Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
(UU HKPD) telah berlaku 2
tahun yaitu sejak
5 Januari 2022. UU HKPD diterbitkan dalam
rangka
memperkuat desentralisasi fiskal dan meletakkan
tanggung jawab yang lebih kuat ke daerah dalam upaya memperbaiki kualitas
layanan publik dan memeratakan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu pilar Undang-Undang tersebut adalah penguatan local taxing power, yang bertujuan untuk mendorong kemandirian fiskal
daerah. Sejalan dengan tujuan untuk mendorong kemandirian fiskal daerah
tersebut, dalam UU HKPD diatur mengenai
retribusi daerah sebagai bagian dari pendapatan daerah. Dalam kurun waktu
hampir 2 tahun ini pemerintah
daerah masih banyak yang menghadapi permasalahan dalam
implementasi retribusi daerah khususnya retribusi pemanfaatan aset Barang Milik Daerah
(BMD). Hal tersebut disebabkan adanya aturan lain yang mengatur pemanfaatan BMD
yaitu PP Nomor 27
tahun 2014 jo PP Nomor 28 tahun 2020
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian apakah kedua aturan tersebut saling
bertentangan atau mengatur obyek yang berbeda.
Retribusi Pemanfaatan Aset Daerah
Retribusi daerah
mempunyai pengertian sebagai pungutan
daerah atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi daerah merupakan salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari definisi retribusi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
retribusi terdapat 4 (empat) unsur yang harus dipenuhi, yaitu:
a.
Pungutan
daerah;
b.
Disediakan
oleh pemerintah daerah;
c.
Untuk
kepentingan orang pribadi atau badan;
d.
Adanya
pembayaran dari pihak yang menggunakan.
Obyek retribusi meliputi
penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada
orang pribadi atau badan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, maka yang menjadi obyek retribusi pemanfaatan aset daerah adalah
penyediaan BMD dalam rangka pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah.
Terkait dengan
retribusi pemanfaatan aset daerah, pembahasan 4 unsur retribusi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pungutan
Daerah
Sebagai salah satu bentuk
pungutan daerah
maka retribusi diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Daerah (Perda). Dengan demikian,
maka pemerintah daerah harus membuat Perda mengenai BMD yang menjadi
obyek retribusi dan juga
mengenai besaran tarif untuk masing masing obyek tersebut.
b. Disediakan
Oleh Pemerintah Daerah
Definisi ini menunjukan bahwa
BMD yang menjadi obyek
retribusi disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan tertentu. Tujuan
tertentu tersebut tentunya merupakan program pemerintah daerah yang
dilaksanakan oleh satuan kerja tertentu. Sebagai contoh, pemerintah daerah
membangun toko diatas lahan milik daerah dengan tujuan untuk meningkatkan
perekonomian di suatu kawasan. Dengan kondisi demikian, maka toko tersebut
merupakan obyek retribusi karena disediakan untuk program pemerintah yaitu
peningkatan perekonomian di kawasan tersebut. Secara administrasi BMD tersebut dicatat/digunakan
misalnya, oleh dinas perdagangan sebagai pengguna barang.
c. Untuk
Kepentingan Pribadi Atau Badan
Dalam konteks retribusi,
pribadi atau badan yang menggunakan BMD merupakan pihak yang mendapatkan
manfaat langsung dari penggunaan BMD tersebut. Orang atau badan yang
menggunakan BMD tersebut merupakan pihak yang menjadi sasaran dari program
pemerintah daerah sebagaimana diatas. Dengan demikian, terdapat limitasi atau
kriteria tertentu agar orang pribadi atau badan dapat menggunakan BMD tersebut.
Dengan menggunakan contoh diatas, jika sasaran program tersebut adalah pedagang
UMKM, maka pelaku UMKM tersebut menjadi subyek retribusi apabila menggunakan
toko yang disediakan oleh pemerintah daerah.
d. Adanya
Pembayaran Dari Pihak Yang Menggunakan
Sesuai dengan kaedah
retribusi, maka pihak yang mendapatkan jasa penyediaan BMD tersebut akan dipungut
iuran/pembayaran. Besaran pembayaran ditentukan oleh pemerintah daerah melalui
peraturan daerah.
Pemanfaatan
Aset Berdasarkan PP Nomor
27 Tahun 2014 jo PP Nomor 28 Tahun
2020 jo Permendagri Nomor 19 tahun
2016
Berdasarkan PP Nomor 27 tahun 2014 jo PP Nomor 28 tahun 2020 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah jo
Permendagri Nomor 19 tahun 2016, terdapat 6 jenis pemanfaatan BMD, yaitu
Sewa, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna (BSG),
Pinjam Pakai, dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).
BMD yang dapat dimanfaatkan
sesuai peraturan ini adalah BMD yang tidak digunakan dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi. BMD yang tidak digunakan dalam pelaksaan tugas dan fungsi dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu BMD yang tidak digunakan sebagian dan BMD tidak digunakan seluruhnya (idle). Sesuai
ketentuan pihak yang mengelola,
2 kategori BMD tersebut adalah:
a.
BMD
yang tidak digunakan sebagian berada dalam kelolaan satuan kerja sebagai
pengguna barang;
b. BMD
yang tidak digunakan seluruhnya atau BMD idle
diserahkan oleh satuan kerja selaku pengguna barang kepada
Gubernur/Bupati/Walikota melalui pengelola barang. Dengan demikian, maka
pengelolaan BMD tersebut dilakukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota melalui
Pengelola Barang.
Sebagai contoh BMD yang tidak digunakan sebagian adalah
apabila terdapat sebagian ruangan gedung kantor yang tidak digunakan yang
merupakan bagian dari gedung kantor suatu satuan kerja (satker). Sedangkan BMD yang tidak digunakan secara
keseluruhan, contohnya adalah apabila terdapat satu bangunan gedung yang sama
sekali tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi.
Tujuan pemanfaatan BMD
menurut peraturan ini dititikberatkan
untuk mendapatkan pendapatan daerah (PAD)/optimalisasi aset
daerah dari
unsur pelayanan kepada masyarakat.
Pihak yang akan memanfaatkan BMD tersebut disebut Mitra Pemanfaatan. Mitra Pemanfaatan merupakan orang pribadi atau badan yang mengajukan permohonan pemanfaatan kepada pengguna barang atau ditetapkan melalui tender. Pemanfaatan atas sebagian BMD yang tidak digunakan untuk tugas dan fungsi dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang. Sedangkan pemanfaatan BMD yang tidak digunakan seluruhnya/BMD idle dilaksanakan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan untuk kedua peraturan tersebut, yaitu:
a.
Retribusi Pemanfaatan Aset Daerah Berdasarkan UU HKPD
No |
Uraian |
Penjelasan |
1. |
Kondisi aset |
Siap digunakan/dioperasionalkan
|
2. |
Pemeliharaan
Aset |
Pemda kecuali diatur lain Perda |
3. |
Pihak Yang
Menggunakan |
Pengguna
layanan/penerima jasa |
4. |
Dokumen Perikatan |
Tidak ada |
5. |
Besaran Tarif |
Ditetapkan
dalam Perda |
6. |
Dasar Penggunaan
BMD |
Surat penunjukan
penggunaan aset |
7. |
Tujuan
pemanfaatan |
Penyediaan
Pelayanan kepada masyarakat |
8. |
Pencatatan BMD |
Satuan
kerja/pengguna barang |
b.
Pemanfaatan BMD Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2016 jo PP Nomor
28 Tahun 2020 jo Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
No |
Uraian |
Penjelasan |
1. |
Kondisi aset |
Siap
digunakan/dioperasionalkan atau dilakukan pembangunan/renovasi oleh mitra
pemanfaatan. |
2. |
Pemeliharaan
Aset |
Mitra
Pemanfaatan |
3. |
Pihak Yang
Menggunakan |
Mitra
Pemanfaatan |
4. |
Dokumen
Perikatan |
Perjanjian
pemanfaatan |
5. |
Besaran tarif |
Berdasarkan
hasil penilaian tim penilai |
6. |
Dasar Penggunaan
BMD |
Persetujuan pemanfaatan/dokumen
tender |
7. |
Tujuan
pemanfaatan |
Pendapatan
daerah |
8. |
Pencatatan BMD |
Satuan kerja/pengguna
barang atau pengelola barang. |
Jenis pemanfaatan BMD berdasarkan peraturan ini yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan retribusi pemanfaatan aset adalah Sewa. Sedangkan, untuk jenis pemanfaatan BMD yang lain mempunyai karakteristik yang berbeda. Perlu menjadi catatan bahwa BMD yang telah menjadi obyek retribusi tidak dapat dijadikan obyek pemanfaatan berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 jo PP Nomor 28 Tahun 2020 jo Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
Penulis:
Darnadi, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jambi