Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Makassar > Artikel
Permasalahan Penyelesaian ABMA/T yang dilepaskan Penguasaannya dari Negara ke Pihak Ketiga dengan Cara Pembayaran Kompensasi ke Pemerintah
Gusnadi
Jum'at, 26 Januari 2024   |   59 kali

Aset Bekas Milik Asing/Tiongkok (ABMA/T) atau yang sebelumnya biasa disebut Aset Bekas Milik Asing/Cina (ABMA/C) merupakan aset-aset yang pernah diduduki oleh orang Asing/Tionghoa dan bekas aset milik perkumpulan atau organisasi yang bersifat eksklusif rasial yang dilarang, baik berupa gedung maupun tanah, termasuk didalamnya adalah aset-aset bekas milik perkumpulan etnis Tionghoa yang menjadi sasaran aksi massa atau kesatuan-kesatuan aksi di tahun 1965/1966 dalam Pemberontakan G-30S/PKI. Aset tersebut dikuasai Negara berdasarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/ 032/ 1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/ 1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960, Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962, Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 JO. Kepu tusan Presiden/Panglima Tertinggi, ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964 dan Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G-5/5/66.

Penyelesaian ABMA/T dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berdasarkan Peraturan Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021. Penyelesaian ABMA/T sesuai Peraturan Menteri Keuangan tersebut dilakukan dengan cara dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara/Daerah/Desa, dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada Pihak Ketiga dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah, dikembalikan kepada Pihak Ketiga yang sah dan dinyatakan selesai karena keadaan tertentu.

Penyelesaian ABMA/ T dilakukan dengan cara dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada Pihak Ketiga dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah terhadap aset yang telah ditempati/dihuni/digunakan oleh Pihak Ketiga secara terus menerus paling singkat selama 5 (lima) tahun dengan syarat pihak ketiga tersebut merupakan badan hukum yang tidak memiliki kaitan kepemilikan dengan badan hukum atau orgamsasi asing dan bukan merupakan reinkarnasi/penerus/onderbouw dari organisasi/perkumpulan/yayasan terlarang/eksklusif rasial atau perseorangan tersebut tidak pernah menjadi anggota dari organisasi /perkumpulan/yayasan terlarang/eksklusif rasial. Pembayaran kompensasi kepada Pemerintah ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari Nilai Wajar ABMA/T, dapat diberikan keringanan dalam hal ABMA/T digunakan untuk tempat kegiatan pendidikan formal yang berizin tetapi belum terakreditasi, kegiatan organisasi sosial dan/atau organisasi keagamaan, rumah tinggal Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pensiunan/Purnawirawan/Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia yang didasarkan pada suatu keputusan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi C, sebesar sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi B, sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi A, sekolah luar biasa dan tempat ibadah agama yang diakui Pemerintah. Jika status kepemilikan ABMA/T dalam sertipikat masih tercatat atas nama orang Asing/Tionghoa/perkumpulan/organisasi yang bersifat eksklusif rasial yang dilarang, tentunya penyelesaian dengan cara tersebut akan mudah dilakukan, namun bagaimana jika kepemilikan aset telah berpindah tangan beberapa kali.

Di Indonesia, peraturan yang mengatur hal-hal terkait pertanahan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), beserta turunannya serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah secara spesifik mengatur tentang sertifikat tanah. Dalam Pasal 1 Ayat 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah. Jadi penerbitan sertipikat telah melalui proses penelitian fisik dan yuridis yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan sehingga memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak serta sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana dalam Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Dengan demikian Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tiongkok yang dilepaskan penguasaannya dari Negara dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah, tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, apabila diberlakukan kepada pihak ketiga yang telah memiliki sertipikat dan tidak terkait dengan perkumpulan/organisasi yang dilarang. Hal ini menyebabkan terjadinya permasalahan hukum dan rawan gugatan di pengadilan karena tidak adanya kepastian hukum bagi pemegang sertipikat. Solusi jangka pendek dalam mengatasi permasalahan tersebut yaitu Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selalu berkordinasi dengan Kementerian ATR/BPN dalam rangaka menginventarisasi ABMA/T, Kantor Pertanahan memberikan catatan pada buku tanah terhadap ABMA/T sehingga tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain lagi dan mempublish daftar ABMA/T sehingga masyarakat akan lebih berhati-hati membeli tanah.

(Penulis Agung Istianto)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini