Selasa, 28
September 2021, dalam perjalanan cuti, saya berkunjung ke sebuah objek wisata di
Kabupaten Tegal Jawa Tengah yang dikenal dengan nama Guci. Tempat wisata
pegunungan itu sudah sangat dikenal oleh wisatawan lokal maupun masyarakat
sekitar. Bahkan saya pun sudah tahu sejak masih duduk di bangku SMP (walaupun baru
beberapa kali ke sana). Namun saya akui baru kali ini menikmati perjalanan
dengan sepeda motor yang ditempuh sekitar dua jam dari desa kelahiran. Teringat
di tempat kerja saya saat ini (yang juga menjadi homebase), untuk mencapai
daerah wisata pegunungan (Gunung Dempo) dengan hamparan kebun teh dan udara
yang dingin harus menempuh perjalanan mobil selama delapan jam. Jadi ketika saya
cuti, pulang menjenguk orang tua seperti mendapat bonus bisa berjalan ke wisata
Guci yang tidak terlalu jauh.
Satu tempat wisata dengan tempat wisata lain tentunya akan
menyuguhkan suasana yang berbeda. Suatu saat saya pernah mengikuti
training di daerah Puncak Bogor, dimana pihak hotel menyuguhkan musik sunda
dengan suara seruling dan alunan gamelan khas sunda yang sayup-sayup. Terbayang
bukan bagaimana suasana sunda benar-benar melekat di angan-angan ? Suasana sunda
di tempat itu kemudian saya coba hadirkan dalam angan-angan ketika saya
berwisata ke Guci, tapi saya kemudian gagal mendapatkan suasana sunda di sana.
Mungkin karena tidak ada musik sundanya ? Tapi diputar musik sunda melalui handphone juga tidak berasa seperti di Puncak Bogor sana. Saya kemudian berpikir,
apa yang membuat suatu kawasan mempunyai suasana berbeda satu sama lain.
Bagaimanapun suasana suatu tempat (wisata) akan membuat para pengunjung betah,
suka, akan sering atau berlama-lama di tempat tersebut. Pada kondisi tertentu
ada nilai ekonomi dengan situasi tersebut.
Seperti gaya seorang Penilai (memang saya juga Penilai) tiba-tiba
saya mulai membanding-bandingkan apa yang ditemui di sepanjang jalan ke Guci
dengan jalanan di sepanjang Puncak Bogor. Sekilas ketika insting bermain tentu bisa
ditebak mana wisata yang lebih bernilai ekonomi. Tapi itu baru satu sisi dimana
saya melihat keramaian di sepanjang jalan saja. Bagaimana bila ternyata ada
di dalam sana proyek-proyek pemanfaatan alam yang lebih bernilai eknomi daripada sekadar keramaian di pinggir jalan. Disitulah tantangan bagi seorang Penilai
untuk mengungkap data yang lengkap untuk keakuratan opininya.
Sepanjang jalan saya berangan-angan seandainya jalan ke
Guci seramai jalan di Puncak pastinya pedagang sekitar tidak sepi. Parameter keramaian
akan mendatangkan nilai ekonomi yang tinggi mungkin ada benarnya. Orang bilang,
dimana ada keramaian, disitu ada uang. Beberapa pemberhentian bus yang saya tumpangi
beberapa waktu lalu juga selalu tersedia pundi-pundi uang, mulai dari kamar
mandi, restoran, tukang parkir, hingga menawarkan charge baterai handphone. Semakin
ramai orang, semakin banyak potensi orang mengeluarkan uang sehingga potensi
ekonomi juga tinggi. Dalam ruang lingkup ekonomi dari faktor wisata, sepertinya
keramaian (pengunjung) menjadi pemicu tingginya nilai ekonomi daerah wisata.
Kembali ke wisata Guci, seandainya pemerintah setempat
mengadakan lomba mendatangkan keramaian di wisata tersebut, apa kira-kira yang akan
saya kerjakan ya ? Ini tentunya hanya sebatas angan-angan saya yang sedikit
pernah tercelup dengan istilah asset manager. Pertama, pemerintah dalam hal ini
dapat mengambil peran dengan focusing memperbanyak lembaga pendidikan
dan pelatihan yang didirikan di daerah wisata dimaksud. Banyak hal yang bisa dilakukan
mengingat pemerintah punya dana dan kebijakan. Bila tidak cukup dana ada
mekanisme kerja sama. Tentunya pemerintah terlebih dahulu punya aset misal berupa
tanah atau gedung. Dalam hal kebijakan, bisa juga dengan memberikan
bantuan-bantuan bagi lembaga pendidikan yang ada di masyarakat untuk
memperbesar kapasitas, kuantitas, dan kualitas. Kedua, membangun fasilitas
olahraga bertemakan alam seperti paralayang, arung jeram, climbing, camping,
dan sebagainya. Ketiga, mengadakan pusat penelitian dan pemanfaatan alam. Selama
perjalanan ada banyak hal yang sepertinya bisa dicontoh (benchmarking)
dengan kondisi alam yang serupa di daerah lain ataupun di luar negeri sana. Wisata
Guci ada air terjun (meskipun kecil), ada air panas (barangkali ada geothermal),
dan ada angin yang berhembus kencang. Sangat menarik untuk penelitian
pemanfaatan energi listrik dari faktor alam tersebut. Dampak yang diharapkan
adalah adanya keramaian yang mempunyai korelasi dengan potensi ekonomi. Disamping
itu, manfaat yang lebih tinggi juga dapat dicapai bila sukses dalam realisasinya.
Akhirnya saya tersadar bahwa sambil minum kopi dan suguhan
tempe mendoan di kafe wisata Guci sangat membantu berangan-angan. Pastinya akan
lupa bila sudah habis dua-duanya. Oleh sebab itu, supaya tidak lupa sengaja
saya tulis, sebagai bukti saya pernah berangan angan di sana, Guci.[gsw]
Penulis: WAHIDIN (Kasi Hukum
dan Informasi KPKNL Palembang)