Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Makassar > Artikel
PROBLEMATIKA EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN YANG PADA AKHIRNYA MENIMBULKAN GUGATAN/PERLAWANAN
Mulfiana Muhtar
Senin, 24 Juli 2023   |   566 kali

Hak Tanggungan berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1996 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

 

Berdasarkan undang-undang, hak-hak atas tanah yang ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

 

Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur mempunyai hak untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan sesuai dengan pasal 6 dan pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi :

Pasal 6    Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Pasal 20 (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan : a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.

              (2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

             (3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

              (4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.

             (5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.

Meski debitur telah menandatangani akta perjanjian kredit dan dokumen akta hak tanggungan yang secara otomatis telah menyepakati segala isi perjanjian, namun dalam kenyataannya ketika debitur wanprestasi, masih sangat sering terjadi permasalahan dan gugatan perdata ketika kreditur akan atau telah melakukan lelang eksekusi hak tanggungan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adanya gugatan perdata yang timbul antara lain :

a.   Debitur yang tidak kooperatif dan kurangnya kesadaran debitur akan kewajibannya kepada kreditur yang harus diselesaikan, sehingga setelah proses pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan debitur masih belum merelakan obyek tanah dan/atau bangunan yang dijaminkan untuk diserahkan kepada pembeli lelang.

b.   Debitur yang tidak puas dengan hasil pelaksanaan lelang, di mana debitur menginginkan nilai jual obyek yang dijaminkan yang sangat tinggi, padahal obyek tersebut sudah berulang kali diajukan lelang ulang karena lelang sebelumnya tidak ada penawaran.

c.   Debitur mengaku dan tidak mengetahui bahwa obyek jaminannya akan dilelang serta tidak menerima surat pemberitahuaan dari kreditur tentang pelaksanaan lelang.

d.   Pihak ketiga atau biasanya juga ahli waris yang menguasai dan menempati obyek yang menjadi jaminan, yang mengaku sebagai pemilik sah obyek dan tidak pernah melakukan pemindahtanganan kepada debitur.

e.   Perlawanan dari pihak ketiga yang juga sebagai pemegang hak tanggungan kedua, ketiga dan seterusnya.

f.   Debitur menginginkan keringanan hutang (restrukturisasi), apalagi di masa pandemik covid-19 di mana debitur mengalami kesulitan ekonomi akibat usahanya yang terkena imbas pandemik, sehingga debitur masih belum merelakan apabila obyek jaminannya dilakukan lelang eksekusi hak tanggungan.



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini