Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Gorontalo > Artikel
Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang yang Beritikad Baik
Muhammad Iqbaal Fadhilah
Senin, 31 Agustus 2020   |   17793 kali

Lelang merupakan suatu wujud dari peristiwa jual-beli yang dikemas dengan cara yang berbeda. Jual-beli adalah suatu perjanjian dimana dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu benda dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Definisi dari jual-beli menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu perjanjian dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Definisi di atas mewakilkan dari beberapa unsur yang terkandung di dalam jual-beli, yaitu suatu perjanjian, adanya penyerahan barang, dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.

Penjualan secara lelang merupakan suatu tahap proses lanjutan dari sita eksekusi. Adapun tujuan dari penjualan lelang itu sendiri adalah menjual secara umum harta kekayaan tergugat sehingga dari hasil penjualan utangnya akan dibayarkan kepada pihak penggugat sebesar yang ditetapkan dalam putusan. Menurut Pasal 200 ayat 1 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Pasal 215 Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg), penjualan barang yang disita di muka umum dilakukan dengan ‘perantara’ atau ‘bantuan’ Kantor Lelang Negara. Jika kedua pasal ini dihubungkan dengan Pasal 1a Peraturan Lelang (LN 1908 No. 189), maka semakin jelas siapa pejabat yang berwenang melakukan penjualan lelang yakni Juru Lelang.

Dalam perjanjian dikenal prinsip itikad baik, yang artinya setiap orang yang membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Dinyatakan oleh Muhammaad Faiz bahwa: “Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui peristiwa-peristiwa di pengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan”.

Sutan Remy Sjahdeini secara umum menggambarkan itikad baik sebagai berikut:  “Itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum”. Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang  (KPKNL) selalu berusaha melaksanakan pelaksanaan lelang sesuai dengan ketentuan, agar kepastian hukum dapat diberikan kepada pembeli lelang. Sebelum pelaksanaan lelang, Kepala KPKNL/Pejabat Lelang yang ditunjuk untuk melaksanakan lelang terhadap suatu objek melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap dokumen persyaratan lelang, dengan tujuan agar Kepala KPKNL/Pejabat Lelang mendapat informasi mengenai legalitas formal subjek dan objek lelang. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang benar-benar telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan cacat hukum dan penunjukan pemenang lelang juga sah secara hukum.

Pemenang lelang adalah pembeli baik orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang. Pemenang dalam lelang disahkan oleh pejabat lelang dan dimuat dalam risalah lelang. Lelang eksekusi sebagai  suatu  perbuatan  hukum  yang  sah  menimbulkan hak dan kewajiban terhadap pemenang lelang. Pemenang lelang sebagai pembeli yang sah memiliki kewajiban terkait pembayaran lelang dan pajak/pungutan sah lainnya sesuai  dengan  jangka  waktu  yang  telah  ditentukan.

Sebelum pelaksanaan lelang, penjual wajib mengumumkan barang yang akan dilelang. Dengan diterbitkannya pengumuman tersebut telah memberikan kesempatan bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan sebelum lelang.

Vendu Reglement mengatur hak pemenang lelang yang terkait dengan peralihan  obyek.  Dalam  Pasal  42  Vendu  Reglement,  pemenang  lelang  berhak untuk memperoleh salinan atau kutipan berita acara yang diotentikkan atau yang saat ini disebut kutipan risalah lelang. Sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (2) butir a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang menyatakan bahwa pembeli memperoleh kutipan risalah lelang sebagai akta jual beli untuk kepentingan balik nama atau grosse risalah lelang sesuai kebutuhan. Peralihan hak melalui risalah lelang juga diatur dalam ketentuan Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam hal ini, risalah lelang mempunyai kedudukan yang sama dengan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang biasa dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk mendaftar peralihan hak atas tanah pada kantor pertanahan. Terkait  dengan  penyerahan  dokumen  kepemilikan  barang,  pemenang  lelang berhak memperoleh asli dokumen kepemilikan obyek lelang.

Risalah  Lelang adalah  Berita Acara  Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Vendu Reglement yang bentuknya dapat diatur dalam Pasal 37, 38 dan 39 Vendu Reglement. Pada Pasal 35 Vendu Reglement menyatakan bahwa dari tiap-tiap penjualan  umum  yang  dilakukan  oleh  pejabat  lelang  atau  kuasanya,  selama penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus dibuat berita acara tersendiri. Risalah Lelang ditentukan bentuknya oleh pemerintah, bentuk tertentu ditujukan untuk menjamin dan menciptakan kepastian hukum, dan pembatasan terhadap kebebasan berkontrak.  Risalah Lelang memiliki tiga unsur akta otentik, yaitu bentuk risalah lelang telah ditentukan oleh Pasal 37, 38, 39 Vendu Reglement, risalah lelang dibuat dihadapan pejabat lelang selaku pejabat umum sesuai Pasal 1a Vendu Reglement dan sesuai dengan Pasal 7 Vendu Reglement, risalah lelang harus dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang di wilayahnya.

Perlindungan hukum preventif bagi pemenang lelang merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pemenang lelang sebelum terjadinya suatu sengketa terkait obyek lelang. Vendu Reglement memberikan perlindungan hukum secara preventif terhadap pemenang lelang terkait peralihan hak obyek lelang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 Vendu Reglement, bahwa pemenang lelang berhak memperoleh kutipan risalah lelang sebagai akta jual beli obyek lelang.

Perlindungan hukum preventif bagi pemenang lelang juga terdapat dalam risalah lelang, yang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang sebagai akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Pemenang lelang eksekusi, selain perlindungan hukum secara preventif, juga mendapatkan perlindungan secara represif. Perlindungan represif, menurut Hadjon, adalah upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang dilakukan melalui badan peradilan.

Pemerintah telah memberikan perlindungan hukum kepada pembeli lelang yang beritikad baik yang mengikuti lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu yang secara tegas diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menegaskan bahwa lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Dari rumusan tersebut, telah mencerminkan adanya asas kepastian hukum terhadap pemenang lelang.

Hal ini juga ditegaskan oleh Yahya Harahap, bahwa hukum yang ditegakkan oleh instansi penegak hukum yang disertai tugas untuk itu, harus menjamin kepastian hukum demi tegaknya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Ketidakpastian hukum, akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. Nomor 821K/Sip/1974,yang  menyatakan bahwa pembeli yang membeli suatu barang melalui pelelangan umum oleh Kantor Lelang Negara adalah sebagai pembeli yang beritikad baik dan harus dilindungi oleh undang-undang. Yurisprudensi tersebut membenarkan bahwa pembeli lelang yang beritikad baik harus dilindungi untuk memberikan kepastian hukum sekaligus keadilan bagi pembeli lelang.

Melalui Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Negara dalam hal ini KPKNL telah memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli lelang yang beritikad baik, lembaga peradilan melalui Putusan Mahkamah Agung RepubIik Indonesia Reg. Nomor 821K/Sip/1974, juga menegaskan perlindungan hukum terhadap pembeli lelang yang beritikad baik, sehingga kepastian hak pembeli lelang pasti dan dijamin oleh hukum.

Oleh : Fatih Ghozali, Kepala Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara
Referensi : 

[1] Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 21, (Jakarta: Penerbit PT Intermasa, 2005), hlm. 79.

[2] Muhammad Faiz, Kemungkinan diajukan Perkara dengan Klausula Arbitrase ke Muka Pengadilan, terdapat di situs <http://www.panmuhamadfaiz.co.id>. Diakses 5 Pebruari 2017.

[3] Sutan Remy Sjahdeini., Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 112.

[4]Indonesia, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia  Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 1 angka 22.

[5] Ibid, Pasal 71 jo. Pasal 22 Vendu Reglement.

[6]Indonesia,Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk pelaksanaan Lelang, Pasal 41 ayat (1)

[7] Herlin Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, alih bahasa Tristan P. Moeliono, (Bandung: PT.CitraAditya Bakti, 2006), hlm.149-151.

[8] Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia : Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkup Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 2.

[9] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm 76.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini