Hak
Tanggungan berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1996 pasal 1
ayat 1 disebutkan bahwa “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain.
Berdasarkan
undang-undang, hak-hak atas tanah yang ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah
Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Tanah Hak Milik yang
sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan
dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan
tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
Apabila debitur wanprestasi, maka
kreditur mempunyai hak untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan sesuai dengan
pasal 6 dan pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi :
Pasal
6 Apabila debitor cidera janji,
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak
Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal
20 (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan : a. hak pemegang Hak
Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, atau b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual
melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak
mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan
pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di
bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang
Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya
dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau
media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk
melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk
lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu
beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Meski debitur telah menandatangani akta perjanjian kredit dan dokumen akta hak tanggungan yang secara otomatis telah menyepakati segala isi perjanjian, namun dalam kenyataannya ketika debitur wanprestasi, masih sangat sering terjadi permasalahan dan gugatan perdata ketika kreditur akan atau telah melakukan lelang eksekusi hak tanggungan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adanya gugatan perdata yang timbul antara lain :
a. Debitur yang tidak kooperatif dan kurangnya kesadaran debitur akan kewajibannya kepada kreditur yang harus diselesaikan, sehingga setelah proses pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan debitur masih belum merelakan obyek tanah dan/atau bangunan yang dijaminkan untuk diserahkan kepada pembeli lelang.
b. Debitur yang tidak puas dengan hasil pelaksanaan lelang, di mana debitur menginginkan nilai jual obyek yang dijaminkan yang sangat tinggi, padahal obyek tersebut sudah berulang kali diajukan lelang ulang karena lelang sebelumnya tidak ada penawaran.
c. Debitur mengaku dan tidak mengetahui bahwa
obyek jaminannya akan dilelang serta tidak menerima surat pemberitahuaan dari
kreditur tentang pelaksanaan lelang.
d. Pihak ketiga atau biasanya juga ahli waris yang menguasai dan menempati obyek yang menjadi jaminan, yang mengaku sebagai pemilik sah obyek dan tidak pernah melakukan pemindahtanganan kepada debitur.
e. Perlawanan dari pihak
ketiga yang juga sebagai pemegang hak tanggungan kedua, ketiga dan seterusnya.
f. Debitur menginginkan keringanan hutang
(restrukturisasi), apalagi di masa pandemik covid-19 di mana debitur mengalami
kesulitan ekonomi akibat usahanya yang terkena imbas pandemik, sehingga debitur
masih belum merelakan apabila obyek jaminannya dilakukan lelang eksekusi hak
tanggungan.