Awal
tahun bagi kebanyakan orang merupakan semangat baru, kembalinya energi baru dalam menghadapi 365 hari
kedepan. Namun, bagi segelintir orang awal tahun berarti memulai menghadapi target baru dengan rutinitas yang tak
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Kembali mengulang aktivitas sama di
sepanjang tahun. Sebelum fajar terbit, berjuang
mengumpulkan jiwa raga sembari ditemani suara kokokan dari ayam tetangga, mengarungi hiruk pikuk ibukota
dan kembali ke pangkuan terkasih
saat senja menyapa.
Bagi sebagian orang rutinitas monoton
yang terus menerus
dilakukan setiap hari dapat terasa sulit dan berat.
Pernahkah kita merasa mudah frustasi dalam menyelesaikan masalah?
Atau merasa susah fokus dalam menyelesaikan tugas dan cenderung
menunda deadline pekerjaan? Stress dalam bekerja merupakan hal yang lumrah terjadi
dan bisa disebabkan karena terlalu memforsir diri, tidak mencapai ekspektasi yang
dibuat untuk diri sendiri, rutinitas yang monoton, atau beban pekerjaan yang terlalu
berat. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO)
menyebut burnout
sebagai
"fenomena kelelahan
bekerja", dan mengklasifikasikannya dalam Penyakit
Internasional terbaru, dimana digambarkan sebagai sindrom "stres kronis akibat
pekerjaan yang belum berhasil dikelola".
Burnout
dapat diartikan sebagai kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah
secara fisik, mental, dan emosional yang bisa terjadi akibat stress yang
berlebihan dan kelebihan beban yang ditanggung oleh tubuh dan pikiran.
Burnout
ditandai dengan tiga hal, pertama kelelahan fisik.
Mereka yang mengalami
burnout akan selalu merasa
kekurangan energi dan merasa lelah
sepanjang waktu. Kedua,
dari segi emosional biasanya kehilangan motivasi
dan menurunnya tingkat
kepuasan terhadap berbagai
hal dan kehilangan rasa pencapaian. Ketiga, dari perilaku, seseorang yang mengalami burnout akan
menarik diri dari tanggung jawab,
memiliki kecenderungan untuk menunda-nunda sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas yang bahkan sudah biasa mereka lakukan.
Menurut
WHO, burnout memiliki tiga
elemen: perasaan lelah, terasing dari pekerjaan dan kinerja yang buruk di tempat kerja. Banyak orang yang mengalami kesulitan
membedakan burnout dengan stres.
Keduanya memang berhubungan satu sama lain dan
burnout bisa jadi merupakan hasil
akumulasi dari stres yang berlangsung tanpa henti. Kelelahan hebat yang kamu alami akan membuatmu merasa kosong dan
ini membuatmu kehilangan motivasi.
Orang yang mengalami burnout seringkali
tidak bisa melihat perubahan positif dalam
situasi mereka. Burnout lebih
dari sekadar kelelahan bekerja, karena cenderung
Self-healing adalah sebuah proses untuk menyembuhkan diri dari luka batin yang mengganggu emosi. Sebagian orang tentunya mengalami masalah dan lelah secara emosional. Luka batin tersebut bisa terjadi dalam waktu yang lama dan berdampak pada kegiatan sehari-hari bahkan mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan dan menyebabkan timbulnya burnout. Bagi kamu yang belum selesai dengan masalah emosi tersebut, beberapa cara berikut bisa dicoba dalam membantu menyembuhkan diri sendiri dari dalam.
1. Berdamai dengan keadaan
Menerima setiap keadaan yang menimpa kita ini sebagai guru kehidupan yang menempa pribadi kita jadi lebih baik. Berdamai dengan keadaan membuat kita menjadi pribadi yang lebih berkembang dan sarana memperbaiki diri.
2. Berdialog dengan diri sendiri
Satu-satunya orang yang mampu berbicara dengan lubuk hati terdalam adalah diri sendiri. Luangkan waktu sejenak, bercermin dan jujur pada diri sendiri. Dengan berdialog dengan diri sendiri, dapat meluapkan perasaan buruk atau emosi yang terjebak dalam diri sendiri.
3. Mindfullness
Fokus pada diri sendiri dan segala pikiran yang dimiliki. Dengan penuh kesadaran,cobalah buat memahami setiap pergulatan emosi yang ada di dalam diri. Mindfullness akan membantu kita lebih sadar akan keadaan sekitar serta mampu menerima emosi secara terbuka. Saat menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, hadapilah dengan tidak melebih-lebihkan apa yang dirasakan dan tidak terfokus pada perasaan menyakitkan yang dialami.
4.
Meningkatkan self-comparison
Self-compassion dapat dikatakan sebagai cara kita untuk bisa memahami, mengasihi, memberikan kebaikan dan menerima diri. Meningkatkan kepedulian terhadap diri sendiri, merespon peristiwa buruk dengan perasaan lapang dada dan selalu berupaya membebaskan diri dari duka yang berlarut.
5. Tempatkan masa lalu pada
tempatnya
Masa
lalu hadir di masa kini bukan untuk terus disesali, melainkan untuk dimaknai.
Gambaran masa lalu adalah pengalaman dan ambil sisi positif darinya serta
maknai pengalaman di masa lalu tersebut dengan respon positif yang dapat membantu
penyembuhan hati.
6. Me time
Meluangkan waktu untuk diri sendiri benar-benar akan membuat diri kita merasa lebih bermakna dan berharga. Selain itu, membuat kita merasa bahwa pusat dari segala kehidupan ini adalah diri sendiri dan orang lain hanya sebagai pelengkap kebahagiaan. Memberikan waktu sejenak untuk diri sendiri atau me time penting untuk kesehatan dan kesejahteraan mental.
Pada dasarnya kita hanyalah manusia biasa, dan dengan berserah kepada Tuhan bukan berarti kita berputus asa. Pada titik ini kita belajar mengikhlaskan atas ekspektasi yang kita harapkan dengan realita yang ada. Karena hidup terus berputar, mungkin saja situasi yang sebenarnya tidak ingin kita hadapi justru terjadi dalam kehidupan kita. Namun bukan berarti hal tersebut harus selalu dilawan, tapi justru untuk diterima dan membuat kita bisa melihat sisi kehidupan dari segi yang lebih jauh serta lebih dalam.
Penulis: Yurista Viprianti
Sumber :
• https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-6250225/pengertian-self-healing- manfaat-dan-cara-terbaik-melakukannya
• https://katadata.co.id/safrezi/berita/6197460447a80/pengertian-self-healing-dan-cara- melakukannya
• https://usd.ac.id/pusat/p2tkp/self-compassion-mengasihi-diri-sendiri/
• https://health.kompas.com/read/2020/08/11/133200868/apa-itu-me-time-dan-arti- pentingnya-bagi-kesehatan-mental?page=all
• https://www.bbc.com/indonesia/vert-cap-48604523