SBSK
Perhitungan kesesuaian
penggunaan BMN dengan SBSK telah dimulai sejak tahun 2020 dengan berfokus kepada
BMN pada satker Kementerian Keuangan. Perhitungan kemudian dilanjutkan di tahun
2021 dengan fokus menyelesaikan perhitungan pada satker Kementerian
Keuangan yang masih tersisa dan 61 Kementerian/Lembaga (K/L) yang telah
ditentukan. Tingkat kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK merupakan salah satu
target IKU Kemenkeu wide. Tak heran penyelesaian target ini
terus-menerus dikawal di tingkat Kanwil, Kantor Pusat DJKN, hingga Kementerian
Keuangan melalui Setjen.
Standar Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK) BMN itu sendiri
merupakan batas tertinggi yang menjadi pedoman bagi Pengguna Barang/ Kuasa
Pengguna Barang dalam menyusun Perencanaan Kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan
BMN berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan.
Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.06/2020 tentang
Standar Barang Standar Kebutuhan BMN, kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK
dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan BMN.
Persentase Kesesuaian Penggunaan BMN dengan SBSK
Perhitungan kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK di
DJKN dilakukan setelah memperoleh data yang riil dan akurat dari satker atas
penggunaan BMN. Spesifik terhadap perhitungan kesesuaian penggunaan bangunan
gedung kantor sebagai contoh pada tulisan ini, dibutuhkan data terkait jumlah
pegawai dan komposisinya (misal kepala kantor, eselon 4, pelaksana, dan
sebagainya), dan ruang-ruang yang terdapat di dalam gedung kantor tersebut
serta luasannya masing-masing. Apabila kantor yang didata tersebut memberikan
pelayanan kepada masyarakat, maka data seperti rata-rata jumlah pengunjung per
hari juga akan dibutuhkan.
Data dimaksud kemudian diinput ke dalam form pada
microsoft excel yang telah disediakan. Setelah diinput, akan muncul kategori
dari setiap ruangan tersebut, apakah sesuai SBSK atau melebihi SBSK. Total
luasan seluruh ruangan yang digunakan oleh satker (dan apabila ada, ditambahkan
dengan luasan ruangan lain yang dilakukan penggunaan sementara, dioperasikan
pihak lain, dilakukan pemanfaatan, dan digunakan sebagai ruang khusus),
selanjutnya akan dibandingkan dengan luas bruto atau luasan ideal sesuai SBSK,
untuk mendapatkan persentase kesesuaian.
Ketika sebuah gedung kantor sepenuhnya
sesuai dengan SBSK, maka perhitungan persentase kesesuaian penggunaan BMN
dengan SBSK atas gedung tersebut akan menghasilkan angka 100 persen.
Sebaliknya, ketika bangunan tersebut tidak mengacu pada SBSK, maka
perhitungannya akan menghasilkan angka yang jauh di bawah 100 persen, atau bisa
dikatakan penggunaan BMN dimaksud tidak/belum sesuai dengan SBSK. Namun,
benarkah persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK dimaksud dapat kita
baca sesederhana itu? Benarkah bahwa dua satker dengan persentase kesesuaian
yang sama telah menggunakan BMNnya dengan tingkat optimalisasi yang sama?
Melihat Lebih Dekat
Guna menjawab pertanyaan tersebut, mari kita coba
bersama-sama melihat contoh kasus berikut. Satker A dan B, sama-sama memiliki
gedung kantor dengan luas 500 m2 dan jumlah pegawai sebanyak 35 orang dengan
komposisi pegawai yang sama persis. Maka, persentase kesesuaian penggunaan BMN
dengan SBSK yang dihasilkan akan sama. Jika dilihat sekilas dari angka persentase,
kita bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa kedua satker tersebut memiliki
tingkat optimalisasi penggunaan BMN yang sama. Padahal, jika ditelusuri lebih
jauh, ternyata satker A dan satker B memiliki karakteristik tusi yang jauh
berbeda. Satker A adalah satker yang memberikan layanan penyediaan data bagi
pemerintah dan masyarakat, dan memberikan akses data tersebut kepada masyarakat
secara online dan fisik dalam bentuk perpustakaan. Dengan layanan tersebut,
satker A membutuhkan ruang penyimpanan khusus untuk dokumen-dokumen sensusnya,
di samping ruang arsip untuk penataan persuratan secara umum. Satker A juga
memanfaatkan satu ruangan sebagai perpustakaan kecil untuk menyimpan
publikasinya yang dapat diakses secara langsung oleh masyarakat. Adapun satker
B, merupakan satker yang tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan konservasi
alam. Dengan tugasnya ini, satker B tidak membutuhkan ruang penyimpanan khusus
kecuali ruang arsip untuk penataan persuratan secara umum.
Berdasarkan penggambaran ini, di dalam form
perhitungan persentase kesesuian, alokasi ruangan satker A banyak masuk dalam
kategori ruang penunjang, sementara satker B banyak masuk dalam kategori
lobby/fasilitas lain. Sehingga, bisa kita simpulkan bahwa satker A memanfaatkan
ruangan-ruangan kantornya dengan lebih optimal dibandingkan satker B, kendati
persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK pada kedua satker bernilai
sama.
Persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK juga
kini dikunci di angka 100 persen sebagai nilai kesesuaian tertinggi. Hal ini
dikarenakan secara definisi, SBSK merupakan batas
tertinggi yang menjadi pedoman perencanaan kebutuhan. Dengan kata lain,
persentase kesesuaian tidak logis jika melebihi SBSK. Namun, hal ini
menimbulkan kerancuan dalam penafsirannya. Sebagai contoh, satker C memiliki
gedung kantor dengan luas 500 m2 dan jumlah pegawai 70 orang. Secara kasat mata
dapat terlihat bahwa gedung kantor satker C sudah tidak memadai untuk digunakan
oleh 70 orang pegawai karena telah melebihi kapasitasnya atau overcrowded. Ketika
dilakukan perhitungan persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK,
diperoleh angka 100 persen. Secara sederhana, ketika melihat nilai persentase
penggunaan BMN sebesar 100 persen, kita akan menyimpulkan bahwa penggunaan BMN
pada satker C telah optimal. Padahal berdasarkan penggambaran atas kondisi
satker C tersebut, penggunaan BMN satker C tidak optimal karena kondisi
yang overcrowded menyebabkan BMN tidak dapat difungsikan
secara efektif dan efisien. Di sinilah kerancuan muncul, karena angka 100% pada
persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK justru bermakna tidak/kurang
optimal.
Penutup
Berdasarkan uraian dan contoh kasus di atas, dapat
kita simpulkan bahwa nilai persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK
hendaknya tidak dibaca secara sederhana atau as easy as 1 2 3.
Ketika kita dihadapkan pada kondisi yang menuntut pengambilan keputusan dengan
nilai SBSK sebagai salah satu faktor penentu dalam pengambilan keputusan,
hendaknya kita berusaha menggali lebih dalam data dan perhitungan di balik
angka tersebut. Hendaknya, form pendataan dan form perhitungan Microsoft excel
yang digunakan untuk memperoleh persentase SBSK dapat dicermati dalam
mengartikan angka persentase SBSK.
Di dalam form tersebut dapat terlihat bagaimana
komposisi penggunaan ruangan atas sebuah gedung kantor, apakah lebih banyak
digunakan sebagai lobby atau digunakan untuk ruang-ruang yang menunjang tusi.
Sehingga, ketika kita membaca angka persentase tertentu, kita tidak serta merta
menyimpulkan bahwa penggunaan BMN sudah atau belum optimal. Banyak
faktor-faktor yang akan mempengaruhinya. Hal ini penting karena karakterisitik
K/L yang menggunakan BMN sangat bervariasi, sehingga kebutuhan akan ruang-ruang
pendukung tusi akan sangat berbeda antara K/L yang satu dan K/L yang lainnya.
Sementara itu, PMK Nomor 172/PMK.06/2020 tentang SBSK BMN sejauh ini,
untuk K/L yang sifatnya khusus, baru mengatur SBSK untuk BMN berupa bangunan
ruang pendidikan, ruang persidangan, dan ruang tahanan. Sementara ruang-ruang
khusus lainnya seperti ruang penyimpanan dokumen (di luar ruang arsip) yang
mungkin sangat vital bagi K/L tertentu, belum termuat pengaturannya dalam PMK
tersebut.
Di dalam form perhitungan SBSK juga sebenarnya dapat
terlihat apabila penggunaan BMN telah melebihi kapasitasnya. Dalam form excel
akan muncul angka negatif pada kotak isian “luas yang dapat dioptimalkan”, yang
artinya BMN tersebut digunakan melebihi kapasitasnya. Sehingga, ketika
persentase SBSK bernilai 100% namun dalam form excel kita menemukan angka
negatif pada luas yang dapat dioptimalkan, maka dapat dipahami bahwa BMN telah
digunakan melebihi kapasitasnya.
Hal-hal detail yang kita cermati pada form perhitungan
tersebut akan membantu kita mendapatkan gambaran kondisi penggunaan BMN secara
lebih utuh, yang tentunya akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan
terkait pengelolaan BMN. Dengan kata lain, angka persentase kesesuaian
penggunaan BMN dengan SBSK sebaiknya hanya digunakan sebagai informasi awal
semata, yang penafsirannya harus disertai dengan mencermati formulir
perhitungan SBSK.
Penulis : Palupi Anggraeni, Kepala Seksi PKN KPKNL Bontang
Disclaimer :
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.