Pengadilan tidak terlepas dari dampak yang
ditimbulkan dari pandemi global ini. Kendala yang dihadapi adalah banyaknya
perkara yang sedang ditangani, sehingga perlu pendekatan bertahap agar tidak
terjadi penumpukan perkara. Kebijakan Mahkamah Agung RI melalui
Surat Edaran Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid – 19) di Lingkungan
Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya yang
menginstruksikan agar pengadilan melakukan penyesuaian sistem kerja dengan
berpedoman pada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dimana administrasi persidangan yang memanfaatkan aplikasi
e- Court dan pelaksanaan persidangan dengan menggunakan aplikasi e Litigation,
koordinasi, pertemuan, dan tugas kedinasan lainnya. Terhadap perkara-perkara
yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya oleh ketentuan perundang-undangan. Dalam hal terdapat perkara-perkara yang tetap harus disidangkan, maka penundaan
persidangan dan pembatasan pengunjung sidang merupakan kewenangan majelis hakim
untuk menentukan, majelis dapat membatasi jumlah dan jarak aman antar
pengunjung sidang (social distancing), dan dapat memerintahkan
pendeteksian suhu badan serta melarang kontak fisik seperti bersalaman bagi
pihak-pihak yang akan hadir ataupun dihadirkan di persidangan.
Dalam artikel Siap-siap Litigasi Lewat E-Court , Hakim Agung Syamsul Ma’arif menerangkan bahwa E-court yang efektif bisa menghemat waktu, biaya, dan tenaga para pihak dan advokat yang kerap antre cukup lama saat harus bersidang ke pengadilan. Adapun Hani Adhani dalam artikel Mewujudkan E - Court, menjelaskan bahwa secara garis besar E-court merupakan bagian dari upaya pengadilan untuk memberikan akses kemudahan kepada masyarakat dan para pencari keadilan (justice seeker), selain tentunya menjadikan pengadilan semakin transparan, efektif dan efisien. Perma 1/2019 memperkenalkan istilah sistem informasi pengadilan, yaitu seluruh sistem informasi yang disediakan oleh Mahkamah Agung untuk memberi pelayanan terhadap pencari keadilan yang meliputi administrasi, pelayanan perkara, dan persidangan secara elektronik.
Pelaksanaan E-Court dan Persetujuan Tergugat
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 1 Tahun 2019 memperkenalkan
persidangan secara elektronik, yaitu serangkaian proses memeriksa dan mengadili
perkara oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi
dan komunikasi. Dengan peraturan tersebut nantinya proses peradilan dapat
dilakukan secara online melalui aplikasi e-Litigasi. Pada sistem E-court sebelumnya, sistem elektronik atau online
hanya dilakukan pada administrasi negara atau pendaftaran. Selain itu, sistem
elektronik juga tidak hanya diberlakukan pada pendaftaran perkara, pembayaran
biaya perkara dan biaya pemanggilan tetapi diberlakukan juga dalam persidangan
secara elektronik (online) sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen
persidangan seperti Replik, Duplik, Jawaban dan Kesimpulan secara elektronik.
Di Era pandemi covid 19 yang sampai saat ini masih belum berakhir, tidak sedikit Lembaga Peradilan baik itu Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara melakukan social distancing karena aparat penegak hukum dan pegawai pengadilan terpapar virus covid-19. Kondisi ini tentunya menjadi renungan berbagai pihak terkait untuk memperhatian keselamatan bagi aparat penegak hukum dan pegawai pengadilan serta pengguna jasa (pihak berperkara di Pengadilan) perlu untuk menekan proses berperkara dengan tatap muka yaitu melalui E- court. Pendaftaran perkara dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem informasi pengadilan, Penggugat menyampaikan gugatan melalui sistem informasi pengadilan. Gugatan harus disertai dengan bukti-bukti berupa surat dalam bentuk dokumen elektronik. Panggilan/pemberitahuan secara elektronik kemudian disampaikan kepada penggugat yang melakukan pendaftaran secara elektronik dan tergugat atau pihak lain yang telah menyatakan persetujuannya untuk dipanggil secara elektronik, pernyataan persetujuan ini tidak berlaku dalam perkara tata usaha negara.
Pasal 20 Perma Nomor 1 Tahun 2019, Persidangan Elektronik
dilaksanakan atas persetujuan penggugat dan tergugat setelah proses mediasi
dinyatakan tidak berhasil. Persetujuan penggugat secara hukum telah diberikan
pada saat pendaftaran perkara secara elektronik, dalam perkara tata usaha
negara jika gugatan diajukan secara elektronik maka tidak memerlukan
persetujuan tergugat untuk melakukan persidangan secara elektronik.
Dengan demikian persidangan secara elektronik dapat dilangsungkan
atas persetujuan para pihak setelah selesai proses mediasi. Ketika mediasi
dilaporkan tidak berhasil, maka persidangan dilanjutkan dengan agenda
menanyakan kepada para pihak utamanya pihak Tergugat akan persetujuannya
mengikuti persidangan lanjutan secara elektronik. Ketika para pihak telah
setuju maka majelis hakim menyusun court calender sebagaimana menu yang
tersedia di aplikasi SIPP dan ini terintegrasi ke dalam e court. Jika para
pihak atau pihak Tergugat tidak setuju persidangan lanjutan dilakukan secara
elektronik, maka majelis hakim menentukan persidangan berikutnya secara manual
sesuai hukum acara yang telah mengaturnya. Kondisi ini akan menyebabkan
efektifivas proses persidangan elektronik tidak dapat dilaksanakan.
Dalam prakteknya implementasi E- court terkendala jika pihak tergugat tidak menyetujui sehingga E- court tidak dapat dijalankan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Pasal 20 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 /2019 perlu dikaji ulang sehingga persetujuan pihak tergugat tidak lagi diperlukan seperti halnya dalam perkara tata usaha negara jika gugatan diajukan secara elektronik maka tidak memerlukan persetujuan tergugat untuk melakukan persidangan secara elektronik. Dengan demikian menjadikan pengadilan semakin efektif dan efisien dan tentunya mencegah penyebaran covid 19, dengan e-Court pihak berperkara bisa lebih nyaman dalam mendapatkan pelayanan, karena sistem peradilan secara elektronik membantu pihak berperkara secara online, artinya mengurangi kehadiran pihak berperkara saat sidang. Mereka cukup mengirim berkas secara online saja yang bisa memudahkan dalam proses persidangan. Dimana bisa memangkas waktu dan biaya. Tujuannya yakni agar lebih sederhana, cepat, dan biaya ringan sesuai dengan azas yang berlaku pada lembaga peradilan. (Penulis, iva )