Lahat – Setahun lebih pandemi
COVID-19 melanda Indonesia dan negara-negara di seluruh belahan dunia, sebanyak
162.773.940 orang terkonfirmasi positif dan sebanyak 3.375.573 orang meninggal dunia (WHO, 17-05-2021). Di Indonesia sendiri sebanyak 1.739.750 orang telah terkonfirmasi positif dan sebanyak
48.093 orang meninggal dunia (WHO,17-05-2021). Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia
masih berusaha keras untuk mengurangi dan menghentikan peningkatan laju terkonfirmasi
positif serta berupaya untuk menangani dampak buruk yang diakibatkan. Pemerintah
Indonesia tidak hanya berfokus pada penanganan dampak buruk COVID-19 di bidang kesehatan
yang dapat mengakibatkan kematian, tetapi juga dalam pemulihan ekonomi nasional
(PEN) dimana selama pandemi COVID-19 telah membuat penurunan signifikan pada
perekonomian Indonesia.
Tercatat pada Triwulan I
Tahun 2021, BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami
kontraksi sebesar 0,74 persen jika dibandingkan dengan Triwulan I
Tahun 2020 lalu (BPS, 05-05-2021). Pertumbuhan ekonomi yang melemah ini
berdampak pada situasi ketenagakerjaan di Indonesia yang membuat pelaku usaha
melakukan efisiensi untuk menekan kerugian. Akibatnya, banyak pekerja Indonesia
mengalami penurunan pendapatan hingga kehilangan pekerjaan. Di berbagai sektor lain
tidak sedikit debitur mengalami kesulitan untuk melunasi utangnya kepada
negara.
Melihat situasi tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) berupaya untuk melaksanakan pemulihan ekonomi nasional, salah satunya dengan memberikan program keringanan utang untuk debitur kecil sehingga dibuat kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021.
Mekanisme Crash Program sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 2 PMK Nomor 15/PMK.06/2021 terbagi menjadi 2 (dua) bentuk yakni pemberian keringanan utang yang dibayar atau moratorium tindakan hukum pengurusan piutang negara.
Pemberian keringanan utang
yang dibayar dapat dilakukan dengan mengurangi pembayaran pelunasan utang yang
meliputi pemberian keringanan utang pokok, seluruh sisa bunga, denda dan/atau
ongkos/biaya lainnya, serta tambahan keringanan utang pokok. Besaran tarif
keringanan untuk sisa utang pokok yang ditetapkan pun beragam, mulai dari 35% apabila
utang didukung dengan barang jaminan berupa tanah/bangunan, hingga 60% apabila
tidak didukung barang jaminan berupa tanah/bangunan, dengan tambahan keringanan
utang pokok sebesar 50% apabila lunas sampai dengan bulan Juni 2021, 30% apabila
lunas dari periode Juli sampai dengan September 2021, dan 20% apabila lunas
dari periode Oktober sampai dengan 20 Desember 2021.
Sementara moratorium
tindakan hukum pengurusan piutang negara hanya diberikan kepada para debitur yang
juga memiliki kondisi khusus, seperti terbukti terdampak pandemi COVID-19
dan pengurusan piutang negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status
bencana nasional pandemi COVID-19. Adapun moratorium tindakan hukum ini dapat
berupa penundaan penyitaan, penundaan lelang, dan penundaan paksa badan yang
dapat dilaksanakan sampai dengan status bencana nasional COVID-19
dicabut.
Adapun debitur yang dapat
menerima program keringanan utang dari pemerintah berdasarkan Pasal 2 PMK Nomor
15/PMK.06/2021 terdiri dari:
a)
Perorangan
atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil,
atau menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah);
b)
Perorangan
yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR
RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
c) Perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), yang pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.
Para debitur ini kemudian diharuskan mengajukan permohonan tertulis kepada KPKNL dan diterima secara lengkap paling lambat tanggal 1 Desember 2021 dengan menyebutkan jenis Crash Program yang akan diikuti, meliputi permohonan keringanan utang atau permohonan moratorium tindakan hukum.
Berfokus pada debitur kecil, pemberian keringanan utang memiliki beberapa pengecualian dan tidak berlaku untuk piutang negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), kecuali debitur telah pensiun atau merupakan PNS pangkat/golongan (Penata Muda/III/A) ke bawah; piutang negara yang berasal dari ikatan dinas, piutang negara yang berasal dari aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL); piutang negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya, kecuali jaminan berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya tersebut, dan apabila piutang negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya sudah tidak efektif, kadaluwarsa atau kondisi lainnya, maka jaminan penyelesaian utang tersebut tidak dapat lagi digunakan sebagai jaminan penyelesaia piutang negara.
Dengan adanya program ini, pemerintah berharap dapat memberikan kemudahan bagi para debitur yang mengalami kesulitan dapat segera menyelesaikan kewajiban utangnya kepada negara.
Keringanan Utang, Lunas Hari Ini, Lega
sampai nanti.
-Seksi Hukum dan Informasi-
Sumber:
- covid19.who.int
- bps.go.id/pressrelease