Reformasi birokrasi pada era reformasi telah
menjadi bagian penting dalam mewujudkan good governance. Titik berat
dari pemerintahan yang baik adalah pada upaya peningkatan kualitas pelayanan publik,
serta pemberantasan korupsi secara terarah, sistematis, dan terpadu. Kita
sering mendengar bahwa pelayanan publik masih kurang memuaskan pengguna
jasa/pelanggan.
Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan publik yang berkualitas, berprosedur jelas, dilaksanakan dengan
segera, dan dengan biaya yang pantas, terus mengedepan dari waktu ke
waktu. Tuntutan ini berkembang seiring dengan berkembangnya kesadaran bahwa
warga negara dalam kehidupan bernegara dan berbangsa yang demokratis memiliki hak
untuk dilayani.
Paradigma pelayanan pemerintah yang
bercirikan pelayanan melalui birokrasi yang lamban, prosedur yang berbelit, dan
tidak ada kepastian, harusnya bisa diatasi dengan berbagai cara, antara lain melalui
penerapan e-Government. Paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus
pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer-driven
government), hal ini sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan negara
dalam rangka mewujudkan pelayanan yang prima dan berkualitas.
Kewajiban
negara dan pemerintah dalam menyelenggarakan proses pelayanan publik yang
efektif dan efesien tak luput dari Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), di antaranya
adalah kemanfaatan, ketidakberpihakan, tidak menyalahgunakan wewenang, dan
sebagainya guna mewujudkan pelayanan yang berkualitas bahkan prima. AUPB
sendiri merupakan etik dalam penyelengaraan pemerintahan termasuk di dalamnya
penyelenggaraan pelayanan publik. Maka, pelanggaran terhadap AUPB juga
merupakan bentuk maladministrasi.
Dengan adanya
paradigma birokrasi yang lamban, berbelit, dan tidak ada kepastian, bahkan
banyak terjadi maladministrasi diperlukan perbaikan-perbaikan dalam pelayanan
kepada pengguna jasa. Menjadi tugas kita
sebagai pelayan publik untuk memperbaiki citra yang kurang baik tersebut untuk
menuju terciptanya kondisi yang ideal atau yang disebut dengan kepuasan
pengguna jasa.
Perbaikan terus menerus
diperlukan untuk memberikan kepuasan kepada pengguna jasa, antara lain dengan
sumber daya yang bersih, baik secara fisik maupun psikis, dengan kondisi area
pelayanan terpadu yang nyaman, dengan fasilitas yang memadai, misalnya toilet, ruang konsultasi, ruang lakstasi, tempat bermain anak, dan fasilitas
untuk disabilitas. Kemudian, dari sisi sumber daya manusia tersedia pegawai
yang berintegritas tinggi, mempunyai sifat sebagai pelayan publik, adaptif
terhadap perubahan, mengerti kemauan pengguna jasa dan tidak alergi terhadap
kritik dan masukan (tahan banting terhadap kritik).
Selanjutnya, adanya
prinsip kolaborasi antara semua komponen pemberi layanan, mulai dari pimpinan
sampai dengan petugas garda paling depan memiliki rasa kebersamaan, berbagi
tugas, kesetaraan, tanggung jawab, dan tanggung gugat, sehingga dapat
disimpulkan adanya reward kepada yang berprestasi dan punishment
kepada pemberi layanan yang berbuat kesalahan.
Tetap menjaga hubungan
baik/intimacy dengan pengguna jasa dan hubungan baik itu akan berlanjut
secara alamiah (sustainable intimacy). Walaupun berganti petugas pemberi
layanan, pelayanan tidak akan terganggu dan kepuasan pengguna jasa tetap
terjaga dengan baik.
Penulis: Dwi Nugroho, Kasi
Kepatuhan Internal KPKNL Pamekasan