Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pekanbaru > Artikel
Menjaga Kualitas Penilai: Deteksi Bias pada Nilai Properti
Eva Resia
Kamis, 17 November 2022   |   280 kali

Pendahuluan          

Nilai properti pada dasarnya adalah opini yang dihasilkan oleh penilai properti yang profesional, setelah melalui proses analisis yang panjang dan mendalam. Dalam prosesnya, nilai banyak mengandung objektivitas yang didasari riset dan kajian, tetapi juga tidak mungkin terhindar sepenuhnya dari subjektivitas yang dimiliki oleh penilainya. Tomal, M. (2022) menjelaskan dalam tulisannya bahwa memang ada bias yang mungkin terjadi dalam opini nilai properti ini, dimana bias cenderung dipengaruhi oleh usia dan situasi individu yang memberikan opini nilai propertinya. Selain itu juga menurut Mayer dan Nothaft (2022), hasil penilaian properti juga masih ada bias.

Tentu saja dalam penilaian properti ini juga termasuk di dalamnya penilaian yang dilakukan oleh penilai pemerintah, dalam hal ini penilai di DJKN. Bagaimana pengendalian dan deteksi bias di lingkungan penilai pemerintah?

Bias pada Nilai Properti

Mungkin selama ini nilai yang dihasilkan oleh penilai dirasa sudah akurat. Tetapi faktanya, hingga riset terbaru, bias tidak terhindarkan. Bias yang seperti apa? Mayer dan Nothaft (2022) dalam tulisannya menjelaskan bahwa kecenderungannya adalah, penilai cenderung menghasilkan nilai lebih tinggi dari pembanding pada pasar daripada menurunkan nilainya. Hal ini berakibat pada nilai yang menggelembung.

Contohnya, apabila Penilai terbiasa mengukur nilainya dengan inflasi bukan perilaku pasar properti, sehingga apabila pada penilaian properti yang sama sebelumnya telah dinilai dan telah memiliki nilai, nilai lama tersebut menjadi benchmark. Pada nilai yang baru, penilai cenderung menaikkan nilainya karena dianggap telah ada inflasi. Namun, apakah di analisis pasarnya berlaku sejalan dengan anggapan tersebut?.

Peraturan sebagai Pengendali Bias

Pada praktek di lapangan, peraturan penilaian, di DJKN pada khususnya, banyak peraturan yang baru dan diperkuat untuk memastikan independensi “seni” penilai yang menyebabkan frekuensi terjadinya bias dalam penilaian secara berlebihan dapat menurun. Hal itu juga sejalan dengan riset Agarwal, dkk. (2020), Ding dan Nakamura (2015), serta Shi dan Zhang (2015) yang mana memang peraturan banyak dibuat untuk memberi pagar dan rambu-rambu proses penilaian properti.

Peraturan dibuat oleh DJKN mulai dari Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara, hingga dirinci ke dalam Buletin Teknis. Sosialisasi juga banyak dibuat dan sharing knowledge juga dilakukan untuk menyempurnakan pengendalian akurasi nilai oleh penilai pemerintah.  Pada akhir proses penilaiannya, dilakukan juga pengendalian dengan peer review dan kaji ulang untuk mempersiapkan pelaporannya.

Tetapi hal itu meninggalkan pertanyaan penting yang belum terjawab: Apakah ketentuan-ketentuan dan buletin teknis yang baru tersebut, secara fundamental meningkatkan akurasi, konsistensi, atau objektivitas penilaian secara keseluruhan sebagai metode penilaian? Atau malah menjebak penilai pada sebuah metode yang cenderung menghasilkan bias?

Data Analitik sebagai Alat Deteksi Bias

Dalam tulisannya, Mohd, dkk. (2020) menjelaskan bahwa memprediksi nilai ini sebenarnya sangat sulit, mengingat bahwa perilaku pasar sangat mempengaruhi hasilnya. Dengan pertumbuhan jenis properti dan selera masyarakat terus berkembang, maka metode konvensional dalam peraturan tidaklah cukup untuk menjaga kualitas nilai properti yang akurat. Dalam hal ini, saatnya menerapkan data analitik sebagai alat deteksi bias.

Pemodelan dengan data analitik dapat membantu penilai mengetahui pasar properti dengan cepat dan menangkap gambaran besar dari kumpulan data properti yang mereka miliki. Jika dengan 3 data pembanding saja bisa menghasilkan informasi, bagaimana dengan ratusan data. Dari penjelasan Mohd, dkk. (2020), ada beberapa rekomendasi metode modeling dengan implementasi yang mudah dengan akurasi tinggi untuk digunakan. Untuk klasifikasi kelas nilai properti, bisa menggunakan K-Nearest Neighbour (KNN), Naïve Bayes, atau Decision Tree. Selain itu bisa juga untuk memprediksi langsung berapa estimasi nilai pasarnya, seperti metode pemodelan Spatial Analysis, Hedonic Price Model (HPM), dan Fuzzy Logic System (FLS).

Dengan prediksi yang dihasilkan dari modelling data pasar ini, kita bisa membandingkan bagaimana pasar memandang properti yang dinilai, dengan bagaimana perspektif penilai mengambil informasi dan kesimpulan dari pasar. Sehingga deteksi bias bisa dilakukan tidak hanya pada proses melalui peer review dan kaji ulang, namun juga pada nilai yang dihasilkan.

Kesimpulan

Melihat bagaimana ilmu penilaian properti telah terus berkembang, penilai di DJKN juga terus berkembang dengan meningkatkan kualitas peraturan dan metode penilaian propertinya. Tidak berhenti pada automation dan desktop valuation, pengembangan teknik penilaian juga terus dilakukan.  Akan tetapi, semua itu perlu diimbangi dengan kualitas output nilainya. Salah satu pengendalian yang mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan data analitik sebagai alat untuk mendeteksi bias, sehingga akurasi, konsistensi, dan objektivitas penilai dapat diukur dengan indikator yang lebih jelas dan akuntabel.

***

Ditulis Oleh : Faiz Luthfi

Referensi

Agarwal, S., Ambrose, B. W., & Yao, V. W. (2020). Can regulation de-bias appraisers? Journal of Financial Intermediation, 44(Oct), 100827

Ding, L., & Nakamura, L. (2015). The impact of the home valuation code of conduct on appraisal and mortgage outcome, Federal Reserve Bank of Philadelphia Working Paper No. 15–28.

Mayer, Y. G., & Nothaft, F. E. (2022). Appraisal overvaluation: Evidence of price adjustment bias in sales Comparisons. Real Estate Economics, 50(3), 862-881.

Mohd, T., Jamil, N. S., Johari, N., Abdullah, L., & Masrom, S. (2020). An overview of real estate modelling techniques for house price prediction. Charting a Sustainable Future of ASEAN in Business and Social Sciences, 321-338.

Shi, L., & Zhang, Y. (2015). Appraisal inflation: Evidence from the 2009 GSE HVCC intervention. Journal of Housing Economics, 27(Mar), 71–90.

Tomal, M. (2022). Drivers behind the accuracy of self-reported home valuations: evidence from an emerging economy. Journal of European Real Estate Research, (ahead-of-print).

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini