Lelang merupakan suatu wujud dari peristiwa
jual-beli yang dikemas dengan cara yang berbeda. Jual-beli adalah suatu
perjanjian dimana dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan
hak milik atas suatu benda dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan. Definisi
dari jual-beli menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Definisi di atas
mewakilkan dari beberapa unsur yang terkandung di dalam jual-beli, yaitu suatu
perjanjian, adanya penyerahan barang, dan pihak lain membayar harga yang telah
dijanjikan.
Penjualan secara lelang merupakan suatu tahap
proses lanjutan dari sita eksekusi. Adapun tujuan dari penjualan lelang itu
sendiri adalah menjual secara umum harta kekayaan tergugat sehingga dari hasil
penjualan utangnya akan dibayarkan kepada pihak penggugat sebesar yang
ditetapkan dalam putusan. Menurut Pasal 200 ayat 1 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Pasal 215 Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg),
penjualan barang yang disita di muka umum dilakukan dengan ‘perantara’ atau
‘bantuan’ Kantor Lelang Negara. Jika kedua pasal ini dihubungkan dengan Pasal
1a Peraturan Lelang (LN 1908 No. 189), maka semakin jelas siapa pejabat yang
berwenang melakukan penjualan lelang yakni Juru Lelang.
Dalam perjanjian dikenal prinsip
itikad baik, yang artinya setiap orang yang membuat perjanjian harus dilakukan
dengan itikad baik. Dinyatakan oleh Muhammaad Faiz bahwa: “Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan
sulit untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui
peristiwa-peristiwa di pengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian
berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan”.
Sutan Remy Sjahdeini secara umum
menggambarkan itikad baik sebagai berikut: “Itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam
suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan
kepentingan umum”. Asas
itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang
berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu
pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selalu
berusaha melaksanakan pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan, agar
kepastian hukum dapat diberikan kepada pembeli lelang. Sebelum pelaksanaan lelang, Kepala KPKNL/Pejabat Lelang yang ditunjuk untuk melaksanakan lelang terhadap
suatu objek melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap dokumen persyaratan lelang, dengan tujuan agar Kepala KPKNL/Pejabat Lelang mendapat informasi mengenai legalitas formal
subjek dan objek lelang. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang benar-benar telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan
sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan cacat hukum dan
penunjukan pemenang lelang juga sah secara hukum.
Pemenang lelang adalah pembeli
baik orang atau badan
hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai
pemenang lelang oleh pejabat
lelang. Pemenang dalam lelang disahkan oleh pejabat lelang dan dimuat dalam risalah
lelang. Lelang eksekusi sebagai
suatu perbuatan hukum
yang sah menimbulkan hak dan kewajiban terhadap
pemenang lelang. Pemenang lelang sebagai pembeli yang sah memiliki kewajiban
terkait pembayaran lelang dan pajak/pungutan sah lainnya sesuai dengan
jangka waktu yang
telah ditentukan.
Sebelum
pelaksanaan lelang, penjual wajib mengumumkan barang yang
akan dilelang. Dengan diterbitkannya pengumuman tersebut telah memberikan
kesempatan bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan sebelum
lelang.
Vendu Reglement
mengatur hak pemenang lelang yang terkait dengan peralihan obyek.
Dalam Pasal 42 Vendu
Reglement, pemenang lelang
berhak untuk memperoleh salinan atau kutipan berita acara yang
diotentikkan atau yang saat ini disebut kutipan risalah lelang. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 94
ayat (2) butir a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang yang menyatakan bahwa pembeli memperoleh kutipan risalah
lelang sebagai akta jual beli untuk kepentingan balik nama atau grosse risalah
lelang sesuai kebutuhan. Peralihan hak
melalui risalah lelang juga diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam hal ini, risalah
lelang mempunyai kedudukan yang sama dengan akta jual beli yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang biasa dipergunakan sebagai salah satu
dasar untuk mendaftar peralihan hak atas tanah pada kantor pertanahan. Terkait
dengan penyerahan dokumen
kepemilikan barang, pemenang
lelang berhak memperoleh asli dokumen kepemilikan obyek lelang.
Risalah Lelang adalah
Berita Acara Lelang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
35 Vendu Reglement yang bentuknya
dapat diatur dalam Pasal
37, 38 dan 39 Vendu Reglement. Pada Pasal 35 Vendu
Reglement menyatakan
bahwa dari tiap-tiap
penjualan umum yang
dilakukan oleh pejabat lelang atau kuasanya,
selama penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus
dibuat berita acara tersendiri. Risalah Lelang ditentukan
bentuknya oleh pemerintah, bentuk tertentu ditujukan untuk menjamin dan
menciptakan kepastian hukum, dan pembatasan terhadap kebebasan berkontrak. Risalah Lelang memiliki tiga unsur akta otentik, yaitu bentuk risalah lelang telah
ditentukan oleh Pasal 37, 38, 39 Vendu
Reglement, risalah lelang dibuat dihadapan pejabat lelang selaku pejabat
umum sesuai Pasal 1a Vendu Reglement dan
sesuai dengan Pasal 7 Vendu Reglement,
risalah lelang harus dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang di wilayahnya.
Perlindungan hukum preventif bagi
pemenang lelang merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada
pemenang lelang sebelum terjadinya suatu sengketa terkait obyek lelang. Vendu Reglement memberikan perlindungan
hukum secara preventif terhadap pemenang lelang terkait peralihan hak obyek
lelang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 Vendu Reglement, bahwa pemenang lelang berhak memperoleh kutipan
risalah lelang sebagai akta jual beli obyek lelang.
Perlindungan
hukum preventif bagi pemenang lelang juga terdapat dalam risalah lelang,
yang merupakan berita acara
pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang sebagai akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna. Pemenang
lelang eksekusi, selain perlindungan hukum secara preventif, juga
mendapatkan perlindungan secara represif. Perlindungan represif, menurut Hadjon, adalah upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum
yang dilakukan melalui badan peradilan.
Pemerintah telah memberikan
perlindungan hukum kepada pembeli lelang yang beritikad baik yang mengikuti lelang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku yaitu yang secara tegas diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menegaskan bahwa lelang yang telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Dari
rumusan tersebut, telah mencerminkan adanya asas kepastian hukum terhadap
pemenang lelang.
Hal ini juga ditegaskan oleh
Yahya Harahap, bahwa hukum yang ditegakkan oleh instansi penegak hukum yang
disertai tugas untuk itu, harus menjamin kepastian hukum demi tegaknya
ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Ketidakpastian hukum, akan
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan akan saling berbuat
sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri.
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. Nomor 821K/Sip/1974,yang
menyatakan
bahwa pembeli yang membeli suatu barang melalui pelelangan
umum oleh Kantor Lelang Negara adalah sebagai pembeli yang beritikad baik dan harus dilindungi oleh
undang-undang. Yurisprudensi tersebut membenarkan bahwa pembeli lelang yang beritikad baik
harus dilindungi untuk memberikan kepastian hukum sekaligus keadilan bagi
pembeli lelang.
Melalui Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Negara dalam hal ini KPKNL
telah memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli
lelang yang beritikad baik, lembaga peradilan melalui Putusan Mahkamah Agung RepubIik Indonesia Reg. Nomor 821K/Sip/1974, juga menegaskan perlindungan hukum terhadap pembeli
lelang yang beritikad baik, sehingga kepastian hak pembeli lelang pasti dan dijamin oleh hukum.
[1] Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 21, (Jakarta:
Penerbit PT Intermasa, 2005), hlm. 79.
[2] Muhammad Faiz, Kemungkinan diajukan Perkara dengan Klausula
Arbitrase ke Muka Pengadilan, terdapat
di situs <http://www.panmuhamadfaiz.co.id>.
Diakses 5 Pebruari 2017.
[3] Sutan Remy Sjahdeini., Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di
Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 112.
[4]Indonesia,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
106/PMK.06/2013 Tentang
perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 22.
[5] Ibid,
Pasal 71 jo.
Pasal 22 Vendu Reglement.
[6]Indonesia,Kementerian
Keuangan Republik Indonesia, Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
pelaksanaan Lelang, Pasal 41 ayat (1)
[7]
Herlin Budiono, Asas Keseimbangan Bagi
Hukum Perjanjian Indonesia, alih bahasa Tristan P. Moeliono, (Bandung:
PT.CitraAditya Bakti, 2006), hlm.149-151.
[8]
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia : Sebuah Studi Tentang
Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkup Peradilan Umum
Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 2.
[9]
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP Penyidikan dan
Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm 76.