Dalam pelaksanaan lelang
eksekusi Hak Tanggungan yang dilaksanakan oleh KPKNL sering mendapat gugatan
dari pihak debitor maupun pihak lain yang merasa kepentingannya dirugikan.
Gugatan perdata yang dilakukan biasanya dalam bentuk perlawanan sebelum
pelaksanaan lelang maupun gugatan yang diajukan setelah pelaksanaan lelang.
Mayoritas timbulnya gugatan
disebabkan oleh ketidakpuasan debitor atas pelaksanaan lelang Hak Tanggungan
yang dimohonkan oleh Bank yang bersangkutan kepada KPKNL.
Kemudian yang menjadi permasalahan selanjutnya apabila seorang tereksekusi lelang masih menempati atau menguasai fisik atas barang lelang yang laku terjual. Secara aturan, hak orang yang dijual barangnya pindah kepada pemenang lelang segera setelah perjanjian jual beli ditutup. Jika debitor masih bersikeras menguasai barang laku lelang tersebut, maka pemenang lelang meminta penerbitan grosse risalah lelang untuk pengosongan lelang yang akan disampaikan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama untuk bantuan pengosongan. Pelaksanaan eksekusi ini diawali dengan permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat oleh pemenang lelang selaku pemilik hak. Berdasarkan permohonan tersebut Ketua Pengadilan Negeri menindaklanjutinya dengan melakukan pemanggilan kepada termohon eksekusi. Biaya untuk proses pengosongan sulit diprediksi dan proses dari permohonan pengosongan sampai dengan eksekusi pengosongan tidak memiliki kepastian waktu dan seringkali berlangsung lama sehingga tidak diperoleh kepastian hukum pembeli untuk memperoleh haknya. Adapun masalah atau dampak yang muncul kemudian antara lain :
1.Mengurangi minat masyarakat untuk mengikuti
pelaksanaan lelang tersebut terhadap tanah dan/atau bangunan yang masih ditempati oleh penghuni sebelumnya
apalagi jika terdapat gugatan.
2.Masyarakat mempunyai kecenderungan membeli rumah
melalui media lain selain lelang e-auction;
3.Potensi lelang menjadi tidak laku terjual sehingga pencapaian target lelang tidak tercapai.
APA YANG MENYEBABKAN TERJADINYA MASALAH/ISU TERSEBUT?
Berdasarkan Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-Benda yang berkaitan
dengan tanah, penyebab terjadinya masalah antara lain :
1.Penguasaan
Objek lelang masih ditempati oleh yang debitur/penghuni/pemilik jaminan.
Permasalahan dalam pelelangan ini terjadi
ketika pemenang lelang tidak bisa menguasai objek lelang yang dibelinya
dikarenakan susahnya pengosongan dan adanya gugatan dari pihak debitor. Pemenang lelang seharusnya dapat
menguasai obyek lelang tersebut karena terbukti secara sah membeli tanah
tersebut melalui lembaga lelang resmi yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL).
Apabila debitur menolak atau tidak bersedia melakukan pengosongan objek jaminan Hak Tanggungan, pembeli objek jaminan dapat melakukan permohonan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan pengosongan. Banyak faktor yang dapat menimbulkan gugatan atau bantahan salah satunya terjadi karena debitur dimungkinkan tidak mau menyerahkan objek yang telah laku dilelang kepada pemenang lelang secara sukarela. Namun demikian, dalam APHT pada dasarnya telah diperjanjikan mengenai pengosongan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan sehingga tidak ada alasan lagi bagi debitur untuk berkelit dan menolak pengosongan. Atas perbuatan debitur tersebut pemenang lelang dapat mengajukan permohonan Eksekusi Pengosongan ke pengadilan.
Sebelum mengajukan permohonan eksekusi pengosongan ke pengadilan, pemenang lelang dapat mengajukan permohonan Grosse Risalah Lelang yang merupakan salinan asli Risalah Lelang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan Yang Maha Esa” ke KPKNL. Grosse Risalah Lelang memiliki kekuatan eksekutorial yang berkekuatan sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
2.Hubungan
komunikasi antara pihak perbankan dengan debitur yang kurang baik.
Kurangnya komunikasi dari pihak perbankan
dalam hal ini sebagai kreditur dengan debitur sesuai kesepakatan yang dibuat
dalam sebuah perjanjian berupa perjanjian kredit dimana kreditur yang telah
menberikan sejumlah uang sebagai pinjaman kepada debitur yang wajib dilunasi
dalam jangka waktu tertentu oleh debitur. Dalam perjanjian debitur menjadikan
tanah dan/atau bangunan miliknya menjadi tanggungan utang. Sesuai perjanjian
dalan hal debitur cedera janji atau tidak mampu membayar kewajiban utangnya
maka kreditur dapat melakukan penjualan atas barang jaminan tersebut melalui
KPKNL tanpa melalui persetujuan dari
pihak debitur.
Dalam pelaksanaan lelang terkadang barang yang dijual tidak sepenuhnya dikuasai oleh pihak penjual, adakalanya tanah dan/atau bangunan masih dikuasai oleh pihak ketiga. Penguasaan oleh pihak ketiga ini juga bermacam macam alasannya, ada yang legal seperti sewa menyewa ada juga pendudukan secara illegal. Untuk melakukan pengosongan objek yang telah dimenangkan, pembeli/pemenang lelang harus mengajukan permohonan pengosongan melalui pengadilan setempat, karena Pejabat Lelang/Pelelang tidak memiki kewenangan terkait pengosongan dan untuk eksekusi pengosongan itu sendiri juga dengan melibatkan aparat keamanan setempat.
3.Kurangnya
kooperatif dan kesadaran debitur dalam menyelesaikan utang atau kewajibannya.
Kurangnya kooperatif dan kesadaran debitur/penghuni/pemilik jaminan dalam menyelesaikan utang
atau kewajibannya pada pihak
kreditur menyebabkan penyelesaian utang
tidak dilunasi oleh debitur dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian kredit maka sesuai yang tercantum dalam
perjanjian kredit apabila debitur cedera janji atau tidak mampu membayar
kewajiban utangnya maka kreditur dapat melakukan penjualan atas barang jaminan
tersebut.
Dalam beberapa kasus pengosongan objek lelang menjadi terkendala karena debitur atau pemilik jaminan menolak jika tanah dan/atau bangunan miliknya akan diambil alih oleh pemenang lelang akibat adanya proses pelelangan. Para debitur merasa bahwa mereka dalam kondisi wanprestasi sehingga objek jaminan dapat dilelang. Kurangnya kesadaran dan tidak kooperatifnya para debitur atau pemilik jaminan menyebabkan terhambatnya proses pengosongan objek lelang.
4.Ketidakpastian standar waktu
penyelesaian pengosongannya oleh Pengadilan
Contoh kasus, pelaksanaan lelang pada
tahun 2019 di KPKNL Bukittinggi dengan kreditur
-
PT. BNI (Persero) Tbk. Kanwil
Padang dengan barang jaminan terletak di Gadut Bukittinggi, untuk eksekusi
pengosongan baru dapat dilaksanakan pada bulan November tahun 2021;
-
PT. BRI (Persero) Cabang
Simpang Empat dengan barang jaminan terletak di Pasaman Barat, untuk untuk
eksekusi pengosongan sampai sekarang belum dapat dilaksanakan.
Dalam hal ini untuk eksekusi pengosongan menjadi terkendala disebabkan debitur/penghuni/pemilik jaminan tidak mau mengosongkan tanah dan/atau bangunan tersebut sehingga dilakukan eksekusi pengosongan terhadap tanah dan/atau bangunan secara paksa.
APA SOLUSINYA?
Adapun solusi yang dapat menjadi alternatif untuk mengatasi permasalahan dalam eksekusi objek lelang antara lain :
1. Koordinasi antara pihak perbankan dengan para debitur tentang barang jaminan berupa tanah dan/atau bangunan apabila debitur tidak dapat menyelesaikan kewajiban pada Bank tersebut maka pihak perbankan dapat bertindak lebih tegas dalam hal pengosongan terhadap tanah dan/atau bangunan kepada debitur yang tidak bersedia mengosongkan rumah atau tanah yang sudah berpindah tangan atau beralih kepemilikannya kepada pembeli lelang. Apabila debitur menolak atau tidak bersedia melakukan pengosongan sukarela atas tanah dan/atau bangunan maka pembeli objek jaminan dapat dilakukan tindakan pengosongan melalui Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi pengosongan.
Perlindungan bagi pemenang lelang hak tanggungan sebenarnya telah dilakukan secara preventif oleh KPKNL karena sebelum dilakukannya pelelangan dari KPKNL telah memberitahukan dan menyampaikan kepada para peserta lelang terkait dengan dokumen-dokumen, keadaan dan kondisi objek yang akan dilelang dengan kondisi apa adanya serta konsekuensi dan resiko yang dapat terjadi dikemudian hari. Terkait perlindungan secara represif yaitu upaya umtuk mendapatkan perlindungan hukum melalui badan peradilan mengingat sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur secara pasti dan jelas terkait perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tanggungan.
Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pembeli melalui lelang yang tidak dapat menguasai tanahnya dapat melalui dua jalur yang dapat ditempuh yaitu jalur Litigasi (jalur peradilan) dan jalur Non Litigasi (jalur di luar pengadilan). Jalur Litigasi dapat ditempuh dengan mangajukan gugatan perdata pada umumnya yaitu melalui Pengadilan Negeri setempat, sedangkan jalur non Litigasi yaitu melalui mediasi dan negosiasi menjadi pilihan yang tepat bagi pembeli lelang untuk mendapatkan hak-haknya kembali.
Untuk lebih menyikapi hal
tersebut diatas agar tidak ada permasalahan dalam proses pelaksanaan lelang
diharapkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melalui Direktur Lelang, dapat
membuat suatu kebijakan terkait perlindungan hukum bagi para pembeli lelang
supaya tidak ada lagi keraguan dan kecemasan dalam membeli objek lelang berupa tanah
dan/atau bangunan melalui proses
pelaksanaan lelang. Kedua, kebijakan terkait pengosongan sukarela sebelum
pelaksanaan lelang agar pembeli lelang dapat mendapatkan hak-haknya segera
dipenuhi untuk dapat memiliki barang berupa tanah dan/atau bangunan tersebut.
2. Memberikan
penjelasan atau keterangan kepada pembeli lelang terhadap tanah dan/atau
bangunan tersebut apabila jaminan tidak mau dikosongkan oleh
debitur/penghuni pemilik jaminan.
Dalam proses setelah pelaksanaan lelang yang telah
dilakukan akan menimbulkan proses peralihan hak obyek lelang dari penjual
kepada pembeli lelang. Apabila pembeli lelang tidak dapat menguasai tanah
dan/atau bangunan tersebut maka pembeli lelang dapat mengajukan permohonan
eksekusi pengosongan ke Lembaga Peradilan dalam hal debitur/penghuni pemilik
jaminan tidak bersedia mengosongkan objek lelang secara sukarela.
Namun dalam praktiknya terdapat dinamika yang mungkin terjadi dalam upaya kreditur untuk menjual barang jaminan melalui proses pelaksanaan lelang yang salah satunya adalah upaya gugatan atau bantahan ke pengadilan dari pihak debitur yang ditujukan kepada kreditur sebagai penjual, KPKNL sebagai perantara pelaksanaan lelang dan pembeli lelang. Oleh karenanya banyak masyarakat yang kurang berminat mengikuti lelang karena dalam prosesnya cukup rentan terhadap upaya hukum seperti gugatan atau perkara. Hal ini sekiranya perlu menjadi perhatian bagi para pihak terkait untuk melakukan edukasi sehingga masyarakat mengetahui proses yang perlu dilakukan agar mendapat perlindungan hukum.
3. Sinergi antara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dengan Mahkamah Agung (MA) untuk dapat dilaksanakannya pengosongan setelah pelaksanaan lelang, misalnya petunjuk atau berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SE MA) yang sejalan dengan Undang Undang Hak Tanggungan (UUHT) terkait pengosongan sebelum dan setelah pelaksanaan lelang terhadap tanah dan/atau bangunan.
Untuk menyikapi hal tersebut mungkin perlu adanya dibuat SOP (Standard Operating Procedure) pengosongan yang jelas dan trasparan supaya proses pengosongan dapat dilakukan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Dan disamping itu perlu juga terkait biaya atau tarif yang jelas dalam proses pengosongan yang akan dilakukan karena mengingat biaya atau tarif yang selama ini belum ada standar biaya yang akan dikeluarkan oleh pemenang lelang.
Penulis: Sri Nopialti (Pejabat Fungsional Lelang Pertama KPKNL Bukittinggi)
Referensi
1. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah beserta Benda benda yang berkaitan dengan tanah;
2. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor : PMK -213/PMK.06/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
3. Informasi
dari Pelelang Ahli Muda (Delayering dari Kepala Seksi Pelayanan Lelang) terkait
pelaksanan lelang.