Seorang aktivis perubahan iklim, Andhyra Firselly
Utami, atau biasa dipanggil Afutami, dalam sebuah siniar (podcast) di platform
inspigo mengibaratkan kondisi masyarakat dunia saat ini bagaikan katak yang ada
dalam sebuah kuali di atas api. Air dalam api perlahan mencapai titik didih,
namun katak dalam kuali tidak menyadari sampai segalanya terlambat. Hal
tersebut menjadi analogi bagaimana masyarakat menghadapi krisis perubahan iklim
saat ini.
Krisis iklim
telah menjadi topik bahasan sejak tahun 90-an. Tak jarang diskusi berujung
perdebatan. Namun belakangan kita tidak dapat memungkiri banyaknya anomali
musim dan bencana yang membuat masyarakat menyadari efek dari perubahan iklim.
Kita telah melihat berbagai fiksi di dalam film yang menggambarkan kehancuran
alam akibat ulah manusia. Beberapa film mengisahkan bagaimana para penyintas
bencana berusaha mencari pengganti planet seperti bumi untuk ditinggali. Fiksi
merupakan pengingat, namun kenyataan ada di depan mata. Kita perlu mengambil
tindakan sedini dan sesignifikan mungkin untuk menghadirkan bumi yang layak
ditinggali keturunan kita di masa depan.
Paris Agreement 2015 merupakan kesepakatan dan
komitmen 195 negara “memerangi” perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas.
Indonesia sendiri telah meratifikasi Paris Agreement 2015 ke dalam Undang
Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United
Nations Framework Convenstion on Climeta Change (Persetujuan Paris Atas
Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim).
Berbagai langkah strategis telah diejawantahkan pada dokumen Nationally
Determined Contribution (NDC) yang membuat berbagai aspek untuk mencapai target
penurunan emisi Indonesia. Target unconditional penurunan emisi Indonesia
sebesar 29 persen dan target conditional
sampai dengan 41 persen dibandingkan Bussiness As Usual (BAU) di Tahun 2030.
Target ini merupakan jalan tapak panjang untuk mencapai emisi negatif pada
Tahun 2050.
Pada 13 September 2022 yang lalu, Presiden Republik
Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai sebagai Kendaraan Dinas
Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Regulasi ini adalah hal yang lekat dengan tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku Pengelola Barang Milik
Negara. Dengan segala perangkat regulasi dan target penurunan emisi, sudah
selayaknya kebijakan DJKN selaku unit yang memiliki tugas menyusun kebijakan di
bidang kekayaan negara, mengarahkan kebijakannya paradigma ekonomi hijau dan
aset hijau. Penurunan emisi di Indonesia menjadi tanggung jawab berbagai pihak,
termasuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Mari memprioritaskan kebijakan
kita ke arah yang padu dengan target Indonenesia bebas emisi pada tahun 2050.
Tak hanya mengganti sumber energi BMN, namun bersinergi lintas bidang untuk
menghadirkan kebijakan yang holistik. Menghadirkan sistem transportasi yang
terpadu, mengadopsi cara kerja pasca pandemi, dan mengacu pada konsep-konsep
ekonomi hijau sebagai pijakan dalam membuat regulasi.
Bumi yang kita pijak hanya satu, waktu tidak akan terulang. Manusia berpacu dengan waktu untuk menghadirkan masa depan yang layak bagi anak cucu kita. Mari memadukan segala aspek untuk mewujudkan langkah-langkah yang diperlukan. Mari berkontribusi melalui peran masing-masing mewujudkan bumi yang lebih baik melalui konsep ekonomi hijau di bidang aset negara. Karena bumi bukanlah hal yang kita wariskan kepada anak cucu, namun bumi adalah titipan anak cucu untuk dapat kita jaga demi kehidupan mereka yang layak dan berkualitas. (teks : Neni Puji Artanti / foto : dokumentasi G20 https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2022/06/10/4350-indonesia-pastikan-komitmen-terhadap-perubahan-iklim )