Kehadiran
Barang Milik Negara harus menjadi sarana untuk mewujudkan tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia tercinta sebagaimana
yang disebutkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu:
1.
Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.
Memajukan
kesejahteraan umum;
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban
dunia;
Dalam
mewujudkan tujuan mulia tersebut maka BMN yang dibeli oleh negara atau melalui
perolehan lain yang sah harus digunakan dengan sebaik-baiknya dan seoptimal
mungkin oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang.
Pada Merindu BMN seri sebelumnya, kita telah berbagi informasi terkait perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara sebagai salah satu cara agar BMN yang akan ada di masa depan dapat digunakan secara optimal, masih menyambung dengan tema sebelumnya pada Merindu BMN seri ini kita akan berbagi informasi terkait Penggunaan BMN.
A.
Penetapan Status Penggunaan BMN
Untuk Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga.
Penggunaan BMN adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang
dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara yang sesuai dengan tugas
dan fungsi instansi yang bersangkutan, sehingga Penggunaan BMN dibatasi hanya untuk pelaksanaan tugas dan
fungsi Kementerian/Lembaga. Seluruh BMN wajib ditetapkan status
penggunaannya kecuali:
1.
Barang persediaan
2.
Konstruksi dalam Pengerjaan (KDP)
3.
Barang yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk dihibahkan
4.
Barang yang berasal dari dana
dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan yang direncanakan untuk
diserahkan
5.
Bantuan Pemerintah Yang Belum
Ditetapkan Statusnya (BPYDS)
6.
Aset Tetap Renovasi (ATR)
Pengelola Barang memiliki kewenangan untuk menetapkan status penguasaan dan penggunaan BMN kepada Kementerian/Lembaga yang kewenangan tersebut dapat didelegasikan kepada pengguna Barang.
Pengelola Barang menetapkan status penggunaan BMN berupa:
1.
BMN tanah dan/atau bangunan
2.
BMN selain tanah dan/atau bangunan
dengan:
a.
yang
memiliki bukti kepemilikan, seperti sepeda motor, mobil, kapal, dan pesawat
terbang;
b.
yang
tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai perolehan di atas
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan;
3.
BMN yang dari awal pengadaannya
direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan berupa Penyertaan Modal
Pemerintah Pusat (PMPP)
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.06/2015
tentang Pendelegasian Kewenangan Dan Tanggung Jawab Tertentu Dari Pengelola
Kepada Pengguna Barang, salah satu kewenangan yang didelegasikan terkait dengan
Penetapan Status Penggunaan adalah menetapkan status penggunaan BMN berupa:
1. Alat utama sistem persenjataan
2. BMN selain tanah dan/atau bangunan, yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan, dengan nilai perolehan sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit barang.
Penetapan status penggunaan BMN menjadi bagian dari syarat pengelolaan BMN selanjutnya antara lain penggunaan untuk dioperasionalkan pihak lain, penggunaan sementara, alih status penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN.
B.
Permohonan
Penetapan Status Penggunaa untuk Pelaksanaan Tugas dan Fungsi
Kementerian/Lembaga.
Permohonan penetapan status
penggunaan BMN diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang
maupun yang dari Kuasa Pengguna Barang kepada Pengguna Barang sebagaimana yang
disebut dalam pendelegasian tersebut diatas, untuk ditetapkan status
penggunaannya paling lama 6 (enam) bulan sejak BMN tersebut diperoleh. Pada
prakteknya masih terdapat beberapa satuan kerja/pengguna barang yang tidak
memenuhi ketentuan tersebut padahal berdasarkan ketentuan penetapan status
penggunaan BMN merupakan tanggung jawab pengguna barang/kuasa pengguna barang
untuk mengajukan penetapan status penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga
terkait, apalagi Penetapan status penggunaan BMN menjadi bagian dari syarat
pengelolaan BMN selanjutnya.
Sebagaimana disebutkan di atas terdapat 3 (tiga) klasifikasi BMN yang ditetapkan status penggunaannya oleh pengelola barang dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
1.
Tanah dan/atau bangunan;
a.
Dokumen kepemilikan berupa
sertipikat tanah
b.
Fotokopi Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB), dan/atau
c.
Fotokopi dokumen perolehan bangunan
seperti DIPA, POK atau akta hibah dan/atau
d.
Fotokopi Berita Acara Serah Terima Bangunan
e.
Dalam hal BMN berupa tanah belum
bersertifikat maka dapat diganti dengan:
-
Fotokopi dokumen kepemilikan/
penguasaan, seperti Akta Jual Beli (AJB), Girik, Letter C, Berita Acara Serah
Terima (BAST) terkait perolehan barang, dan ledger jalan;
-
Surat Pernyataan Tanggung Jawab
bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat
struktural yang berwenang di lingkungan unit organisasi eselon I pada
Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa tanah tersebut digunakan
dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga;
-
Surat keterangan dari Lurah/ Camat
setempat yang memperkuat pernyataan sebagaimana disebutkan, jika ada;
-
Surat permohonan pendaftaran hak
atas tanah dari satuan kerja pada Kementerian/Lembaga kepada Kantor Pertanahan,
jika ada.
f. Dalam hal BMN berupa bangunan yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dokumen perolehan, dan/atau dokumen lainnya, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa bangunan tersebut digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
2.
Selain tanah dan/atau bangunan
-
Yang memiliki bukti kepemilikan;
a.
Fotokopi dokumen kepemilikan,
seperti Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), bukti pemilikan pesawat
terbang, bukti pemilikan kapal laut, atau dokumen lain yang setara dengan bukti
kepemilikan;
b.
Fotokopi dokumen lainnya, seperti
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atau Berita Acara Serah Terima (BAST)
terkait perolehan barang.
c. Dalam hal dokumen kepemilikan tidak ada, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga
-
selain tanah dan/atau bangunan yang
nilai perolehannya di atas Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) per unit;
a.
Fotokopi Berita Acara Serah Terima
(BAST) perolehan barang dan dokumen lainnya;
b. Dalam hal dokumen berita Acara Serah Terima, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
3. BMN yang dari awal
direncanakan untuk dipindahtangankan melalui Penyertaan Modal Pemerintah Pusat
(PMPP)
a. Fotokopi dokumen
penganggaran, dalam hal dokumen penganggaran tidak secara tegas menyatakan BMN
direncanakan untuk dijadikan PMPP maka permohonan didukung dengan fotokopi
Kerangka Acuan Kerja (KAK), fotokopi RKA K/L dan fotokopi Petunjuk Operasional
Kegiatan (POK);
b. Fotokopi hasil audit Aparat
Pengawas Intern Pemerintah atau Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Fotokopi dokumen kepemilikan
untuk tanah dan
d. Fotokopi IMB untuk bangunan
dan fotokopi dokumen perolehannya
e. Fotokopi BAST perolehan
barang
f. Fotokopi BAST pengelolaan sementara BMN, dalam hal BMN yang akan di PMPP secara fisik sudah tidak dalam penguasaan pengguna.
Adapun kelengkapan dokumen
untuk BMN yang tidak memiliki dokumen kepemilikan sampai dengan perolehan
sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit dan alutsista:
a.
Fotokopi Berita Acara Serah Terima
(BAST) perolehan barang dan dokumen lainnya.
b. Dalam hal dokumen berita Acara Serah Terima, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
C.
BMN berupa Tanah dan Bangunan
yang Tidak Digunakan Untuk Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Kementerian/Lembaga.
BMN berupa tanah dan bangunan
tidak selamanya selalu dipergunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi pada
satuan kerja, adanya penyederhanaan
organisasi, penggunaan alternative BMN baru, likuidasi dan penggabungan
satuan kerja, perubahan kebijakan seperti sewa kantor dan sewa rumah dinas dan
hal lain lain dapat menjadi penyebabnya.
Dalam hal terdapat BMN yang
tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maka terdapat
langkah-langkah yang dapat dilakukan Kementerian/Lembaga yaitu sebagai berikut:
1. Memastikan terlebih dahulu
tidak terdapat satuan kerja lain sesama pengguna barang yang dapat menggunakan BMN tersebut. Sebagai
contoh pada Mahkamah Agung, satuan kerja
Pengadilan Negeri Mamuju memiliki tanah dan bangunan rumah negara atau tanah
dan bangunan kantor, yang tidak
digunakan atau tidak memiliki rencana untuk digunakan dimasa depan maka BMN
tersebut dapat alih gunakan oleh satuan
kerja Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, satuan kerja Pengadilan Tinggi Agama
Sulawesi Barat dan/atau satuan kerja Pengadilan Agama Sulawesi Barat. Terkait
penatausahaannya maka dapat tetap dicatatkan pada Pengadilan Negeri Mamuju atau
dilakukan transfer keluar ke satuan kerja yang akan menggunakannya.
2. BMN pada Pengguna Barang
dapat dioperasionalkan pihak lain dengan ketentuan penggunaan BMN tersebut
dilakukan dalam rangka:
a. Menjalankan pelayanan umum
sesuai tugas dan fungi Kementerian/Lembaga dan/atau;
b. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BMN yang
dioperasionalkan pihak lain dalam hal terdapat pendapatan yang diperoleh
setelah dikurangi biaya operasional maka pendapat tersebut seluruhnya
disetorkan ke Kas Umum Negara sebagai PNBP kecuali diatur lain oleh peraturan
perundang-undangan
3. Dalam hal satuan kerja
dilingkup Kementerian/Lembaga tidak ada yang dapat menggunakan namun masih ada
rencana penggunaan maupun pemanfaatan dimasa yang akan datang, maka BMN
tersebut dapat digunakan sementara dalam jangka waktu tertentu oleh satuan
kerja pada Pengguna Barang lain setelah mendapatkan persetujuan Pengelola
Barang. Penggunaan sementara ini tidak mengubah status pencatatan dari BMN
tersebut adapun anggaran pemeliharaan menjadi tanggung jawab satuan kerja yang
menggunakan sementara.
4. BMN juga dapat dilakukan alih
status penggunaan kepada Pengguna Barang lain dalam hal BMN tersebut tidak
digunakan ataupun tidak ada rencana penggunaan atau pemanfaatan di dalam jangka
waktu tertentu di masa yang akan datang setelah mendapatkan persetujuan
Pengelola Barang. Alih status penggunaan ini menyebabkan BMN tersebut berpindah
ke Pengguna Barang baru termasuk penatausahaannya.
5. Untuk BMN yang secara utuh berupa tanah bangunan (bukan sebagian tanah bangunan) yang berfungsi selain Rumah Negara, Pengguna Barang juga dapat melakukan alternative pemanfaatan BMN dengan terlebih dahulu melakukan analisis berbagai aspek antara manfaat yang dapat diperoleh pada pemanfaatan BMN ataupun pada penggunaan BMN.
Dalam hal terhadap seluruh
alternative langkah diatas, BMN tetap tidak digunakan dan tidak ada rencana
penggunaan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pengguna Barang
maka BMN tersebut wajib diserahkan
kepada Pengelola Barang.
Terdapat sanksi bagi Pengguna
Barang yang tidak menyerahkan BMN yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan
tugas dan fungsi yaitu:
1. Pembekuan dana pemeliharaan
BMN berupa tanah dan bangunan tersebut; dan/atau
2. Penundaan penyelesaian atas
usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan atau Penghapusan BMN.
Penyerahan BMN yang tidak digunakan untuk tugas dan fungsi kepada Pengelola Barang dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Penutup
Penetapan Status Penggunaan BMN untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga diharapkan bukan hanya sekedar pelengkap administrasi dalam pengelolaan BMN tetapi di dalam Penetapan Status Penggunaan BMN tersebut terkandung amanah yang telah diberikan oleh segenap rakyat Indonesia agar BMN tersebut digunakan secara riil guna mendukung atau memberikan pelayanan bagi masyarakat demikian pun penyerahan BMN yang tidak digunakan untuk tugas dan fungsi kepada Pengelola Barang juga mengandung amanah yang sama.
Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 49 ayat (3) menyatakan bahwa tanah dan bangunan Barang Milik Negara yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara.
Setiap pemangku kepentingan dalam pengelolaan Barang Milik Negara baik Pengelola Barang, Pengguna Barang, Kepala Satuan Kerja, Aparat Pengawas Internal Pemerintah, Masyarakat dan lainnya harus mengambil peran guna memastikan agar setiap BMN dapat diberdayagunakan dengan optimal. Mindset mempertahankan BMN pada Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja meski tidak digunakan, regulasi dan SOP yang menghambat proses penggunaan BMN, sikap mental abai ketika melihat BMN terbengkalai sudah saatnya dihilangkan. Pendekatan sanksi seperti yang telah disebutkan di atas takkan sampai ke penerapannya jika kita menanamkan rasa dalam pengelolaan BMN, yaitu rasa cinta kepada Bangsa dan Negara.
Manager aset bekerja dengan handal
Hasil terbaik yang selalu diberi
Wujud cinta pada negeri
Gunakan BMN dengan optimal
Mamuju, 25 November 2023
Ditulis Oleh : Eka Putra Bakhtiar A. Bong/Pengolah Data Pengelolaan Kekayaan Negara Senior
Catatan:
Artikel ini merupakan bagian dari program serial artikel khusus
yang digunakan untuk menyebarkan informasi/pengetahuan mengenai pengelolaan BMN
kepada pengguna jasa yang bertajuk Merindu
BMN yaitu Media Ruang Informasi dan Edukasi Barang Milik Negara.