Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Prioritas dan Sinergisitas, Kunci Agar Aplikasi tidak Mati Suri
Noviana Cepaka Sari
Jum'at, 28 Juli 2023   |   115 kali

“Jokowi Larang Kementerian dan Lembaga Bikin Aplikasi Baru” merupakan salah satu judul berita yang muncul di Kompas.com pada 13 Juni 2023. Berita-berita senada juga muncul dibeberapa platform berita online terkait hasil rapat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bersama Presiden, yang salah satunya membahas mengenai sistem terintegrasi Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). 

Sejujurnya, berita ini sedikit mengurangi rasa bersalah saya ketika saya harus menyatakan salah satu inovasi dari Tim Inovasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKNL) Pekalongan tahun 2020 sebagai “tidak aktif”. Awal tahun 2023, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) meminta monitoring terhadap pengembangan sistem aplikasi secara mandiri di unit kerja. Berdasarkan hasil monitoring penggunaan inovasi KPKNL Pekalongan dari tahun 2021 hingga awal 2023, terdapat satu aplikasi digitalisasi layanan yang tidak pernah digunakan oleh stakeholder. Sebuah aplikasi yang dibuat dengan tujuan baik, dikembangkan dengan sumber daya yang tidak sedikit, tetapi akhirnya tidak dimanfaatkan oleh pengguna layanan.  

Inovasi terkait digitalisasi layanan publik, merupakan bentuk perwujudan dari amanat Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government yang memungkinkan masyarakat luas dapat mengakses semua informasi pemerintah dan layanan secara daring. Perpres No.95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik disebutkan bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE.

Bukan hanya kantor pusat DJKN, saat ini dari tujuh belas unit Kantor Wilayah (Kanwil) DJKN dan 77 unit KPKNL, terdapat lebih dari 170 aplikasi inovasi terkait pemanfaatan teknologi informasi yang menggunakan end user computing. Namun, dari sekian banyak inovasi dalam bentuk aplikasi tersebut, dari survei mandiri yang saya lakukan dengan bertanya kepada para kolega tempat aplikasi-aplikasi itu dibentuk, sebagian aplikasi tersebut jarang dimanfaatkan oleh stakeholder. Para stakeholder lebih memilih untuk melakukan permohonan secara luring, baik tatap muka langsung dengan bertemu di kantor maupun bersurat. Mengabaikan aplikasi yang telah dibuat dengan mengerahkan sumber daya yang tidak sedikit. 

Kebutuhan, atau lebih tepatnya, tuntutan akan digitalisasi layanan publik merupakan sebuah keniscayaan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Indonesia secara umum dan DJKN secara khusus. Sebagai organisasi yang ingin menjadi Distinguished Asset Manager, sentralisasi digitalisasi layanan publik merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan proses pengelolaan aset negara yang handal. Saat ini beberapa negara sudah mulai menerapkan integrasi digitalisasi layanannya, bahkan 300 layanan publik di Korea Selatan sudah dapat diakses melalui ponsel. Untuk Indonesia sendiri, pengembangan sedang dilakukan di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.  

Integrasi e-government yang berhasil akan memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik yang dibutuhkan, sehingga kesejahteraan rakyat diharapkan dapat meningkat. E-governmet pelayanan publik DJKN dapat menjadi sarana keterbukaan informasi mengenai pengelolaan kekayaan negara dan lelang yang dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada DJKN maupun Kementerian Keuangan. Sebaliknya, pembangunan sistem informasi/aplikasi yang tidak efektif dan tidak dimanfaatkan oleh stakeholder tentunya menjadi sebuah pemborosan sumber daya milik pemerintah.   

Menurut Matias Daub dalam jurnal “Digital public services: How to achieve fast transformation at Scale”, untuk menciptakan kelancaran penggunaan pelayanan publik melalui e-government, pemerintah harus melakukan transformasi administrasi publik secara menyeluruh. Ada banyak hal yang harus diperhatikan agar aplikasi-aplikasi yang dibuat benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa rasa bingung, sehingga aplikasi tidak mati suri dan menjadi bagian dari pemborosan sumber daya.  

Dalam jurnal “Digital divide in ASEAN member state: analyzing the critical factors for succesful e-government programs” menyebutkan faktor-faktor kegagalan atau keberhasilan dari implementasi e-goverment. Faktor-faktor tersebut, yaitu kelembagaan, kepemimpinan, sumber daya, faktor dalam organisasi dan antar organisasi.

Dalam hal kelembagaan, diperlukan komitmen untuk memprioritaskan pengembangan dan penerapan e-government. Stabilitas kelembagaan juga menjadi poin penting agar pengembangan digitalisasi layanan publik dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Faktor pimpinan, yaitu: (a) kemauan politik; (b) menyusun visi yang jelas; (c) fokus pada tren baru dan tujuan strategis; (d) memanfaatkan sumber untuk tujuan strategis; (e) menjamin implementasi rencana organisasi, dan (f) menyediakan umpan balik dan motivasi. Ketika pemimpin menunjukkan kemauan untuk mengadopsi dan memprioritaskan e-goverment, maka proses digitalisasi layanan digital akan berjalan lebih mudah.

Sumber daya, baik finansial maupun sumber daya manusia, akan sangat mempengaruhi adopsi dan implementasi e-government. Pembangunan infrastruktur yang merata ke seluruh daerah untuk memastikan pengembangan digitalisasi dapat dinikmati oleh semua masyarakat merupakan hal yang penting. Selain itu, kemampuan sumber daya manusia yang akan menjadi operator juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan sebuah aplikasi.

Jika dalam sebuah organisasi memiliki: (a) rencana strategis digitalisasi layanan; (b) struktur organisasi dan distribusi pengambilan keputusan; (c) pengelolaan personel, maka sebuah organisasi lebih mungkin melakukan percepatan penerapan e-government. Dalam pengembangan sebuah sistem, struktur organisasi yang lebih fleksibel dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memudahkan eksekutor dalam mengembangkan aplikasi.

Pengembangan e-government memerlukan integrasi sistem antar kementerian dan lembaga. Tanpa diikuti oleh rencana strategis gabungan, inovasi-inovasi yang sudah dikembangkan tidak akan memberikan manfaat dan kemudahan yang optimal kepada masyarakat. Kementerian sebagai unit teknis pelaksana, harus dapat bersinergi bersama Kementerian PAN-RB dalam koordinasi Kementerian Kominfo.

Saat ini sudah terdapat beberapa aplikasi yang tersedia dan terus dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan di KPKNL. Namun, aplikasi-aplikasi tersebut belum bersinergi dengan optimal. Aplikasi-aplikasi tersebut juga belum mampu mengemas seluruh proses pelayanan yang dimulai dari permohonan hingga produk dari pelayanan. Oleh karena itu, perlu peningkatan efektivitas aplikasi-aplikasi sebagai salah satu bentuk dari e-government yang dapat masyarakat gunakan dari awal hingga akhir. Sehingga masyarakat tidak memerlukan terlalu banyak aplikasi jika membutuhkan pelayanan dari KPKNL. 

Salah satu mimpi penulis, ketika e-government berhasil memberikan pelayanan terintegrasi adalah seseorang dapat melakukan pembelian aset melalui lelang hingga mengurus balik nama aset tersebut, cukup menggunakan satu akun dalam satu aplikasi sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Untuk bisa melakukan hal itu, aplikasi tersebut harus bisa menyatukan beberapa proses bisnis dari beberapa unit, antara lain tetapi tidak terbatas pada: 

1.    DJKN untuk proses lelangnya; 

2.    Perbankan untuk proses pembayarannya; 

3.    DJP untuk proses kewajiban perpajakannya; 

4.    SAMSAT/BPN untuk proses balik namanya. 

Perlu koordinasi dari beberapa unit serta menekan ego sektoral untuk menghasilkan e-government yang seamless dan memudahkan pengguna. Oleh karena itu, kolaborasi dengan unit-unit lain dalam menciptakan e-government yang mampu mengakomodasi kepentingan tiap instansi untuk tujuan bersama, yaitu kesejahteraan masyarakat Indonesia. 

 

 Daftar Pustaka:

 Apriliyanti dkk. (2021). Digital divide in ASEAN member state: analyzing the critical factors for succesful e-government programs. Emerald Insight Vol. 45 No. 2.

Daub dkk. (2020). Digital public services: How to achieve fast transformation at Scal. McKinsey & Company: Public Sector Practice.

 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini