Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palembang > Artikel
Memanfaatkan Itikad Baik dalam Proses Mediasi untuk Efektivitas dan Efisiensi Persidangan Perkara Perdata yang Ditangani KPKNL
Evi Soraya
Selasa, 04 Mei 2021   |   3375 kali

            Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (Prof. Dr. R. Wirjono, SH). Salah satu cara bertindak di muka pengadilan dimaksud adalah adanya proses mediasi. Mediasi dalam sumber hukum acara perdata yang masih berlaku di Indonesia diatur dalam HIR (Herziene Inlandsch Reglement) Pasal 130 dan RBg (Rechtsreglement voor Buitengewesten) pasal 154 RBG ayat 1 dan ayat 4.  Namun sebagaimana diketahui, produk hukum warisan kolonial Belanda tersebut dalam perjalanannya masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, untuk melengkapi apa yang tidak terdapat dalam HIR/RBg tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan peraturan turunan mengenai mediasi. 

            Salah satu peraturan terkait mediasi di pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung  (PERMA) Nomor 01 Tahun 2016. PERMA tersebut menjelaskan bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Sebagai salah satu prosedur dalam persidangan, maka mediasi menjadi wajib bagi para pihak untuk melaksanakannya. Bahkan kewajiban tersebut juga mesti dilaksanakan atau disediakan oleh majelis persidangan yang mana Hakim Pemeriksa Perkara wajib memerintahkan para pihak untuk terlebih dahulu menyelesaikan sengketa dengan cara perundingan dengan perantara mediator. Di luar perkara yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi, terdapat konsekuensi bagi Hakim Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi. Disebutkan dalam pasal  3 ayat 3, bahwa Hakim Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi sehingga apabila para pihak tidak melakukan mediasi, maka hakim tersebut telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi di pengadilan. 

            Adanya kewajiban untuk mediasi di satu sisi memberi manfaat, dan di sisi lain juga menimbulkan konsekuensi bagi para pihak. Adapun manfaat mediasi sebagaimana dijelaskan dalam PERMA Nomor 01 Tahun 2016 adalah menyelesaikan sengketa secara lebih sederhana, cepat dan biaya ringan, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan, serta tetap menjaga hubungan baik. Sementara di sisi lain, konsekuensi bagi para pihak adalah keharusan untuk hadir dalam majelis mediasi dan melaksanakannya dengan itikad baik. Namun pada praktiknya, mediasi tidak selalu berjalan mulus. Alih-alih menyelesaikan sengketa secara cepat dan biaya ringan, mediasi tidak jarang berjalan lambat, bertele-tele dan menimbulkan biaya yang tidak ringan. Hal ini seringkali dialami oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Palembang ataupun KPKNL lain sebagai Pihak Tergugat (ataupun turut tergugat) dalam menjalani proses mediasi. Merujuk pada kondisi tersebut, penulis bermaksud mengemukakan pandangan melalui tulisan dengan judul “Memanfaatkan Itikad Baik dalam Proses Mediasi untuk Efektifitas dan Efisiensi Persidangan Perkara Perdata yang Ditangani KPKNL”. Tujuan penulisan ini adalah untuk memaksimalkan proses mediasi dengan itikad baik sehingga penanganan perkara di KPKNL bisa efektif dan efisien.

            Kegiatan penanganan perkara perdata di pengadilan (yang dilakukan KPKNL Palembang) merupakan salah satu tugas dan fungsi yang dijalankan oleh Seksi Hukum dan Informasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.00/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Penanganan perkara dimaksud meliputi kegiatan persidangan atas gugatan pihak lain yang pada umumnya mengenai perkara perdata pelaksanaan lelang. Dalam perkara perdata di KPKNL Palembang, secara keseluruhan masih terkait gugatan atas pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan pasal 6 UUHT Tahun 1996. Meskipun demikian, dalam tugas dan fungsinya KPKNL juga mempunyai risiko gugatan lain seperti dari pengelolaan barang milik negara, pengurusan piutang negara, dan penilaian.  

            Sepanjang akhir tahun 2020 lalu, perkara terkait pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan di KPKNL Palembang tercatat 37 perkara. Dari sejumlah tersebut KPKNL Palembang sebagai Pihak Tergugat maupun Turut Tergugat belum pernah mengalami kalah baik di tingkat pertama maupun sampai dengan tingkat PK (Peninjauan Kembali). Hal Ini menunjukan kinerja penanganan perkara di KPKNL Palembang hingga akhir tahun 2020 sudah optimal. Namun demikian, untuk suatu kemenangan dalam perkara di pengadilan memakan waktu dan proses yang tidak sebentar. Sebagai gambaran, bila dilihat asal perkara yang didaftarkan di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri/PN); masing-masing tersebar di PN Palembang, PN Kayu Agung, PN Sekayu, PN Baturaja, dan PN Prabumulih. Sebaran lokasi ini menunjukan tingkat jangkauan dan mobilitas bagi pegawai KPKNL Palembang untuk menangani perkara cukup tinggi. Hal ini tentunya seiring dengan kebutuhan yang tinggi akan personil untuk menangani perkara dan biaya perjalanan dinas menghadiri persidangan. Disisi lain, tugas di Seksi Hukum dan Informasi tidak saja menangani perkara, akan tetapi juga menangani kehumasan (media sosial), penatausahaan hasil pengurusan piutang negara dan hasil lelang. Di sinilah terjadi gap antara kebutuhan dan ketersediaan baik personil maupun biaya. 

            Berpijak dari kondisi tersebut, penanganan perkara di pengadilan oleh KPKNL semestinya dapat berjalan secara efektif dan efisien. Efektif berarti persidangan dapat mencapai hasil optimal berupa kemenangan di pihak KPKNL dan efisien berarti penanganan perkara bisa berjalan hemat waktu, tenaga, dan biaya. Secara ekstrim bisa disebutkan bila saja tidak ada perkara/gugatan yang masuk ke KPKNL itu akan lebih baik, meskipun hal ini jelas kecil mungkinannya. Atau setidak-tidaknya kalaupun ada gugatan yang melibatkan KPKNL, berharap dalam proses persidangan tidak berlarut-larut atau bertele-tele. 

            Bagi KPKNL, kesempatan untuk pelaksanaan sidang secara efektif dan efisien bisa dimulai dari proses mediasi. Sebagaimana yang telah dituliskan pada bagian pendahulu di atas, mediasi punya manfaat untuk menyelesaikan sengketa secara lebih sederhana, cepat dan biaya ringan, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan, serta tetap menjaga hubungan baik. KPKNL tentunya sangat bersyukur apabila proses mediasi berhasil dengan perdamaian para pihak sehingga tidak perlu berpanjang-panjang mengurus sidang. Kalaupun tidak tercapai perdamaian, dalam mediasi terdapat “itikad baik” yang dapat diupayakan untuk mencapai sidang yang lebih efektif dan efisien. 

            PERMA tentang mediasi menjelaskan bahwa mediasi harus dilandasi dengan “itikad baik” oleh para pihak.  Salah satu Itikad baik dimaksud ditunjukkan dengan kehadiran para pihak selama panggilan-panggilan mediasi. Dalam praktiknya, kehadiran para pihak justru menjadi penghambat proses mediasi itu sendiri dan secara tidak langsung menghambat penyelesaian sengketa di pengadilan. Hal ini dikarenakan kehadiran para pihak secara bersama-sama dalam mediasi jarang sekali dapat berlangsung sekali pertemuan saja. Padahal batas waktu mediasi sudah ditentukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi oleh Hakim Pemeriksa Perkara atau 60 (enam puluh) hari bila ada perpanjangan.

            Ketidakhadiran para pihak menurut pengamatan penulis sendiri dipengaruhi beberapa faktor seperti : a. Belum terkonfirmasinya undangan/relaas dari pengadilan ke alamat pihak-pihak bersengketa, b. Pihak prinsipal belum bisa hadir atau mediator sendiri yang menunda mediasi untuk memberi kesempatan prinsipal hadir pada pertemuan berikutnya, c. Kendala teknis kehadiran (misal: biaya dan kesiapan pihak), d. Hasrat mengulur-ulur waktu persidangan pihak tertentu terutama berkenaan dengan lelang jaminan kredit (lelang pasal 6 UUHT). Dalam literatur PERMA Nomor 01 Tahun 2016, ketidakhadiran yang mengakibatkan para pihak dianggap “tidak beritikad baik” diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (2) sebagai berikut :

a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah; 

b. menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah; 

c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah; 

d. menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau 

e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

Padahal pada pasal selanjutnya (Pasal 22), konsekuensi bagi Penggugat yang dinyatakan tidak beritikad baik dalam proses mediasi sebagaimana dimaksud poin di atas, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Penggugat yang dinyatakan tidak beritikad juga dikenai pula kewajiban pembayaran biaya mediasi.

            Ketentuan kehadiran sebagaimana tersebut dalam pasal-pasal PERMA di atas semestinya dapat dimanfaatkan KPKNL sebagai senjata untuk menyelesaikan perkara secara cepat (efisiensi waktu). Setidaknya ada dua syarat kondisi yang dapat dijadikan landasan yaitu : a) Konsistensi kehadiran pihak Penggugat, dan b) Konsistensi mediator untuk menerapkan kedispilinan kehadiran para pihak (inperson) sebagai parameter menyatakan itikad baik atau itikad tidak baik. Pihak KPKNL dapat mengamati dan mencatat kehadiran lawan (Penggugat) dalam proses mediasi. Apakah lawan hadir sendiri (prinsipal) atau diwakili oleh kuasa hukumnya (advokat), apakah ketidakhadiran prinsipal sudah sesuai/sah sesuai ketentuan, dan apakah frekuensi ketidakhadiran lawan memenuhi syarat untuk dinyatakan tidak beritikad baik. Apabila menurut pengamatan dimaksud Pihak Lawan melanggar ketentuan kehadiran, tentunya KPKNL berhak mengajukan kepada mediator supaya pihak lawan dinyatakan Tidak Beritikad Baik dan mohon dapat diusulkan kepada hakim pemeriksa perkara untuk menolak gugatan (gugatan tidak diterima). 

            Landasan pertama dimaksud tentunya dapat efektif dengan dukungan mediator untuk konsisten menerapkan kedisiplinan kehadiran inperson sebagai parameter itikad baik. Tanpa ketegasan dari mediator, sidang mediasi tetap saja berjalan lambat dikarenakan seringnya penundaan dengan alasan untuk memberi kesempatan para pihak hadir secara lengkap. Meskipun kehadiran para pihak secara lengkap sendiri punya maksud yang baik seperti tercapainya win-win solution, rasa aman, dan nyaman atas perkara diantara mereka, namun diakui sendiri oleh MA dalam buku Rencana Strategis MA RI 2020-2024 bahwa tingkat keberhasilan mediasi yang menggunakan metode win-win solution dan memakan waktu tidak lebih dari dua bulan tidak lebih dari 20 % sehingga belum efektif meningkatkan produktifitas penyelesaian perkara.

            Contoh perkara perdata yang sukses dengan penerapan kehadiran yang menjadi parameter itikad baik pernah dialami KPKNL Palembang, yaitu pada persidangan perkara nomor 54/Pdt.G/2020/PN.Bta. Dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim menyatakan “bahwa berdasarkan laporan mediator tanggal 14 Januari 2021, upaya mediasi tersebut tidak dapat dilaksanakan disebabkan Penggugat dan Tergugat I beritikad tidak baik dalam proses mediasi karena ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah. Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat dan Tergugat I dinyatakan tidak beritikad baik dalam proses mediasi, maka gugatan Penguggat harus dinyatakan tidak dapat diterima dan oleh karenanya Penggugat haruslah dihukum pula untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditetapkan dalam amar putusan ini”. 

            Kutipan Putusan tersebut di atas tentunya seperti angin segar buat KPKNL Palembang. Alasan pastinya adalah petugas tidak lagi direpotkan dengan kehadiran ke persidangan lanjutan (mengingat jarak yang cukup jauh, 4-5 jam perjalanan mobil), petugas tidak lagi mengantri/menunggu sidang namun tiba-tiba batal karena pihak lawan tidak hadir, petugas bisa konsentrasi dengan tugas-tugas lain, menghemat biaya perjalanan dinas yang minim. Pada intinya putusan itu membuat persidangan lebih efektif dan efisien bagi KPKNL Palembang. 

            Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tersebut baik terkait ketentuan mediasi persidangan maupun bukti empiris hasil mediasi yang pernah dialami petugas KPKNL Palembang adalah mediasi sedapat mungkin dimaksimalkan untuk kehadiran sehingga unsur sebagai pihak yang beritikad baik dapat dipenuhi. Sebaliknya kehadiran di pihak lawan dengan catatan-catatan (bila ada) menjadi pertimbangan untuk mengusulkan kepada mediator sebagai pihak yang tidak beritikad baik. Terbitnya putusan pada perkara tersebut di atas dapat menjadi pertimbangan/rujukan bahwa sangat dimungkinkan mediator mengusulkan itikad tidak baik para pihak apabila ketidakhadiran para pihak berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah sehingga pada saatnya nanti majelis hakim dapat memutuskan gugatan Penggugat tidak diterima. KPKNL sangat berkepentingan untuk proses persidangan yang lebih cepat, efektif dan efisien salah satunya dengan memaksimalkan proses di tahap mediasi. 


Ditulis oleh : Wahidin (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palembang)

Foto oleh : google


Referensi:

1. Reglement Voor de Buitengewesten (RBG), Lembaran Negara No. 227 Tahun 1927.

2. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB).

3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

4. Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 01 tahun 2016.

5. Rencana Strategis Mahkamah Agung RI 2020-2024.


Ditulis oleh : Wahidin (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palembang)




Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini