Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Manado > Artikel
Manajemen Kinerja di Kementerian Keuangan: Mewujudkan Visi Misi Organisasi dengan Implementasi Balanced Scorecard
Arip Budiyanto
Jum'at, 16 Februari 2024   |   311 kali

Manajemen Kinerja di Kementerian Keuangan mengadopsi konsep Balance Score Card (BSC) yang pertama kali ditulis dalam suatu makalah yang diterbitkan Harvard Business Review oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992. BSC ini sebenarnya awalnya adalah alat managemen strategis yang digunakan pada perusahaan. Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi adalah pola tindakan terpilih untuk mencapai tujuan tertentu. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan: mengandalkan anggaran tahunan, berjangka panjang dan berfokus pada kinerja keuangan. Penerapan sistem manajemen strategis yang demikian di banyak perusahaan swasta mengalami kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang memiliki insentif yang terhubung ke strategi, 60% perusahaan tidak menghubungkan anggarannya ke strategi 85% dari tim eksekutif menghabiskan waktu kurang dari satu jam untuk membahas strategi tiap bulan, dan hanya 5% pegawai yang memahami strategi.

         Namun sistem manajemen strategis tetap diperlukan karena perusahaan dituntut untuk berkembang secara terencana dan terukur, sehingga memerlukan peta perjalanan menghadapi masa depan yang tidak pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, dan perlu mengarahkan kemampuan dan komitmen SDM untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang dikembangkan oleh Norton dan Kaplan memberikan solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced scorecard dalam sistem manajemen strategis adalah: memperluas perspektif dalam setiap tahap sistem manajemen strategis, membuat fokus manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif. 

             Konsep umum BSC adalah suatu kerangka kerja (framework) yang membantu organisasi menerjemahkan/ mengimplementasikan strategi menjadi tujuan-tujuan operasional untuk memperbaiki  perilaku dan kinerja organisasi. Kata scorecard (kartu skor) mengacu pada mencatat skor hasil kinerja dan merencanakan skor yang hendak diwujudkan. Sedangkan  balanced (berimbang) berarti bahwa suatu kinerja diukur secara berimbang (keuangan dan non  keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal  dan eksternal). Pada organisasi yang berorientasi profit BSC memiliki 4 (empat) perspektif yaitu: financial perspective, customer perspective, internal perspective dan learning and growth.

                    Secara sederhana pada organisasi privat yang berorientasi profit tentu tujuan utamanya adalah bagaimana tercapainya target keuangan yang didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow. Oleh karenanya perspective  financial ditempatkan pada posisi tertinggi. Sementara untuk organisasi publik seperti  Kementerian Keuangan tujuannya adalah memberikan kepuasan terhadap layanan yang diberikan kepada stakeholder (pemangku kepentingan) seperti presiden, DPR dan masyarakat.

      Penggunaan BSC pada organisasi publik sudah banyak dilakukan. Di Amerika Serikat misalnya instansi Federal yang menggunakan balanced scorecard antara lain Department of Agriculture, Natural Resource Conservation, Forrest Service, Department of Commerce, Fish & Wildlife Service, Bureau of Reclamation, Environmental Protection Agency, Council on Environmental Quality. Sedang negara bagian yang sudah menerapkan balanced scorecard diantaranya Alaska, Oregon, Washington, California, Idaho, MontanaPada tingkat lokal, setingkat kecamatan di Indonesia, balanced scorecard sudah dipergunakan di 39 Counties, 277 Cities, 44 Sewer Districts, 125 Water Districts, 36 Irrigation Districts, 32 Public Utility Districts, 14 Port Districts, 48 Conservation Districts, dan 170 Municipal Water Suppliers. Juga pada institusi yang ada di negara lain.

                    Di Indonesia penggunaan BSC sudah dilakukan baik pada organisasi publik yang bersifat pure non profit organizations dan quasy non profit organizations. Pure non profit organizations adalah organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, penjualan asset negara, dan sebagainya, misalnya pemerintahan baik pusat maupun daerah/ Kementerian Lembaga. Sedangkan quasy non profit organizations merupakan organisasi publik yangmenyediakan atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta, dan kreditor, misalnya BUMN, BUMD.

Manajemen Kinerja  di Kementerian Keuangan

         Manajemen Kinerja di Kementerian Keuangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2022, yang terbagi dua yaitu Manajemen Kinerja Organisasi dan Manajemen Kinerja Pegawai. Untuk melihat bagaimana implementasi BSC dapat dilihat dari tahap perencanaan kinerja pada Manajemen Kinerja Organisasi. Pada saat perencanaan, pemilik peta strategi akan membuat perjanjian kinerja yaitu pada level lKementerian, UPK-One (eselon I), UPK-Two (eselon II pemilik peta) dan UPK-Three (eselon III pemilik peta). 

    Komponen pada perjanjian kinerja adalah: Peta Strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), Rincian Anggaran, Rincian Target Kinerja, dan Inisiatif Strategis (optional). Kalau kita lihat pada Peta Srategi yang merupakan dashboard yang memetakan sasaran strategis dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi dalam mewujudkan visi dan misi. Disitu telah terbagi sasaran organisasi untuk mencapai visi dan misi pada 4 (empat) perspektif yaitu stakeholder, customer, internal process, dan learning and growth. Kemudiaan keberhasilan pencapaian sasaran organisasi atau Sasaran Strategis (SS) tolok ukurnya adalah Indikator Kinerja Utama (IKU). Setiap IKU memiliki target IKU berupa ukuran kuantitatif. Apabila bersifat kualitatif, maka harus dikuantitatifkan. Setiap target IKU diuraikan menjadi target periodik (trajectory). Untuk target bulanan dapat bersifat outcome, outcome antara, output, dan/atau output antara (tahapan). Selain itu pada Perjanjian Kinerja juga terdapat Rincian Anggaran yang berisi informasi pengalokasian anggaran untuk setiap program/kegiatan yang diperoleh untuk pencapaian sasaran strategis pada tahun tersebut. Dari Perjanjian Kinerja tersebut tergambar kaitan sasaran organisasi dengan pencapaian visi dan misi dengan tolok ukur yang sangat jelas secara kuantitatif dalam empat perspektif.

(Arip Budiyanto. Kepala Seksi Kepatuhan Internal KPKNL Manado).

Referensi:

1.  Bahan Ajar Pelatihan Jarak Jauh Manajemen Kinerja; Kementerian Keuangan; 2024

2.  Darwanto, Herry; Balance Scorecard untuk Organisasi Pemerintah; Bappenas

3.  https://surabaya.proxsisgroup.com/balance-scorecard-di-organisasi-sektor/, diakses pada 11 Februari 2023 



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini