Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pekanbaru > Artikel
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Sewa Properti Untuk Penempatan Mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Kota Pekanbaru
Eva Resia
Jum'at, 30 September 2022   |   312 kali

1.      Latar Belakang

Optimalisasi Kekayaan Negara berupa Barang Milik Negara (BMN) untuk mendukung penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi isu yang menarik ditengah harapan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Kondisi pandemi Corona Virus Diseases 19 (Covid-19) dan perhatian yang begitu besar terhadap pembangunan infrastruktur saat ini tentunya memerlukan pembiayaan yang besar. Untuk itu sumber-sumber potensial untuk penerimaan negara harus terus digali. Salah satu sumber potensial untuk penerimaan negara adalah dari sisi optimalisasi atau pemanfaatan BMN. Hal ini tentu tidak mengherankan mengingat besaran nilai BMN yang dimiliki oleh pemerintah seakan-akan belum memberikan kontribusi positif bagi pemerintah khususnya pada sektor penerimaan negara. Pemanfaatan BMN diharapkan dapat menjadi alternatif sumber penerimaan negara yang memadai terhadap APBN.

Pemerintah memiliki portofolio BMN sebagai salah satu bentuk kekayaan negara yang sangat besar dan beragam, untuk itu pengelolaan kekayaan negara yang optimal diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penerimaan negara lebih banyak lagi. Skema “pemanfaatan” BMN yang optimal dapat dikatakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan negara. Sewa merupakan salah satu bentuk pemanfaatan BMN yang paling sering dijalankan oleh Kementerian/Lembaga dikarenakan prosedurnya yang yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan bentuk pemanfaatan lainnnya. Pada umumnya objek sewa BMN yang ada selama ini diperuntukkan bagi kantin, ruang ATM, antena telekomunikasi, aula atau ruang pertemuan, sarana olahraga, dan lain-lainya.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memahami permasalahan yang mungkin saja dapat mempengaruhi keberhasilan konsep revenue center adalah dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pelaksanaan sewa. Ditengah kondisi perekonomian yang sedang menurun karena pandemi covid-19 seringkali persetujuan sewa yang telah ditetapkan, di kemudian hari ternyata tidak dapat dilaksanakan atau tidak dibayar oleh calon penyewa. Tarif sewa yang terlalu tinggi juga seringkali menjadi penyebab kegagalan atau tidak terlaksananya penyewaan terhadap BMN.

Tarif sewa BMN yang ditetapkan harusnya lebih kompetitif dan akomodatif terhadap kepentingan para pihak yang terlibat di dalamnya. Pemerintah selaku pemilik sekaligus pengelola BMN dan calon penyewa sebagai pihak ketiga harus duduk bersama untuk menemukan titik temu guna optimalisasi pemanfaatan BMN. Tarif sewa yang ditetapkan seharusnya tidak terlalu tinggi karena dapat menyebabkan opportunity loss yang diakibatkan oleh mundurnya calon penyewa. Di sisi lain tarif sewa yang terlalu rendah tentu juga akan merugikan negara dan bertentangan dengan semangat revenue center.

Untuk menjembatani kepentingan Pemerintah selaku pemilik sekaligus pengelola BMN dan Calon Penyewa selaku konsumen maka dibutuhkan suatu penilaian guna menentukan nilai wajar atas sewa BMN. Akurasi dan akuntabilitas nilai yang dihasilkan oleh Penilai menjadi perhatian mendalam oleh para pemangku kepentingan, kegagalan proses sewa BMN ke tahap penandatangan perjanjian sewa seringkali di alamatkan kepada nilai yang dihasilkan oleh Penilai dianggap terlalu tinggi dan tidak memperhatikan kondisi pasar sesungguhnya. Proses pembentukan nilai oleh Penilai selama ini sebagian besar menggunakan konsep pendekatan perbandingan data pasar yang tentunya didasarkan pada data-data pembanding transaksi sewa di pasar yang didapatkan saat survey lapangan oleh Penilai.

Permasalahan yang sering terjadi adalah data pembanding yang diperoleh pada umumya dikumpulkan secara insidentil pada saat ada penugasan dan seringkali jumlahnya pun terbatas. Kondisi ini mengakibatkan sulit untuk dapat menyusun trend nilai serta menentukan pengaruh masing-masing faktor terhadap nilai. Terjadinya multikolinearitas antar faktor atau bahkan ada kemungkinan faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap nilai yang belum dipertimbangkan juga menjadi permasalahan tersendiri. Perbedaan nilai dapat pula disebabkan oleh belum akuratnya proses adjustment yang dilakukan oleh Penilai. Permasalahan yang telah duraikan di atas tidak akan terjadi apabila Penilai dalam melakukan proses penilaian berlandaskan pada basis data yang kuat dan analisis pasar yang mendalam. Pembentukan basis data seharusnya menjadi prioritas utama meskipun akan sangat berat untuk mewujudkannya. Langkah-langkah awal mungkin dapat dilakukan untuk penetapan tarif sewa ATM adalah menghimpun data-data atas BMN yang telah disewa oleh Pihak Ketiga khususnya terkait dengan penempatan mesin ATM. Berdasarkan data pengelolaan BMN dimaksud akan diketahui berapa banyak mesin ATM yang ditempatkan pada tanah dan atau bangunan kantor pemerintahan. Namun demikian terkait dengan hal ini masih pihak pengguna BMN belum semuanya melaporkan dan menyetorkan penerimaan Negara atas pemanfaatan BMN sebagaimana dimaksud sehingga memerlukan analisis lebih lanjut terkait dengan penetapan nilai sewa wajarnya.

2.      Pembahasan

Ada 3 (tiga) tahapan penting dalam proses pembentukan basis data dan analisis pasar sewa ATM, di antaranya adalah persiapan, survei lapangan dan verifikasi data, serta yang paling utama adalah analisis pasar.

Tahapan persiapan berupa pembentukan hipotesis awal yang didasarkan pada studi pustaka, selanjutnya hipotesis awal tadi dilakukan pengujian berdasarkan data-data yang didapatkan dari survey lapangan dan melalui wawancara baik dengan satuan kerja selaku pihak pengguna BMN dengan calon konsumen dalam hal ini pihak perbankan. Uji hipotesis awal melalui wawancara bertujuan untuk mendefinisikan secara lebih akurat perspektif calon konsumen mengenai hal-hal apa yang mempengaruhi calon penyewa dalam nenetukan tempat atau lokasi untuk penempatan mesin ATM. Hal ini menjadi fakto-faktor awal yang membentuk demand sewa ATM.

Menurut narasumber dari salah satu perbakan BUMN, perhitungan sewa ruang ATM berdasarkan atas jumlah unit ATM terpasang dan bukan per meter persegi (m²) luas ruang yang digunakan, kecuali pada area tertentu yang tarifnya ditetapkan per m².

Berdasarkan kondisi tersebut di atas setidaknya ada 2 (dua) poin penting yaitu unit perbandingan yang digunakan adalah per unit mesin ATM dan bukan per m². Kemudian luas objek bukanlah hal yang dipertimbangkan oleh konsumen sebagai faktor pembentuk nilai mengingat pada umumnya masing- masing ruang ATM sudah memenuhi kriteria luasan minimum. Disamping itu, lokasi ATM merupakan salah satu pertimbangan utama bagi pihak bank dalam keputusan penempatan ATM.

Teori lokasi adalah suatu pemikiran yang mendasari penentuan lokasi suatu objek dengan mempertimbangkan aspek efesiensi tenaga manusia dan ekonomi. Pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya merupakan salah satu kondisi yang banyak diulas di dalamnya.

Dari beberapa teori lokasi yang kita kenal, teori Von Thunen merupakan teori lokasi klasik yang menjadi pelopor teori penentuan lokasi secara ekonomi. Von Thunen dalam kajiannya telah mengidentifikasi adanya perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi didasarkan pada adanya perbedaan nilai sewa lahan. Lokasi yang lebih dekat dengan pusat kota/pasar, maka dapat dipastikan harga sewa tanahnya semakin mahal dan sebaliknya.

Setiawan (2018) dalam penelitiannya di kota Jayapura memberikan kesimpulan bahwa model nilai pasar sewa tanah dan/atau bangunan untuk ATM dipengaruhi oleh faktor populasi pengguna dan aksesibilitas. Faktor tempat ATM tersebut ditempatkan, apakah di tempat yang masuk kategori komersial atau kantor pemerintahan juga cukup berpengaruh signifikan terhadap besaran nilai sewa lahan. Disamping itu faktor keamanan juga relatif cukup signifikan mempengaruhi nilai pasar sewa untuk penempaan mesin ATM. Faktor jarak ke Central Business Districk (CBD), jangka waktu dan jenis ATM mempunyai pengaruh yang kurang signifikan terhadap nilai sewa properti untuk penempatan ATM.

3.      Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang menjadi kesimpulan di dalam penelitian ini, di antaranya adalah:

1.      Faktor yang mempengaruhi nilai sewa properti untuk penempatan mesin ATM di Kota Pekanbaru terdapat 11 (sebelas) variabel independen yang terdiri dari yaitu jarak ke CBD, tahun transaksi sewa, jenis sewa, posisi ATM, tipe ATM, periode sewa, peruntukan sekitar, kategori lokasi, waktu akses ke ATM, aksesibiltas menuju lokasi ATM, dan lebar jalan.

2.      Terdapat tambahan 1 (satu) variabel yang mempengaruhi terhadap nilai sewa ATM di kota Pekanbaru yakni variabel jenis jalan. Jenis jalan dimaksud adalah lokasi ATM berada dijalan arteri atau hanya berada dijalan konektor. Penempatan ATM pada jalan arteri atau jalan konektor (penghubung) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan pada nilai sewa ATM (- Rp3.004.007,00).

3.      Sewa penempatan ATM berbeda dengan sewa properti pada umumnya seperti perkantoran, kantin, tanah kosong, dan lain sebagainya yang dipengaruhi oleh luas, pada sewa ATM luasan tidak begitu berpengaruh terhadap nilai sewa.

4.      Sewa penempatan ATM pada properti yang dimiliki masyarakat umum dan pada properti yang merupakan Barang Milik Negara (BMN) tidak berpengaruh pada nilai sewa ATM.

 

***

 

Ditulis oleh : Agus Heru Pitoyo dan Gloria Kartika Simbolon

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini