Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Jakarta V > Artikel
Digitalisasi Penerbitan Kuitansi Lelang Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Layanan di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Havivi Natapura
Rabu, 05 Juli 2023   |   256 kali



PENDAHULUAN

 

Lelang merupakan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Selain itu, lelang juga merupakan salah satu sumber penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam mendukung pelaksanaan lelang yang modern dan efisien, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung dalam setiap bidangnya. Aspek SDM dalam rangka pengelolaan APBN diatur di dalam Bab II Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang secara spesifik mengatur tentang Pejabat Perbendaharaan Negara. Di dalam regulasi tersebut, Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari Pengguna Anggaran, Bendahara Umum Negara/Daerah, dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran. Bendahara Penerimaan sebagai salah satu Pejabat Perbendaharaan Negara di tingkat satuan kerja, memiliki peran strategis dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan keuangan Negara.

Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non-kementerian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013. Salah satu tugas dan fungsi Bendahara Penerimaan dilingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah penatausahaan hasil pelaksanaan lelang. Atas pelaksanaan lelang yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Bendahara Penerimaan menerbitkan kuitansi pembayaran lelang sebagaimana diatur pada Pasal 80 ayat (5) PMK No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pandemi Covid-19 yang mulai mewabah di Indonesia pada awal tahun 2020 mendorong digitalisasi proses bisnis dimulai lebih cepat, yang diawali dengan diterapkannya sistem fleksibilitas bekerja baik melalui Work From Home  maupun Work From Office. Salah satu bentuk perubahan proses bisnis sejak pandemi Covid-19 adalah transformasi dari dokumen konvensional menjadi dokumen digital yang diotoriasi secara elektronik (digital signature). Dokumen digital ini merupakan bentuk penyesuaian sistem kerja yang lebih efisien dalam mendukung arahan pemerintah untuk melaksanakan pembatasan sosial sebagai pencegahan penularan Covid-19 serta peningkatan kualitas layanan yang memudahkan semua pihak.

Pada era digital seperti saat ini, diperlukan inovasi yang mendukung digitalisasi proses bisnis dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Sebagai institusi yang memiliki tanggung jawab pelayanan publik yang berperan dalam pegelolaan PNBP dan pelayananan pasca lelang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) perlu melakukan penyesuaian proses bisnis pelayanan penerbitan kuitansi pembayaran lelang yang berbasis elektonik sehingga dapat memudahkan pembeli lelang dalam mendapatkan kuitansi sebagai bukti pembayaran yang sah namun tetap mengedepankan kaidah hukum yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sebagai dasar pembukuan bendahara penerimaan di lingkungan DJKN.

Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai digitalisasi proses bisnis pasca lelang khususnya penerbitan kuitansi lelang oleh bendahara penerimaan di lingkungan DJKN serta membuat Karya Ilmiah dengan judul “Digitalisasi Penerbitan Kuitansi Lelang Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Layanan di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara”.

Penelitian ini bertujuan untuk meninjau regulasi pemerintah dan literatur lainnya mengenai layanan lelang dilingkungan DJKN yang terkhusus pada penerbitan kuitansi pembayaran lelang sebagai bukti pembayaran yang sah dan dokumen sumber pembukuan bendahara penerimaan DJKN. Penelitian ini diharapkan mampu mendorong digitalisasi proses bisnis pasca lelang dalam bentuk penerbitan kuitansi pembayaran lelang secara elektonik sebagai peningkatan kualitas layanan lelang di lingkungan DJKN.

Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode kualitatif dimana penulis mengutip peraturan, artikel, opini penulis dan penelitian dari pihak lain untuk membangun ide atau gagasan atas permasalahan yang dibahas dan alternatif solusi yang ditawarkan.

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Pasal 80 ayat (5) PMK tersebut juga menegaskan bahwa atas pelaksanaan lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL, Bendahara Penerimaan menerbitkan kuitansi pembayaran lelang.

Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non-kementerian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013. Bendahara penerimaan di lingkungan DJKN bertugas khusus mengelola Pendapatan Negara Bukan Pajak di bidang pelayanan lelang dan pengurusan piutang Negara. Salah satu produk yang diterbitkan oleh bendahara penerimaan DJKN adalah kuitansi pembayaran lelang, yang merupakan produk layanan pasca lelang sebagaimana diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 3/KN/2017 Tentang Pedoman Administrasi dan Pelaporan Lelang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kuitansi adalah surat bukti penerimaan uang. Terhadap besaran nominal tertentu yang tertera pada kuitansi, dikenakan Bea Meterai. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai mendefinisikan Bea Meterai adalah pajak atas dokumen. Sedangkan yang dimaksud dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.

Pada perkembangannya, proses digitalisasi pelaksanaan lelang online yang mulai dikembangkan sejak ditebitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet. Kemudian dilanjutkan dengan digitalisasi proses pra lelang melalui permohonan lelang online yang dimulai pada akhir tahun 2018. Sehingga digitalisasi produk pasca lelang juga perlu dilakukan sebagai peningkatan kualitas layanan lelang, salah satunya melalui kuitansi lelang elektronik.

Menurut penelitian Lusiana Puspitaningrum dan Aditya wirawan (2020) tentang Konstruksi Akta Lelang Digital (Digital Signature) Di Indonesia, dijelaskan bahwa Akta Lelang Digital sebagai produk pasca lelang yang terdigitalisasi telah memenuhi aspek-aspek  terkait seperti aspek keadilan, aspek kemanfaatan, dan aspek kepastian hukum. Sehingga kuitansi lelang elektronik yang juga sebagai produk layanan pasca lelang, memiliki kekuatan sebagai bukti transaksi yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti dokumen transaksi pada umumnya.



ISI


1.      Digitalisasi Proses Bisnis Lelang

Sebagai salah satu tugas dan fungsi DJKN, pelayanan lelang menjadi bagian misi DJKN yang akan terus dikembangkan, salah satunya dengan mewujudkan lelang yang andal dan modern. Berdasarkan PMK-213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Oleh karena itu, untuk mewujudkan modernisasi lelang di era digital, pemanfaatan teknologi informasi perlu menjadi perhatian dalam proses pengembangan layanan lelang.

Proses menuju digitalisasi lelang dilingkungan DJKN telah diinisiasi sejak lama, hingga akhirnya semakin dikembangkan dengan ditebitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet. Pada saat itu, proses digitalisasi diawali dengan disiapkannya platform lelang secara elektronik (e-Auction) melalui website lelangdjkn.kemenkeu.go.id hingga kemudian dilakukan rebranding menjadi lelang.go.id agar lebih mudah dikenal dan diakses publik.

Sejak diterapkannya peraturan terkait lelang secara elektronik, proporsi pelaksanaan lelang konvensional secara bertahap mulai dikurangi dan beralih menjadi lelang e-Auction. Ketika pelaksanaan lelang e-Auction telah menjadi semakin berkembang dan memberikan dampak positif atas berbagai kemudahannya, maka DJKN kembali mengembangkan proses digitalisasi pada tingkat proses bisnis pra-lelang, yaitu dengan menambahkan fitur permohonan lelang online pada lelang.go.id sebagaimana mulai diterapkan pada akhir tahun 2018. Dengan demikian, digitalisasi proses bisnis pelayanan lelang sudah dilaksanakan pada tahap pra lelang dan pelaksanaan lelang, hanya pelaksanaan layanan pasca lelang yang belum terdigitalisasi.

Salah satu pelayanan pasca lelang adalah penerbitan kuitansi lelang yang dicetak pada kertas HVS 3 rangkap, dibubuhi tanda tangan bendahara penerimaan dan atasan langsung bendahara serta distempel kantor penerbit kuitansi. Hal ini dianggap kurang efisien dan masih berlangsung hingga saat ini, sehingga perlu dilakukan proses digitalisasi layanan pasca lelang yang diharapkan memberikan peningkatan layanan kepada stakeholder. Diharapkan agar nantinya website lelang.go.id dapat memberikan fitur baru layanan pasca lelang selayaknya sebagaimana harapan dari mayoritas pengguna layanan lelang yang berada di kota yang berbeda dengan kantor penyelenggara lelang. Peningkatan fitur ini dapat diaplikasikan melalui kemudahan pengguna layanan dalam mengunduh dan mencetak sendiri kuitansi pembayaran lelang yang telah di tandatangani dan dibubuhi materai elektronik pada website lelang.go.id ketika pemenang lelang telah melunasi kekurangan pembayaran atas objek lelang dimenangkan.

 


2. Launching Meterai Elektronik Sebagai Salah Pendorong Digitalisasi Penerbitan Kuitansi Lelang Elektronik.

Sebagai salah satu elemen dalam keabsahan kuitansi, meterai menjadi hal yang penting dalam penerbitan kuitansi lelang. Penggunaan meterai sebagai pajak atas dokumen telah diatur oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen, sedangkan yang dimaksud dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Berdasarkan ketentuan terbaru pada Undang-Undang Bea Materai, telah ditetapkan satu tarif tunggal yaitu meterai Rp. 10.000,- yang berlaku efektif terhitung sejak tanggal 1 Januari 2021.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat dinamis, terjadi banyak perubahan bentuk dokumen atau modifikasi dari bentuk sebelumnya. Teknologi informasi telah mendorong berkurangnya penggunaan dokumen konvensional yang mendukung semangat gerakan efisiensi. Sejalan dengan itu, transaksi elektronik pun semakin berkembang sehingga perjanjian atau kontrak dapat dilakukan secara elektronik melalui jaringan internet. Oleh karena itu, perluasan definisi dokumen yang tidak hanya berupa kertas, ekstensifikasi bea meterai atas dokumen elektronik sangat mendesak dilakukan agar potensinya dapat dimaksimalkan pada jenis transaksi elekronik.

Pada Undang-Undang Bea Materai yang terbaru ini, telah dijelaskan lebih lanjut mengenai dokumen elektronik pada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Bea Meterai yang menjelaskan bahwa dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan diterbitkannya regulasi bea meterai ini adalah untuk memberikan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik dan meningkatkan kesederhanaan dan efektivitas melalui tarif tunggal dan penerapan meterai elektronik.

Undang-Undang Bea Meterai memberikan payung hukum terbaru bagi dokumen elektronik yang akan dikenakan bea meterai melalui pengenaan meterai elektronik. Aturan tersebut kemudian diatur lebih detail pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 Tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum Dan Ciri Khusus Pada Meterai Tempel, Kode Unik Dan Keterangan Tertentu Pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, Dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian. Peraturan ini mengatur lebih jauh mengenai teknis pembubuhan melalui Sistem Meterai Elektronik yang pada pendistribusiannya dilakukan melalui Peruri pada website e-meterai.co.id.

Dengan demikian, meterai elektronik yang telah resmi diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2021 oleh Menteri Keuangan, tentu menjadi angin segar bagi kemudahan penerbitan dokumen elektronik, yang salah satunya adalah kuitansi elektronik. Sehingga saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mulai menerapkan penerbitan kuitansi lelang secara elektronik yang terintegrasi dengan sistem lelang secara elektronik pada website lelang.go.id. Sebagai instansi yang sama-sama berada dibawah Kementerian Keuangan, DJKN sebagai instansi teknis pelayanan lelang dan Ditjen Pajak sebagai regulator meterai elektronik agak melakukan koordinasi lebih jauh terkait integrasi sistem sebagai kerjasama internal yang bertujuan untuk peningkatan kualitas pelayanan pasca lelang yang lebih modern dan efisien.

 

3.      Kuitansi elekronik sebagai dokumen transaksi dan alat bukti yang sah

Kuitansi sebagai dokumen transaksi dan alat bukti yang sah biasanya digunakan dalam proses balik nama kendaraan bermotor dan tanah/bangunan. Institusi yang berwenang dalam proses balik nama mensyaratkan kuitansi sebagai salah satu dokumen balik nama tanah bangunan dan kendaraan bermotor.

Menurut Herlien Budiono (2007 : 217), penggunaan jenis material tidak menjadi masalah dalam membuat suatu tulisan/dokumen. Pernyataan tersebut diperkuat dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) menyatakan bahwa dokumen elektronik disetarakan kedudukannya dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Sehingga kuitansi elektronik yang merupakan dokumen autentik yang ditransmisikan menjadi dokumen digital kekuatan pembuktiannya pun sama.  Adapun dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 dinyatakan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.”

Oleh karena itu, dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU ITE tersebut, ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Sehingga kuitansi lelang elektronik sebagai salah satu produk dokumen pasca lelang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti dokumen transaksi pada umumnya.

Berdasarkan penelitian Lusiana Puspitaningrum dan Aditya wirawan (2020) tentang Konstruksi Akta Lelang Digital (Digital Signature) Di Indonesia, dijelaskan bahwa Akta Lelang Digital sebagai produk pasca lelang yang terdigitalisasi telah memenuhi aspek-aspek terkait seperti aspek keadilan, aspek kemanfaatan, dan aspek kepastian hukum. Sebagai produk layanan pasca lelang, kuitansi lelang elektronik juga memenuhi berbagai aspek tersebut, adil karena dapat adanya campur tangan kepentingan pihak tertentu yang mengakibatkan disparitas dalam pelayanan, sehingga berfokus terhadap pemerataan, kesetaraan serta kemudahan para pihak untuk mengaksesnya, bermanfaat bagi pihak pembeli lelang maupun penyelengara lelang dan memiliki kepastian hukum karena merupakan bukti transaksi yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan kuitansi konvensional.

 

4.      Urgensi Penerbitan Kuitansi Elektronik sebagai Peningkatan Kualitas Layanan Pasca Lelang

Proses bisnis lelang dimulai dari pra lelang, pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Pada praktiknya, pelaksanaan lelang telah dilaksanakan secara online dimulai pada tahun 2016 yang diatur oleh PMK No. 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet. Selanjutnya tahapan pra lelang telah menuju digitalisasi melalui fitur permohonan lelang online pada website lelang.go.id yang mulai disosialisasikan pada akhir tahun 2018. Dengan telah dilaksanakannya digitalisasi pada tahapan pra lelang dan pelaksanaan lelang, tahapan pasca lelang juga perlu didorong untuk mengikuti tahapan-tahapan lainnya yang telah terdigitalisasi terlebih dahulu.

Sebagai salah satu produk pasca lelang yang wajib diterbitkan dalam setiap pelaksanaan lelang, pembuatan kuitansi lelang menjadi pekerjaan yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya. Peningkatan frekuensi lelang yang tinggi pada beberapa tahun terakhir, ditambah dengan beban pekerjaan pembuatan kuitansi lelang hanya dilakukan oleh satu orang bendahara penerimaan pada satu KPKNL, memungkinkan timbulnya masalah tersendiri dalam pembuatan kuitansi lelang seperti:

a)     Potensi kesalahan penulisan kuitansi konvensional yang dilakukan oleh Bendahara Penerimaan KPKNL dapat menimbulkan permasalahan hukum. Tingginya persentase kemungkinan kesalahan redaksional dalam kuitansi lelang, seperti kesalahan penulisan spesifikasi kendaraan bermotor, penulisan nomor sertifikat atau alamat objek lelang eksekusi. Implikasi dari kesalahan tersebut menyebabkan objek lelang tidak dapat dilakukan proses balik nama;

b)  Bendahara Penerimaan KPKNL menjadi kurang responsif atau cekatan dikarenakan beban kerja yang menumpuk pada jenis pekerjaan klerikel lainnya yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang singkat seperti penyetoran hasil lelang dan piutang negara yang maksimal dilakukan 1 hari kerja, pembukuan bendahara penerimaan pada aplikasi SAKTI, laporan pertanggungjawaban, dan sebagainya.

c)    Keterlambatan pembuatan kuitansi lelang. Pada praktiknya, penerbitan kuitansi lelang konvensional dilakukan secara manual yang data pemenang lelang dan objek lelangnya diperoleh dari data yang diberikan seksi pelayanan lelang. Kemudian dilakukan pencetakan dan penandatanganan oleh bendahara penerimaan dan atasan langsung bendahara penerimaan. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, ditambah lagi dengan mekanisme WFO dan WFH dapat mempengaruhi lama waktu penyelesaian kuitansi lelang dalam hal penandatangan dokumen;

d)   Dibutuhkan banyak tempat untuk penyimpanan kuitansi lelang. Pencetakan kuitansi lelang yang dicetak sebanyak tiga rangkap akan membutuhkan tempat penyimpanan ekstra pada ruangan kantor dan tidak terdigitalisasi secara online sehingga menjadi kurang efisen;

e)      Pemborosan dalam penggunaan kertas dikarenakan rawan terjadinya salah penulisan, sehingga tidak sejalan dengan semangat gerakan efisiensi yang sedang diterapkan dilingkungan Kemenkeu.

 

Bila dilihat dari proses permasalahan yang terjadi, perlu dilakukan optimalisasi dengan pemanfaatan teknologi informasi yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas layanan pasca lelang melalui penerbitan kuitansi elektronik, antara lain:

a)    DJKN sebagai regulator dan eksekutor pelayanan lelang perlu menyiapkan platform penerbitan layanan pasca lelang sepertu kuitansi elekronik yang terintegrasi langsung layanan lainnya seperti permohonan lelang online dan lelang e-Auction pada website lelang.go.id. Sehingga dapat terbentuk single source database, yaitu dari data yang valid dan sama dari proses pra lelang, pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Diharapkan pembeli lelang dapat mengunduh sendiri kuitansi elektronik di website lelang ketika telah melunasi kewajiban pelunasan sisa pembayaran lelang.

b)    Penggunaan tanda tangan digital (digital signature) pada kuitansi lelang elektronik. Penggunaan tanda tangan elekronik telah diterapkan di Kementerian keuangan melalui adanya Office Automation (OA) Kemenkeu yang telah mengakomodir berbagai naskah dinas disahkan secara digian melalui tanda tangan elektronik. Sejalan dengan hal tersebut, pelayanan lelang juga akan menghasilkan dokumen output dalam pelayanan pasca lelang seperti risalah lelang dan kuitansi. Rachmat Eka Saputra (2020) dalam artikel yang dipublikasikan di website djkn.kemenkeu.go.id menyampaikan bahwa dalam proses lelang yang telah dilakukan secara online, pengembangan dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang akuntabel dan risiko yang mungkin dihadapi antara lain seperti keabsahan dokumen sebagai bukti di pengadilan. Oleh karena itu, dengan tetap memperhatikan risiko yang terukur, penggunaan tanda tangan digital dapat digunakan untuk menghasilkan proses bisnis yang efisien, transparan, dan akuntabel.

c)   Penerbitan kuitansi elektronik turut mendukung upaya peningkatan budaya gerakan efisiensi yang saat ini diterapkan di Kementerian Keuangan sebagaimana diatur pada Instruksi Menteri Keuangan Nomor 346/1MK.01/2017, sehingga diharapkan mampu mendorong perubahan mindset, pola kerja dan semangat kerja dalam pelaksanaan tugas.

Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi merupakan suatu keharusan dalam mendukung proses bisnis layanan pasca lelang. Proses pengembangan sistem informasi dan teknologi perlu dilaksanakan untuk pemberian layanan yang modern dan efisien, sehingga pengembangan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui tata kelola yang baik dengan risiko yang terukur. Melui pemanfaatan teknologi informasi yang modern dan efisien, serta didukung sumber daya yang unggul, pelayanan lelang diharapkan menjadi lebih baik dan menjadi pilihan dalam transaksi jual beli yang andal.

 


PENUTUP


Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:

1.  Digitalisasi proses bisnis pelayanan lelang telah diinisiasi sejak lama dan telah diterapkan pada tahap pra lelang dan pelaksanaan lelang melalui website lelang.go.id. Demi mewujudkan modernisasi lelang di era digital, pemanfaatan teknologi informasi perlu menjadi perhatian dalam proses pengembangan layanan pasca lelang yang lebih modern dan efisien.

2.  Hadirnya meterai elektronik yang telah resmi diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2021 oleh Menteri Keuangan semakin mendukung pengembangan transaksi elektronik yang banyak digunakan, salah satunya adalah kuitansi elektronik. Sehingga saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mulai menerapkan penerbitan kuitansi lelang elektronik yang terintegrasi dengan sistem lelang online pada website lelang.go.id.

3.  Kuitansi lelang elekronik merupakan dokumen transaksi dan alat bukti yang sah sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa dokumen elektronik disetarakan kedudukannya dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Sehingga kuitansi elektronik yang merupakan dokumen otentik yang ditransmisikan menjadi dokumen digital memiliki kekuatan pembuktiannya sama dengan dokumen tertulis.

4.  Penerbitan kuitansi lelang elektronik akan mempermudah berbagai pihak untuk mengaksesnya, meminimalisir interaksi antar pihak secara langsung yang dapat mengeliminasi adanya benturan kepentingan yang menimbulkan disparitas pelayanan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan koordinasi antar lembaga dan konstruksi hukum peraturan lelang khususnya terkait kuitansi lelang elekronik. Hal ini digunakan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan layanan pasca lelang yang lebih modern dan efisien, serta memberikan kepastian hukum dan manfaat yang lebih optimal bagi penyelenggara maupun pembeli lelang.

 

 

Berdasarkan simpulan yang telah disampaikan, saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1. DJKN perlu menyiapkan platform penerbitan kuitansi digital yang terintegrasi langsung dengan penyedia layanan sertifikasi tanda tangan elektonik seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mendukung penggunaan digital signature pada kuitansi lelang elektronik yang tentu akan memudahkan berbagai pihak, baik penerbit kuitansi maupun pembeli lelang.

2.   Sebagai bentuk sinergi antar institusi yang sama-sama berada dibawah Kementerian Keuangan, DJKN sebagai regulator pelayanan lelang dan Ditjen Pajak sebagai regulator meterai elektronik agar melakukan koordinasi lebih lanjut terkait integrasi sistem sebagai kerjasama internal yang bertujuan untuk peningkatan kualitas layanan pasca lelang.

3.  DJKN perlu melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait penggunaan kuitansi elektronik yang akan digunakan sebagai dokumen balik nama, seperti Ditlantas Polri dan Badan Pendapatan Daerah untuk proses balik nama kendaraan dari hasil pelaksanaan lelang, serta dengan Badan Pertanahan Nasional terkait proses balik nama kepemilikan tanah dari hasil pelaksanaan lelang DJKN. Koordinasi ini penting dilakukan agar produk hukum yang diterbitkan oleh DJKN tetap diakui sebagai bukti transaksi yang sah, khususnya pada institusi yang bertugas dalam pelayanan balik nama kepemilikan kendaraan dan tanah/bangunan.

4. Peningkatan kualitas layanan pasca lelang tidak dapat dipisahkan dari simplifikasi proses bisnis lelang, diperlukan perumusan kebijakan yang representatif dan bersifat dapat diterapkan dengen efisien serta mitigasi risiko yang terukur. Peraturan ini dapat berupa Undang-Undang Lelang terbaru atau Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih spesifik mengenai digitalisasi layanan pasca lelang.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Republik Indonesia (2003). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Republik Indonesia (2004). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Republik Indonesia (2020). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai

Republik Indonesia (2008). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan. Transaksi Elektronik (UU ITE)

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2016). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (2017). Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 3/KN/2017 Tentang Pedoman Administrasi dan Pelaporan Lelang.

Budiono, Herlien.2007.Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Puspitaningrum, Lusiana dan Aditya wirawan (2020). Konstruksi Akta Lelang Digital (Digital Signature) Di Indonesia. Tangerang Selatan : Politeknik Keuangan Negara STAN.

Saputra, Rachmat Eka (2020). Pengembangan dan penyebaran budaya sadar risiko (Development and Deployment of Risk Culture). https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13247/Lelang-yang-Dinamis-dan-Kontributif.html. Diakses 4 Desember 2021.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini