengaruh dalam menentukan perbedaan besaran faktor lokasi atas suatu properti yang
dinilai dengan faktor lokasi objek sebanding, serupa, dan sejenis di pasar. Selain pada
ketentuan tersebut, frasa Central Business District (CBD) selalu muncul pada
Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 4/KN/2021 tentang Petunjuk
Teknis Penilaian Sewa Oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara, Buletin Teknis Penilaian nomor BTP-1/KN.6/2022 tentang Buletin
Teknis Penilaian Sewa Tanah, maupun Buletin Teknis Penilaian nomor
BTP-2/KN.6/2022 tentang Buletin Teknis Penilaian Sewa Tanah dan Bangunan. Namun, dari sejumlah
ketentuan tersebut, sepertinya belum ada yang dapat menjelaskan secara jelas
apa itu CBD dan bagaimana metode bagi penilai pemerintah menentukannya. Jadi
makin penasaran kan?
Pusat Bisnis/ Central Business District (CBD)
dan Nilai Properti
Menurut Remus
(2018), kawasan pusat bisnis atau CBD, juga sering disebut sebagai "pusat
kota (downtown)", yang diartikan sebagai inti ekonomi dari kota-kota
di Amerika pada abad ke-19 dan ke-20. Kecenderungannya pada lokasi tersebut menjadi
fokus aktivitas komersial di perkotaan, meskipun tidak selalu menjadi pusat
geografis dari kota metropolitan. Pada CBD, berbagai kantor, bank, toko, dan
lembaga jasa berkumpul kemudian cenderung pertumbuhan nilai tanah dan nilai bangunannya
mencapai puncak. Selain itu CBD juga menjadi titik akses paling mudah untuk
dijangkau di sebuah kota, di mana jalur angkutan umum bertemu dan mengumpulkan
komuter dari berbagai wilayah, baik yang terpencil maupun yang terdekat. Di
pusat kota, beragam individu seperti pekerja, pemodal, konsumen, dan turis
berbaur di jalan-jalan yang sibuk. Remus (2018) juga mengungkapkan bahwa area
pusat bisnis bukanlah lokasi yang tetap. Batas dan karakternya berubah seiring
pertumbuhan kota dan perkembangan ekonomi. Begitu juga dengan penggunaan lahan.
Semula merupakan area multifungsi di mana ritel, grosir, manufaktur, dan
lembaga keuangan berdampingan, kemudian distrik pusat bisnis mulai
tersegmentasi lebih lanjut sepanjang jalur komersial. Sementara itu dalam
tinjauan pustaka Ali dkk. (2019) juga menjelaskan, senada
dengan Remus, bahwa CBD memiliki
sejumlah karakteristik diantaranya: 1) memiliki nilai tanah dan sewa yang
tinggi, 2) didominasi aktivitas komersial akibat rasio penggunaan lahan yang
proporsi retail yang besar, diikuti dengan proporsi perkantoran, 3) memiliki
jaringan akses yang mudah dan terkonsentrasi, namun 4) secara geografis tidak
selalu terletak di titik tengah sebuah kota/wilayah.
Menentukan Central Business District
Van Leuven (2022) menjelaskan salah satu cara penentuan pusat kota adalah dengan metode spasial yang disebut dengan D3 atau Downtown District Delineation. Langkah sederhananya adalah dengan 1) menentukan titik-titik bisnis yang telah berjalan dan bertumbuh pada suatu wilayah, disertai dengan identifikasi kepadatan wilayahnya, kemudian 2) pada titik-titik bisnis yang berdekatan dihubungkan berdasarkan distribusi spasial titik bisnis, dan terakhir 3) pada kepadatan yang sejenis dikelompokkan kemudian dilekatkan untuk membuat gradasi kepadatan yang telah diurutkan dan diberi ranking. Selain itu salah satu cara lainnya adalah mengidentifikasi kawasan CBD dengan cahaya malam hari dan efek sudut. Menurut Jie dkk. (2022), Nighttime Light Radiance (NTL), atau metode cahaya malam hari, memiliki sejumlah keunggulan diantaranya dapat diterapkan secara global, dapat mengidentifikasi CBD dari banyak area aktivitas potensial seperti area bandara, industri, dan kawasan lain yang menggunakan penerangan, serta hasil dari metode ini relatif konsisten.
Gambar. Perbandingan CBD dari metode baru yang diusulkan (NTL CBD) dan metode berbasis GIS. (a) Guangzhou; (b) Shenzhen; (c) Nanjing.
Kesimpulan
Melihat bagaimana jarak antara objek
penilaian ke CBD yang dapat menggambarkan suatu hubungan antara sebuah lokasi suatu
properti terhadap nilainya berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis
merasa bahwa penilai pemerintah perlu memahami secara baik apa itu CBD dan bagaimana cara
menentukannya. Karena
bagaimanapun juga, penentuan CBD yang terburu-buru, tanpa pemahaman yang baik, dapat
membuat analisis penilai menjadi kurang tepat dan dapat menghasilkan nilai yang
tidak mencerminkan keadaan pasar. Jadi, menurut
kalian, dimana CBD kota kalian?