Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Parepare > Artikel
Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Hak Tanggungan
Nor Fuad Al Hakim
Jum'at, 18 Desember 2020   |   23777 kali


Lembaga lelang memiliki peranan yang strategis dalam menggerakkan perekonomian Indonesia, diantaranya melalui lelang eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT). Pihak perbankan menggunakan lelang Pasal 6 UUHT untuk memperoleh pelunasan atas utang debitur yang macet yang secara langsung akan menurunkan tingkat Non Performing Loan (NPL) dan akan berdampak positif terhadap tingkat kesehatan keuangan perbankan.

Penyaluran kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan kepada debitur disertai pengikatan jaminan milik debitur dengan “Akta Pemberian Hak Tangungan (APHT)”. APHT pada dasarnya memberikan kepastian hukum dan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk melakukan penjualan di muka umum atas barang jaminan apabila debitur wanprestasi (parate eksekusi) sebagai bagian dari proses penyelesaian kredit yang dilakukan oleh bank/kreditur.

Atas pelaksanaan lelang Pasal 6 UUHT yang laku dan telah ditetapkan pemenang lelang, maka akan dibuatkan risalah lelang oleh pejabat lelang yang berfungsi sebagai akta otentik adanya peralihan hak atas tanah tersebut dari pemilik lama (debitur) kepada pemenang lelang. Selanjutnya, berdasarkan risalah lelang tersebut, pemenang lelang dapat melakukan pengurusan balik nama ke kantor Badan Pertanahan Nasional.

Dalam praktiknya terdapat dinamika yang mungkin terjadi dalam upaya kreditur untuk menjual barang jaminan melalui lelang, salah satunya adalah upaya gugatan atau bantahan ke pengadilan dari debitur yang ditujukan kepada kreditur sebagai penjual, KPKNL sebagai perantara pelaksanaan lelang, dan pemenang lelang. Oleh karenanya, masih ada masyarakat yang kurang berminat mengikuti lelang karena dalam prosesnya cukup rentan terhadap upaya hukum seperti gugatan. Hal ini kiranya perlu menjadi perhatian bagi para pihak terkait untuk melakukan edukasi sehingga masyarakat mengetahui proses yang perlu dilakukan agar mendapat perlindungan hukum.

Banyak faktor yang dapat menimbulkan gugatan atau bantahan salah satunya terjadi karena debitur dimungkinkan tidak mau menyerahkan objek yang telah laku dilelang kepada pemenang lelang secara sukarela. Namun demikian, dalam APHT pada dasarnya telah diperjanjikan mengenai pengosongan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf K UUHT, sehingga tidak ada alasan lagi bagi debitur untuk berkelit dan menolak pengosongan. Atas perbuatan debitur tersebut, pemenang lelang dapat mengajukan permohonan Eksekusi Pengosongan ke pengadilan.

Sebelum mengajukan permohonan eksekusi pengosongan ke pengadilan, pemenang lelang mengajukan permohonan Grosse Risalah Lelang yang merupakan salinan asli Risalah Lelang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan Yang Maha Esa” ke KPKNL. Grosse Risalah Lelang memiliki kekuatan eksekutorial yang berkekuatan sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Setelah memperoleh Grosse Risalah Lelang, pemenang lelang dapat mengajukan permohonan pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat tanpa harus melalui gugatan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 200 ayat (11) HIR dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan yang menyatakan “Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, eksekusi lelang dapat langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan”.

Selanjutnya setelah permohonan eksekusi pengosongan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri maka Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan penetapan untuk aanmaning yang berisi perintah kepada juru sita untuk memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning yang akan dihadiri oleh Ketua, Panitera dan Termohon Eksekusi. Nantinya dalam sidang tersebut Ketua Pengadilan Negeri akan memberi peringatan kepada Termohon eksekusi agar mengosongkan objek tereksekusi. Ketua Pengadilan kemudian menerbitkan perintah eksekusi kepada Panitera/Jurusita untuk kemudian diberitahukan kepada pihak-pihak dalam eksekusi dan pejabat yang terkait dalam pelaksanaan eksekusi.

Adapun apabila sebelum pelaksanaan eksekusi pengosongan, Termohon eksekusi melakukan perlawanan ke pengadilan agar pelaksanaan eksekusi tersebut ditangguhkan, maka yang berwenang untuk menangguhkan atau meneruskan eksekusi tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, pentingnya pemahaman yang memadai atas peraturan perundang-undangan yang ada secara prinsip akan memberikan perlindungan hukum bagi pemenang lelang untuk menguasai barang jaminan yang dibeli melalui lelang dan perlawanan yang diajukan oleh Termohon Eksekusi.

 Nor Fuad Al Hakim – Pelaksana Seksi HI KPKNL Parepare

 Daftar Pustaka

Website Pengadilan Agama Giri Menang, SOP eksekusi riil pengosongan dan pembongkaran;

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini