Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Karakteristik PUPN dalam Perspektif Agency Adjudication
Hadyan Iman Prasetya
Senin, 21 November 2022   |   304 kali

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara (UU 49/1960). Penjelasan Pasal 2 UU 49/1960 secara eksplisit menyebutkan bahwa sifat PUPN adalah interdepartemental. Sifat interdepartemental ini kemudian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Perpres 89/2006) yang mengatur bahwa susunan keanggotaan PUPN terdiri dari unsur Kementerian Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung untuk PUPN Pusat. Sedangkan untuk PUPN Cabang keanggotaannya terdiri dari wakil Kementerian Keuangan, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, dan Pemerintah Daerah.

Sesuai dengan nomenklaturnya, PUPN memiliki kewenangan pokok dalam melakukan pengurusan piutang negara sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU 49/1960. Kewenangan PUPN tersebut selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PP 28/2022). Beberapa kewenangan yang dimiliki PUPN, sebagaimana diatur dalam PP 28/2022, dipersamakan dengan kewenangan lembaga peradilan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa dokumen produk PUPN yang memuat irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, diantaranya adalah Pernyataan Bersama (Pasal 16 ayat (2) PP 28/2022) dan Surat Paksa (Pasal 20 ayat (2) PP 28/2022).

Adanya penyematan irah-irah pada dokumen-dokumen produk PUPN di atas menegaskan bahwa PUPN melaksanakan kewenangan lembaga peradilan (yudikatif). Tentu hal ini perlu penjelasan mengingat bahwa PUPN, beserta seluruh anggotanya, adalah lembaga-lembaga pemerintah yang berada pada ranah eksekutif. Tulisan singkat ini akan menjelaskan karakteristik PUPN sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan fungsi selayaknya lembaga peradilan. Selanjutnya tulisan ini akan menjelaskan karakteristik PUPN tersebut dalam perspektif agency adjudication yang dikenal sebagai konsep untuk menggambarkan fenomena lembaga eksekutif yang menjalankan fungsi yudikatif.

Fungsi Ajudikasi PUPN

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, PUPN memiliki kewenangan selayaknya lembaga yudisial khususnya melalui produk hukumnya yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berkaitan dengan hal ini, seorang ahli hukum, Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa kedudukan PUPN merupakan peradilan semu (quasi rechtpraak) karena PUPN merupakan badan peradilan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak atau berkepentingan dalam menyelesaikan sengketa utang piutang negara.[1] Sedikit berbeda, Arifin P. Seoriatmadja, menyatakan bahwa PUPN dianggap sebagai lembaga quasi yudisial karena tindakan yang dilakukan oleh PUPN memiliki cara yang hampir sama dengan penagihan Grosse Akta.[2]

Guna memastikan sifat quasi yudisial dari PUPN, dapat disimak karakteristik lembaga quasi yudisial yang juga dapat ditemui pada karakteristik PUPN. Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa sebuah lembaga dapat diklasifikasikan sebagai lembaga quasi yudisial apabila memiliki kewenangan untuk (a) Kekuasaan untuk memberikan penilaian dan pertimbangan, (b) Kekuasaan untuk mendengar dan menentukan atau memastikan fakta-fakta dan untuk membuat putusan, (c) Kekuasaan untuk membuat amar putusan dan pertimbangan-pertimbangan yang mengikat sesuatu subjek hukum dengan amar putusan dan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dibuatnya, (d) Kekuasaan untuk mempengaruhi hak orang atau hak milik orang per orang, (e) Kekuasaan untuk menguji saksi-saksi, untuk memaksa saksi untuk hadir, dan untuk mendengar keterangan para pihak dalam persidangan, dan (f) Kekuasaan untuk menegakkan keputusan atau menjatuhan sanksi hukuman.[3]

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki PUPN memenuhi karakteristik lembaga quasi yudisial, diantaranya yaitu kewenangan untuk melakukan penilaian dan pertimbangan terhadap keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Penanggung Hutang maupun Penyerah Piutang,[4] memanggil Penanggung Hutang (Pasal 14 PP 28/2022), menerbitkan Surat Paksa sebagai sebuah dokumen yang setara dengan putusan lembaga peradilan yang memiliki kekuatan eksekutorial (Pasal 20 PP 28/2022), bahkan PUPN dapat melakukan penyitaan terhadap harta milik Penanggung Hutang (Pasal 26 PP 28/2020) maupun Paksa Badan terhadap diri Penanggung Hutang (Pasal 55 PP 28/2020) yang mencerminkan bahwa putusan ini dapat mempengaruhi hak-hak Penanggung Hutang sekaligus sebagai wujud penegakkan hukum atas putusan PUPN sendiri.

Dengan demikian PUPN melaksanakan fungsi ajudikasi selayaknya lembaga yudisial meskipun posisi PUPN berada pada ranah lembaga eksekutif. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, fenomena adanya lembaga eksekutif yang menjalankan fungsi ajudikasi dirumuskan dalam konsep agency adjudication. Konsep agency adjudication dapat dipahami sebagai,”an agency action with the force of law that resolves a claim or dispute between specific individuals in a specific case.”[5] Selanjutnya, agency adjudication dapat dilakukan terhadap para pihak yang meliputi antara lembaga pemerintah dengan pihak privat atau antara pihak privat.[6] Dalam hal ini, PUPN merupakan lembaga pemerintah yang melakukan ajudikasi antara lembaga publik dengan lembaga privat, bahkan dengan lembaga publik lainnya[7], untuk menyelesaikan sengketa terkait piutang negara.

PUPN dalam Kategori Agency Adjudication

Konsep agency adjudication yang dijelaskan pada bagian sebelumnya senyatanya ditemui secara umum di berbagai negara dengan karakteristik tertentu masing-masing. Michael Asimow merumuskan setidaknya berbagai praktik agency adjudication tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) kategori[8]. Michael Asimow melakukan klasifikasi dengan mendasarkan pada 4 (empat) variabel yang setiap variabelnya memberikan pilihan. Keempat variabel dimaksud dijelaskan oleh Asimow sebagai berikut:

  1.        Apakah lembaga pelaksana agency adjudication merupakan lembaga yang memiliki fungsi kombinasi atau terpisah? Fungsi kombinasi yang dimaksud adalah lembaga agency adjudication melaksanakan fungsi investigasi sekaligus memberikan keputusan terhadap sengketa, sedangkan fungsi terpisah adalah apabila lembaga pelaksana agency adjudication secara kelembagaan terpisah antara fungsi investigasi dengan pembuat keputusan;
  2.        Apakah lembaga pelaksana agency adjudication melaksanakan proses ajudikasi dengan model adversarial atau inquisitorial? Model ini serupa dengan yang dikenal dalam ranag pidana, yaitu model adversarial merupakan model penyelesaian sengketa yang menitikberatkan pada keaktifan para pihak yang bersengketa, sedangkan pemutus sengketa cenderung pasif, sedangkan model inquisitorial adalah sebaliknya, di mana negara melalui investigatornya diberikan peran yang lebih besar;
  3.       Apakah keputusan lembaga pelaksana agency adjudication dapat di-review oleh lembaga peradilan secara terbuka atau tertutup? Sifat terbuka menunjuk pada adanya kemungkinan para pihak untuk menghadirkan fakta-fakta baru dalam proses review di lembaga peradilan, sedangkan sifat tertutup menunjuk pada tidak adanya kemungkinan para pihak untuk menghadirkan fakta baru selain yang telah dihadirkan pada saat proses agency adjudication;
  4.      Apakah lembaga peradilan yang melakukan review terhadap putusan ajudikasi memiliki yurisdiksi khusus sebagai peradilan administratif atau yurisdiksi umum yang tidak spesifik pada ranah sengketa administratif.

Berdasarkan keempat variabel di atas, karakteristik PUPN adalah lembaga pelaksana agency adjudication yang bersifat kombinasi, inquisitorial, terbuka, dan khusus. Pertama, PUPN adalah lembaga ajudikasi yang bersifat kombinasi, hal ini dapat dilihat dari adanya kewenangan PUPN untuk memanggil, mengkonstatir fakta-fakta yang disampaikan oleh Penanggung Hutang, menerbitkan Surat Paksa sebagai dokumen yang disetarkan sebagai putusan lembaga yudisial. Kewenangan-kewenangan ini menggambarkan bahwa fungsi investigasi sekaligus ajudikasi terkait kasus piutang negara dilakukan oleh PUPN, tidak terpisah dengan lembaga lainnnya.

Kedua, ajudikasi PUPN bersifat inquisitorial, hal ini dapat dilihat dari adanya peran lembaga PUPN sebagai representasi negara yang sangat menentukan dalam proses penyelesaian piutang negara. Namun demikian, harus dipahami bahwa Penanggung Hutang tetap memiliki hak untuk mengajukan sanggahan dan pembuktian terhadap piutang negara yang dibebankan kepadanya.

Ketiga, ajudikasi PUPN bersifat terbuka, hal ini dapat dipahami dari tidak adanya batasan kepada para pihak untuk menghadirkan fakta dan bukti baru di muka pengadilan apabila pada gilirannya kasus piutang akan diperiksa oleh lembaga peradilan. Terakhir, ajudikasi PUPN bersifat khusus, karena lembaga peradilan administratif yang melakukan review terhadap keputusan PUPN dalam sengketa administratif pengurusan piutang telah ditentukan yurisdiksinya, yaitu PTUN.

Penutup

Analisa terhadap karakteristik PUPN menunjukkan bahwa PUPN, meskipun berada pada ranah eksekutif, melaksanakan fungsi ajudikasi selayaknya lembaga yudikatif. Terkait melekatnya fungsi ajudikasi tersebut, PUPN juga dapat tercakup dalam konsep agency adjudication. Selanjutnya dalam konteks pembagian tipe agency adjudication yang dijabarkan oleh Michael Asimow, PUPN dapat diklasifikasikan sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan ajudikasi dengan karakteristik fungsi kombinasi-bermodel inquisitorial-review oleh lembaga yudisial secara terbuka- lembaga yudisial yang melakukan review terhadap keputusan ajudikasi memiliki yurisdiksi khusus.


Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)


[1] Sutan Remy Sjahdeni, Masalah Jaminan Dalam Pemberian Kredit, dikutip dari Agus Pandoman, Penyelesaian Utang BLBI Dalam Kajian Hukum Responsif dan Represif¸ Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2014, hlm. 107.

[2] Ibid, hlm. 107-108.

[3] Jimly Asshiddiqie, “Pengadilan Khusus” dalam Hermansyah et.al. (editor), Putih Hitam Pengadilan Khusus, Cetakan Pertama, Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta, 2013, hlm. 17-18.

[4] Hadyan Iman Prasetya, “Manifestasi Asas Audi Et Alteram Partem Dalam Panggilan Pengurusan Piutang Negara”, terdapat dalam https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14313/Manifestasi-Asas-Audi-Et-Alteram-Partem-Dalam-Panggilan-Pengurusan-Piutang-Negara.html.*

[7] Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara.

[8]  Michael Asimow, Five Models of Administrative Adjudication, American Journal of Comparative Law 63, No. 1 2015, hlm. 3-31.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini