Pada saat
itu hari-hari terasa (menurut saya) sibuk.
“Waduh……..!!”,
begitu kira-kira yang saya rasakan ketika menemukan selisih lebih sekian belas
juta pada saldo rekening penampungan lelang bulan Februari lalu. Menjadi lumrah
bagi kami pengemban tugas Bendahara Penerimaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) bahwa jika terdapat jadwal lelang dengan objek
BMN/sitaan/rampasan berupa inventaris, kendaraan, bongkaran maka animo
masyarakat yang mengikutinya akan ‘lumayan’. Menjadi lumrah pula bahwa kami
akan standby di pagi-pagi harinya pada tanggal lelang berlangsung, menyisir
adakah Uang Jaminan Lelang yang belum terverifikasi.
Nah, di hampir
akhir bulan Februari lalu di kantor kami berlangsung ber lot-lot (lot merupakan
nomor urut atau deretan unit barang yang akan dilelang) lelang permohonan Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pekalongan dimana objek lelangnya
berupa kendaraan roda dua dan roda empat BMN kelolaan instansi tersebut, dimana
pada hari yang sama juga berlangsung beberapa lot lelang lainnya. Hari itu
termasuk hari dengan peserta lelang terbanyak yang pernah saya tangani selama
menjadi Bendahara Penerimaan. Malam menjelang tanggal lelang saya mengintip
rekening penampungan yang dikelola, yang jumlah peserta masih terus bergerak
naik di tiap jamnya. Dan seperti biasa, berlanjut paginya memverifikasi satu
per satu UJPL yang mesti diverifikasi secara manual.
Lelang rampung
di hari H, proses pengembalian UJPL mulai dijalankan dari step paling awal
pengambilan data pada aplikasi backoffice lelang sampai proses release
dana Uang Jaminan melalui online banking. Proses pengembalian UPJL saya bagi
dua, kloter pertama pada hari lelang (hari H) kemudian kloter selanjutnya H+1
tanggal lelang. Saya mencoba mengingat-ingat kenapa pada hari itu tidak
melakukan klop-klop-an saldo seperti biasanya, yang ternyata pada beberapa hari
yang sama setorannya sedang banyak, yang ternyata ada pekerjaan-pekerjaan lain
yang lebih urgent SOP nya, yang ternyata itu adalah akhir bulan Februari dan
awal Maret dimana kami lebih butuh waktu untuk menyelesaikan pembukuan untuk
pelaporan bulanan. Wah, biasa, The Actor-Observer Bias dalam
teori kesalahan atribusi (atribusi = suatu penjelasan mengapa orang melakukan
hal tertentu), yaitu cenderung menyalahkan lingkungan (eksternal) saat kita
mengalami kegagalan, sementara saat melihat kegagalan orang lain maka kita
cenderung menilai bahwa itu adalah kesalahannya (internal).
Saya kira
semua berjalan baik, sampai kemudian pada ujung pembukuan dan meneliti saldo
dimana jenis dana apa saja yang dikelola tampak, di situlah saldo lebih itu
ketahuan. Padahal beberapa pending matter sudah saya rencanakan untuk
kerjakan, tetapi pada akhirnya menerima bahwa mesti menyediakan waktu lebih
untuk ‘mencari jarum di dalam jerami’. Di pikiran ada beberapa penyebab kelebihan
saldo yang bisa saya teliti antara lain perhitungan transfer hasil lelang yang
kurang tepat ke pemohon dan lain-lain, tetapi saat itu saya hampir yakin bahwa
penyebab saldo lebih itu adalah uang jaminan lelang yang bisa jadi dikarenakan
peserta lelang dobel setor atau kegagalan transfer pengembalian uang jaminan
lelang. Ya jujur memang saat itu saya melewatkan meneliti satu demi satu bukti
pengembalian UPJL apakah statusnya “success” atau “failure”.
Oke, meneliti
UPJL sebanyak puluhan halaman rekening koran tersebut saya jadwalkan, tetapi
nanti pengerjaannya setelah laporan-laporan selesai. Dalam beberapa hari saya
kepikiran, juga sambil memohon pada Alloh agar ada peserta lelang yang berkabar
saja ke kantor bahwa UJPL-nya belum mendarat dengan selamat ke rekening ybs.
Harapan
terjawab, kabar yang ditunggu-tunggu tiba. Kepala Seksi Kepatuhan Internal mengabarkan
bahwa di nomor WhatsApp layanan KPKNL Pekalongan ada peserta lelang yang
menanyakan uang jaminan lelangnya untuk beberapa lot yang belum kembali.
Melalui tahap pengecekan, saya meyakini bahwa memang dana beliau yang memang
belum berhasil tertransfer. Belum berhasil kembali, bukan belum dikembalikan. Akar
muasalnya ternyata data nomor rekening pengembalian uang jaminan lelang pada
akun lelang beliau merupakan nomor rekening yang telah ditutup, dan belum
diupdate dengan nomor rekening aktif yang baru. Maka saat proses pengembalian
UPJL, status transaksinya gagal (bukan retur yang tentu lebih terlihat di
rekening koran).
Nama Beliau
ABDUL ROCHIM.
Atau tepatnya
kalau komplit dengan gelar beliau jadinya begini : drs., drg. Abdul Rochim,
BSc., Med.Dent., CH., CHt., CI, SH., M.Kes., MMR. Wow? Iya memang rasa insecure
tetiba menyeruak sesaat. Usianya 65 tahun, suami dari mantan Bupati
Jember periode 2016-2021, dan baru saja lulus Sarjana Hukum di Universitas
Islam Jember dengan predikat cumlaude, yang didaftarinya untuk mengisi waktu
karena tidak membuka praktek sebagai dokter gigi saat pandemi COVID-19 sedang
puncaknya mulai tahun 2020 lalu karena terlalu high risk.
“Saya beli
lelang kendaraan untuk ibadah baksos Mbak, biasanya buat ambulan baksos untuk
jemput pasien sodara2 dhuafa yang gak tau apa-apa/akses kesehatan”, jelasnya bahkan tanpa saya kulik motif mengikuti lelang tersebut. Dan kemudian sedikit pembicaraan-pembicaraan lainnya.
Setelah
beberapa dokumen persyaratan dilengkapi, uang jaminan kami kembalikan pada
kesempatan pertama. Saya yang tertarik dengan aktifitas beliau meminta ijin
untuk membagikan profil, pengalaman, dan aktifitas keseharian yang terasa menarik,
yang katanya “daripada bengong, setiap waktu harus diisi dengan kegiatan
bermanfaat”.
Berprofesi
sebagai dokter gigi, juga pernah menjadi dosen Fakultas Kedokteran Gigi di UGM
dan UNEJ. Kemudian masih aktif membina Yayasan Pendidikan Rahmat Kediri, Ketua
Yayasan RS Bina Sehat Jember, sebagai pengurus dan menejemen beberapa yayasan
lainnya. Beliau juga sebagai motivator, hipnoterapis dan pengajar hipnoterapis.
Diluar profesi serius, waktunya dimanfaatkan untuk berjualan tanaman dan pupuk
kandang buatan sendiri, mengurusi kebun kopi, penceramah agama sekaligus imam
dan khatib di salah satu masjid disana.
“Alhamdulillah
tambah dulur, cuman gara2 pengembalian uang jaminan kalau Alloh sudah mau
mengenalkan orang ada saja caranya”, kata beliau dalam salah satu pembicaraan
kami.
Setelah proses
pengembalian UPJL chat kami tidak bersambung, mencukupkan diri dengan bersyukur
mengenal beliau lewat jalan pekerjaan yang saya tekuni setiap hari. Saya cuma
berpikir ketertimpangan aktifitas antara orang satu dan yang lainnya, ada yang
begitu bersemangat untuk melakukan sebanyaknya hal bermanfaat sedang yang lain
menggunakan waktunya untuk hal yang biasa dan bahkan sering membuang-buang
waktu begitu saja tenggelam dalam kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah
bagi diri dan lingkungannya. Diri sendiri yang saya maksud tidak memberi
manfaat banyak untuk lingkungan. Ah, tetapi menjadi biasa saja juga ngga ada
salahnya, otak kembali meng-counter demikian. Sekali lagi, alasan.
Berpikir
apakah mungkin ada privilege pada beberapa ‘orang keren’ sehingga mereka dapat
begitu baik menghabiskan waktunya. Ah tetapi tidak juga, banyak sosok
inspiratif yang terliput, yang mereka bukan manusia-manusia yang berlebihan
waktu atau resources (dana)-nya.
Teringat sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa “Dua nikmat, kebanyakan manusia
tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari).
Pelajaran,
pengalaman, atau semangat melakukan sesuatu hal dapat diusahakan untuk digali,
tetapi kadang bisa juga datang tiba-tiba yang “datang tiba-tiba” itu tentu
bukan kebetulan melainkan jalan dari Tuhan yang mesti kita yakini sebagai umat
beriman. Semoga kita senantiasa bertekad untuk selalu melakukan hal baik di
sisa saldo usia kita. Aamiin Ya Robbal Alamin.
(Penulis : Ratih Prihatina, staff seksi Hukum dan Informasi KPKNL Pekalongan)
Sumber tambahan : https://psikologi.unnes.ac.id/penasaran-dengan-alasan-di-balik-perilaku-seseorang-yuk-intip-apa-itu-atribusi/