PENDAHULUAN
Lelang merupakan salah
satu tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Selain itu, lelang
juga merupakan salah satu sumber penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dalam mendukung pelaksanaan lelang yang modern dan efisien, diperlukan
sumber daya manusia (SDM) yang mendukung dalam setiap bidangnya. Aspek SDM dalam
rangka pengelolaan APBN diatur di dalam Bab II Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang secara spesifik mengatur tentang Pejabat Perbendaharaan
Negara. Di dalam regulasi tersebut, Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari
Pengguna Anggaran, Bendahara Umum Negara/Daerah, dan Bendahara
Penerimaan/Pengeluaran. Bendahara Penerimaan sebagai salah satu Pejabat
Perbendaharaan Negara di tingkat satuan kerja, memiliki peran strategis dalam
rangka peningkatan kualitas pengelolaan keuangan Negara.
Bendahara Penerimaan
adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka
pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah
Non-kementerian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2013. Salah satu tugas dan fungsi Bendahara Penerimaan dilingkungan Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah penatausahaan hasil pelaksanaan lelang.
Atas pelaksanaan lelang yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL), Bendahara Penerimaan menerbitkan kuitansi pembayaran lelang
sebagaimana diatur pada Pasal 80 ayat (5) PMK No. 213/PMK.06/2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Pandemi Covid-19 yang
mulai mewabah di Indonesia pada awal tahun 2020 mendorong digitalisasi proses
bisnis dimulai lebih cepat, yang diawali dengan diterapkannya sistem fleksibilitas
bekerja baik melalui Work From Home maupun Work
From Office. Salah satu bentuk perubahan proses bisnis sejak pandemi
Covid-19 adalah transformasi dari dokumen konvensional menjadi dokumen digital
yang diotoriasi secara elektronik (digital
signature). Dokumen digital ini merupakan bentuk penyesuaian sistem kerja
yang lebih efisien dalam mendukung arahan pemerintah untuk melaksanakan
pembatasan sosial sebagai pencegahan penularan Covid-19 serta peningkatan
kualitas layanan yang memudahkan semua pihak.
Pada era digital
seperti saat ini, diperlukan inovasi yang mendukung digitalisasi proses bisnis
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Sebagai
institusi yang memiliki tanggung jawab pelayanan publik yang berperan dalam
pegelolaan PNBP dan pelayananan pasca lelang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) perlu melakukan penyesuaian proses bisnis pelayanan penerbitan kuitansi
pembayaran lelang yang berbasis elektonik sehingga dapat memudahkan pembeli lelang
dalam mendapatkan kuitansi sebagai bukti pembayaran yang sah namun tetap
mengedepankan kaidah hukum yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan sebagai dasar pembukuan bendahara penerimaan di lingkungan DJKN.
Berdasarkan hal tersebut,
penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai digitalisasi proses
bisnis pasca lelang khususnya penerbitan kuitansi lelang oleh bendahara
penerimaan di lingkungan DJKN serta membuat Karya Ilmiah dengan judul “Digitalisasi
Penerbitan Kuitansi Lelang Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Layanan di
Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara”.
Penelitian ini
bertujuan untuk meninjau regulasi pemerintah dan literatur lainnya mengenai layanan
lelang dilingkungan DJKN yang terkhusus pada penerbitan kuitansi pembayaran lelang
sebagai bukti pembayaran yang sah dan dokumen sumber pembukuan bendahara
penerimaan DJKN. Penelitian ini diharapkan mampu mendorong digitalisasi proses
bisnis pasca lelang dalam bentuk penerbitan kuitansi pembayaran lelang secara
elektonik sebagai peningkatan kualitas layanan lelang di lingkungan DJKN.
Metode yang digunakan
dalam karya ilmiah ini adalah metode kualitatif dimana penulis mengutip peraturan,
artikel, opini penulis dan penelitian dari pihak lain untuk membangun ide atau
gagasan atas permasalahan yang dibahas dan alternatif solusi yang ditawarkan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang
didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Pasal 80
ayat (5) PMK tersebut juga menegaskan bahwa atas pelaksanaan lelang yang
dilaksanakan oleh KPKNL, Bendahara Penerimaan menerbitkan kuitansi pembayaran
lelang.
Bendahara Penerimaan
adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka
pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah
Non-kementerian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2013. Bendahara penerimaan di lingkungan DJKN bertugas khusus mengelola
Pendapatan Negara Bukan Pajak di bidang pelayanan lelang dan pengurusan piutang
Negara. Salah satu produk yang diterbitkan oleh bendahara penerimaan DJKN
adalah kuitansi pembayaran lelang, yang merupakan produk layanan pasca lelang
sebagaimana diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
3/KN/2017 Tentang Pedoman Administrasi dan Pelaporan Lelang.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kuitansi adalah surat bukti penerimaan uang.
Terhadap besaran nominal tertentu yang tertera pada kuitansi, dikenakan Bea
Meterai. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai mendefinisikan Bea
Meterai adalah pajak atas dokumen. Sedangkan yang dimaksud dokumen adalah
sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau
elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
Pada perkembangannya,
proses digitalisasi pelaksanaan lelang online
yang mulai dikembangkan sejak ditebitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara
Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet. Kemudian dilanjutkan
dengan digitalisasi proses pra lelang melalui permohonan lelang online yang dimulai pada akhir tahun
2018. Sehingga digitalisasi produk pasca lelang juga perlu dilakukan sebagai
peningkatan kualitas layanan lelang, salah satunya melalui kuitansi lelang
elektronik.
Menurut penelitian Lusiana
Puspitaningrum dan Aditya wirawan (2020) tentang Konstruksi Akta Lelang Digital
(Digital Signature) Di Indonesia,
dijelaskan bahwa Akta Lelang Digital sebagai produk pasca lelang yang
terdigitalisasi telah memenuhi aspek-aspek
terkait seperti aspek keadilan, aspek kemanfaatan, dan aspek kepastian
hukum. Sehingga kuitansi lelang elektronik yang juga sebagai produk layanan
pasca lelang, memiliki kekuatan sebagai bukti transaksi yang sah dan memiliki
kekuatan pembuktian yang sama seperti dokumen transaksi pada umumnya.
ISI
1.
Digitalisasi
Proses Bisnis Lelang
Sebagai salah satu
tugas dan fungsi DJKN, pelayanan lelang menjadi bagian misi DJKN yang akan terus
dikembangkan, salah satunya dengan mewujudkan lelang yang andal dan modern. Berdasarkan
PMK-213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang didefinisikan
sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai
harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang. Oleh karena itu,
untuk mewujudkan modernisasi lelang di era digital, pemanfaatan teknologi
informasi perlu menjadi perhatian dalam proses pengembangan layanan lelang.
Proses menuju
digitalisasi lelang dilingkungan DJKN telah diinisiasi sejak lama, hingga
akhirnya semakin dikembangkan dengan ditebitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman
Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta
Lelang Melalui Internet. Pada saat itu,
proses digitalisasi diawali dengan disiapkannya platform lelang secara
elektronik (e-Auction) melalui
website lelangdjkn.kemenkeu.go.id
hingga kemudian dilakukan rebranding
menjadi lelang.go.id agar lebih mudah
dikenal dan diakses publik.
Sejak diterapkannya
peraturan terkait lelang secara elektronik, proporsi pelaksanaan lelang
konvensional secara bertahap mulai dikurangi dan beralih menjadi lelang e-Auction. Ketika pelaksanaan lelang e-Auction telah menjadi semakin
berkembang dan memberikan dampak positif atas berbagai kemudahannya, maka DJKN
kembali mengembangkan proses digitalisasi pada tingkat proses bisnis
pra-lelang, yaitu dengan menambahkan fitur permohonan lelang online pada lelang.go.id sebagaimana mulai diterapkan pada akhir tahun 2018. Dengan demikian, digitalisasi proses bisnis
pelayanan lelang sudah dilaksanakan pada tahap pra lelang dan pelaksanaan
lelang, hanya pelaksanaan layanan pasca lelang yang belum terdigitalisasi.
Salah satu pelayanan
pasca lelang adalah penerbitan kuitansi lelang yang dicetak pada kertas HVS 3
rangkap, dibubuhi tanda tangan bendahara penerimaan dan atasan langsung
bendahara serta distempel kantor penerbit kuitansi. Hal ini dianggap kurang
efisien dan masih berlangsung hingga saat ini, sehingga perlu dilakukan proses
digitalisasi layanan pasca lelang yang diharapkan memberikan peningkatan
layanan kepada stakeholder. Diharapkan agar nantinya website lelang.go.id dapat memberikan fitur baru
layanan pasca lelang selayaknya sebagaimana harapan dari mayoritas pengguna
layanan lelang yang berada di kota yang berbeda dengan kantor penyelenggara
lelang. Peningkatan fitur ini dapat diaplikasikan melalui kemudahan pengguna
layanan dalam mengunduh dan mencetak sendiri kuitansi pembayaran lelang yang
telah di tandatangani dan dibubuhi materai elektronik pada website lelang.go.id ketika pemenang lelang
telah melunasi kekurangan pembayaran atas objek lelang dimenangkan.
2. Launching Meterai Elektronik Sebagai Salah Pendorong Digitalisasi Penerbitan Kuitansi Lelang Elektronik.
Sebagai salah satu
elemen dalam keabsahan kuitansi, meterai menjadi hal yang penting dalam
penerbitan kuitansi lelang. Penggunaan meterai sebagai pajak atas dokumen telah
diatur oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Bea Meterai
adalah pajak atas dokumen, sedangkan yang dimaksud dokumen adalah sesuatu yang
ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik,
yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Berdasarkan ketentuan
terbaru pada Undang-Undang Bea Materai, telah ditetapkan satu tarif tunggal
yaitu meterai Rp. 10.000,- yang berlaku efektif terhitung sejak tanggal 1
Januari 2021.
Seiring dengan perkembangan
teknologi informasi yang sangat dinamis, terjadi banyak perubahan bentuk dokumen
atau modifikasi dari bentuk sebelumnya. Teknologi informasi telah mendorong
berkurangnya penggunaan dokumen konvensional yang mendukung semangat gerakan
efisiensi. Sejalan dengan itu, transaksi elektronik pun semakin berkembang
sehingga perjanjian atau kontrak dapat dilakukan secara elektronik melalui
jaringan internet. Oleh karena itu, perluasan definisi dokumen yang tidak hanya
berupa kertas, ekstensifikasi bea meterai atas dokumen elektronik sangat
mendesak dilakukan agar potensinya dapat dimaksimalkan pada jenis transaksi
elekronik.
Pada Undang-Undang Bea
Materai yang terbaru ini, telah dijelaskan lebih lanjut mengenai dokumen
elektronik pada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Bea Meterai yang menjelaskan bahwa
dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan,
cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan diterbitkannya regulasi bea meterai
ini adalah untuk memberikan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik dan
meningkatkan kesederhanaan dan efektivitas melalui tarif tunggal dan penerapan
meterai elektronik.
Undang-Undang Bea
Meterai memberikan payung hukum terbaru bagi dokumen elektronik yang akan
dikenakan bea meterai melalui pengenaan meterai elektronik. Aturan tersebut
kemudian diatur lebih detail pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.03/2021 Tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum Dan Ciri Khusus Pada
Meterai Tempel, Kode Unik Dan Keterangan Tertentu Pada Meterai Elektronik, Meterai
Dalam Bentuk Lain, Dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian.
Peraturan ini mengatur lebih jauh mengenai teknis pembubuhan melalui Sistem
Meterai Elektronik yang pada pendistribusiannya dilakukan melalui Peruri pada
website e-meterai.co.id.
Dengan demikian,
meterai elektronik yang telah resmi diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2021
oleh Menteri Keuangan, tentu menjadi angin segar bagi kemudahan penerbitan
dokumen elektronik, yang salah satunya adalah kuitansi elektronik. Sehingga saat
ini merupakan waktu yang tepat untuk mulai menerapkan penerbitan kuitansi
lelang secara elektronik yang terintegrasi dengan sistem lelang secara
elektronik pada website lelang.go.id.
Sebagai instansi yang sama-sama berada dibawah Kementerian Keuangan, DJKN
sebagai instansi teknis pelayanan lelang dan Ditjen Pajak sebagai regulator
meterai elektronik agak melakukan koordinasi lebih jauh terkait integrasi
sistem sebagai kerjasama internal yang bertujuan untuk peningkatan kualitas
pelayanan pasca lelang yang lebih modern dan efisien.
3.
Kuitansi
elekronik sebagai dokumen transaksi dan alat bukti yang sah
Kuitansi sebagai
dokumen transaksi dan alat bukti yang sah biasanya digunakan dalam proses balik
nama kendaraan bermotor dan tanah/bangunan. Institusi yang berwenang dalam
proses balik nama mensyaratkan kuitansi sebagai salah satu dokumen balik nama
tanah bangunan dan kendaraan bermotor.
Menurut Herlien Budiono
(2007 : 217), penggunaan jenis material tidak menjadi masalah dalam membuat suatu
tulisan/dokumen. Pernyataan tersebut diperkuat dengan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) menyatakan bahwa dokumen elektronik disetarakan kedudukannya
dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Sehingga kuitansi elektronik yang merupakan
dokumen autentik yang ditransmisikan menjadi dokumen digital kekuatan
pembuktiannya pun sama. Adapun dalam
Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 dinyatakan bahwa “Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat
bukti hukum yang sah.”
Oleh karena itu, dengan
diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti
dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU ITE tersebut,
ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Sehingga kuitansi lelang
elektronik sebagai salah satu produk dokumen pasca lelang memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna seperti dokumen transaksi pada umumnya.
Berdasarkan penelitian
Lusiana Puspitaningrum dan Aditya wirawan (2020) tentang Konstruksi Akta Lelang
Digital (Digital Signature) Di
Indonesia, dijelaskan bahwa Akta Lelang Digital sebagai produk pasca lelang
yang terdigitalisasi telah memenuhi aspek-aspek terkait seperti aspek keadilan,
aspek kemanfaatan, dan aspek kepastian hukum. Sebagai produk layanan pasca
lelang, kuitansi lelang elektronik juga memenuhi berbagai aspek tersebut, adil
karena dapat adanya campur tangan kepentingan pihak tertentu yang mengakibatkan
disparitas dalam pelayanan, sehingga berfokus terhadap pemerataan, kesetaraan
serta kemudahan para pihak untuk mengaksesnya, bermanfaat bagi pihak pembeli
lelang maupun penyelengara lelang dan memiliki kepastian hukum karena merupakan
bukti transaksi yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan
kuitansi konvensional.
4.
Urgensi
Penerbitan Kuitansi Elektronik sebagai Peningkatan Kualitas Layanan Pasca
Lelang
Proses bisnis lelang dimulai dari pra lelang,
pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Pada praktiknya, pelaksanaan lelang telah
dilaksanakan secara online dimulai
pada tahun 2016 yang diatur oleh PMK No. 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman
Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta
Lelang Melalui Internet. Selanjutnya tahapan pra lelang telah menuju
digitalisasi melalui fitur permohonan lelang online pada website lelang.go.id
yang mulai disosialisasikan pada akhir tahun 2018. Dengan telah dilaksanakannya
digitalisasi pada tahapan pra lelang dan pelaksanaan lelang, tahapan pasca
lelang juga perlu didorong untuk mengikuti tahapan-tahapan lainnya yang telah
terdigitalisasi terlebih dahulu.
Sebagai salah satu produk pasca lelang yang wajib diterbitkan
dalam setiap pelaksanaan lelang, pembuatan kuitansi lelang menjadi pekerjaan
yang cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya. Peningkatan frekuensi lelang yang tinggi
pada beberapa tahun terakhir, ditambah dengan beban pekerjaan pembuatan
kuitansi lelang hanya dilakukan oleh satu orang bendahara penerimaan pada satu
KPKNL, memungkinkan timbulnya masalah tersendiri dalam pembuatan kuitansi lelang
seperti:
a) Potensi kesalahan penulisan kuitansi
konvensional yang dilakukan oleh Bendahara Penerimaan KPKNL dapat menimbulkan
permasalahan hukum. Tingginya persentase kemungkinan kesalahan redaksional
dalam kuitansi lelang, seperti kesalahan penulisan spesifikasi kendaraan bermotor,
penulisan nomor sertifikat atau alamat objek lelang eksekusi. Implikasi dari
kesalahan tersebut menyebabkan objek lelang tidak dapat dilakukan proses balik
nama;
b) Bendahara Penerimaan KPKNL menjadi
kurang responsif atau cekatan dikarenakan beban kerja yang menumpuk pada jenis
pekerjaan klerikel lainnya yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang singkat seperti penyetoran hasil lelang dan piutang negara yang maksimal
dilakukan 1 hari kerja, pembukuan bendahara penerimaan pada aplikasi SAKTI,
laporan pertanggungjawaban, dan sebagainya.
c) Keterlambatan pembuatan kuitansi lelang.
Pada praktiknya, penerbitan kuitansi lelang konvensional dilakukan secara
manual yang data pemenang lelang dan objek lelangnya diperoleh dari data yang
diberikan seksi pelayanan lelang. Kemudian dilakukan pencetakan dan
penandatanganan oleh bendahara penerimaan dan atasan langsung bendahara
penerimaan. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, ditambah lagi dengan
mekanisme WFO dan WFH dapat mempengaruhi lama waktu penyelesaian kuitansi
lelang dalam hal penandatangan dokumen;
d) Dibutuhkan
banyak tempat untuk penyimpanan kuitansi lelang. Pencetakan kuitansi lelang
yang dicetak sebanyak tiga rangkap akan membutuhkan tempat penyimpanan ekstra
pada ruangan kantor dan tidak terdigitalisasi secara online sehingga menjadi kurang efisen;
e) Pemborosan dalam penggunaan kertas dikarenakan
rawan terjadinya salah penulisan, sehingga tidak sejalan dengan semangat
gerakan efisiensi yang sedang diterapkan dilingkungan Kemenkeu.
Bila dilihat dari proses permasalahan
yang terjadi, perlu dilakukan optimalisasi dengan pemanfaatan teknologi
informasi yang diharapkan dapat dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas
layanan pasca lelang melalui penerbitan kuitansi elektronik, antara lain:
a) DJKN
sebagai regulator dan eksekutor pelayanan lelang perlu menyiapkan platform
penerbitan layanan pasca lelang sepertu kuitansi elekronik yang terintegrasi
langsung layanan lainnya seperti permohonan lelang online dan lelang e-Auction
pada website lelang.go.id. Sehingga
dapat terbentuk single source database, yaitu dari data yang valid dan sama
dari proses pra lelang, pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Diharapkan pembeli
lelang dapat mengunduh sendiri kuitansi elektronik di website lelang ketika
telah melunasi kewajiban pelunasan sisa pembayaran lelang.
b) Penggunaan
tanda tangan digital (digital signature)
pada kuitansi lelang elektronik. Penggunaan tanda tangan elekronik telah
diterapkan di Kementerian keuangan melalui adanya Office Automation (OA) Kemenkeu yang telah mengakomodir berbagai
naskah dinas disahkan secara digian melalui tanda tangan elektronik. Sejalan
dengan hal tersebut, pelayanan lelang juga akan menghasilkan dokumen output dalam pelayanan pasca lelang
seperti risalah lelang dan kuitansi. Rachmat Eka Saputra (2020) dalam artikel yang dipublikasikan di
website djkn.kemenkeu.go.id
menyampaikan bahwa dalam proses lelang yang telah dilakukan secara online, pengembangan dapat dilakukan
dengan tetap memperhatikan tata kelola yang akuntabel dan risiko yang mungkin
dihadapi antara lain seperti keabsahan dokumen sebagai bukti di pengadilan. Oleh
karena itu, dengan tetap memperhatikan risiko yang terukur, penggunaan tanda
tangan digital dapat digunakan untuk menghasilkan proses bisnis yang efisien, transparan,
dan akuntabel.
c) Penerbitan
kuitansi elektronik turut mendukung upaya peningkatan budaya gerakan efisiensi yang
saat ini diterapkan di Kementerian Keuangan sebagaimana diatur pada Instruksi
Menteri Keuangan Nomor 346/1MK.01/2017, sehingga diharapkan mampu mendorong
perubahan mindset, pola kerja dan semangat
kerja dalam pelaksanaan tugas.
Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi
merupakan suatu keharusan dalam mendukung proses bisnis layanan pasca lelang. Proses
pengembangan sistem informasi dan teknologi perlu dilaksanakan untuk pemberian
layanan yang modern dan efisien, sehingga pengembangan dapat dilakukan secara
berkelanjutan melalui tata kelola yang baik dengan risiko yang terukur. Melui
pemanfaatan teknologi informasi yang modern dan efisien, serta didukung sumber
daya yang unggul, pelayanan lelang diharapkan menjadi lebih baik dan menjadi
pilihan dalam transaksi jual beli yang andal.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
dikemukakan simpulan sebagai berikut:
1. Digitalisasi
proses bisnis pelayanan lelang telah diinisiasi sejak lama dan telah diterapkan
pada tahap pra lelang dan pelaksanaan lelang melalui website lelang.go.id. Demi mewujudkan
modernisasi lelang di era digital, pemanfaatan teknologi informasi perlu
menjadi perhatian dalam proses pengembangan layanan pasca lelang yang lebih modern
dan efisien.
2. Hadirnya
meterai elektronik yang telah resmi diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2021
oleh Menteri Keuangan semakin mendukung pengembangan transaksi elektronik yang banyak
digunakan, salah satunya adalah kuitansi elektronik. Sehingga saat ini
merupakan waktu yang tepat untuk mulai menerapkan penerbitan kuitansi lelang
elektronik yang terintegrasi dengan sistem lelang online pada website lelang.go.id.
3. Kuitansi
lelang elekronik merupakan dokumen transaksi dan alat bukti yang sah
sebagaimana diatur pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa dokumen elektronik disetarakan
kedudukannya dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Sehingga kuitansi
elektronik yang merupakan dokumen otentik yang ditransmisikan menjadi dokumen
digital memiliki kekuatan pembuktiannya sama dengan dokumen tertulis.
4. Penerbitan
kuitansi lelang elektronik akan mempermudah berbagai pihak untuk mengaksesnya,
meminimalisir interaksi antar pihak secara langsung yang dapat mengeliminasi
adanya benturan kepentingan yang menimbulkan disparitas pelayanan. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan koordinasi antar lembaga dan konstruksi hukum peraturan
lelang khususnya terkait kuitansi lelang elekronik. Hal ini digunakan sebagai
payung hukum dalam pelaksanaan layanan pasca lelang yang lebih modern dan
efisien, serta memberikan kepastian hukum dan manfaat yang lebih optimal bagi
penyelenggara maupun pembeli lelang.
Berdasarkan simpulan yang telah
disampaikan, saran dari penulis adalah sebagai berikut:
1. DJKN
perlu menyiapkan platform penerbitan kuitansi digital yang terintegrasi
langsung dengan penyedia layanan sertifikasi tanda tangan elektonik seperti Badan
Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
untuk mendukung penggunaan digital
signature pada kuitansi lelang elektronik yang tentu akan memudahkan
berbagai pihak, baik penerbit kuitansi maupun pembeli lelang.
2. Sebagai
bentuk sinergi antar institusi yang sama-sama berada dibawah Kementerian
Keuangan, DJKN sebagai regulator pelayanan lelang dan Ditjen Pajak sebagai regulator
meterai elektronik agar melakukan koordinasi lebih lanjut terkait integrasi
sistem sebagai kerjasama internal yang bertujuan untuk peningkatan kualitas layanan
pasca lelang.
3. DJKN
perlu melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait penggunaan kuitansi
elektronik yang akan digunakan sebagai dokumen balik nama, seperti Ditlantas
Polri dan Badan Pendapatan Daerah untuk proses balik nama kendaraan dari hasil
pelaksanaan lelang, serta dengan Badan Pertanahan Nasional terkait proses balik
nama kepemilikan tanah dari hasil pelaksanaan lelang DJKN. Koordinasi ini
penting dilakukan agar produk hukum yang diterbitkan oleh DJKN tetap diakui
sebagai bukti transaksi yang sah, khususnya pada institusi yang bertugas dalam
pelayanan balik nama kepemilikan kendaraan dan tanah/bangunan.
4. Peningkatan
kualitas layanan pasca lelang tidak dapat dipisahkan dari simplifikasi proses
bisnis lelang, diperlukan perumusan kebijakan yang representatif dan bersifat
dapat diterapkan dengen efisien serta mitigasi risiko yang terukur. Peraturan
ini dapat berupa Undang-Undang Lelang terbaru atau Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur lebih spesifik mengenai digitalisasi layanan pasca lelang.
DAFTAR
PUSTAKA
Republik Indonesia (2003). Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Republik Indonesia (2004). Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Republik Indonesia (2020). Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
Republik Indonesia (2008). Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan. Transaksi Elektronik (UU ITE)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2020).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2016). Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan
Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (2017). Peraturan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 3/KN/2017 Tentang Pedoman Administrasi
dan Pelaporan Lelang.
Budiono, Herlien.2007.Kumpulan Tulisan Hukum Perdata
Di Bidang Kenotariatan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Puspitaningrum, Lusiana dan Aditya wirawan (2020). Konstruksi
Akta Lelang Digital (Digital Signature)
Di Indonesia. Tangerang Selatan : Politeknik Keuangan Negara STAN.
Saputra, Rachmat Eka (2020). Pengembangan dan
penyebaran budaya sadar risiko (Development
and Deployment of Risk Culture). https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13247/Lelang-yang-Dinamis-dan-Kontributif.html.
Diakses 4 Desember 2021.