Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Melihat Lebih Dekat Persentase Kesesuaian Penggunaan BMN dengan SBSK
Palupi Anggraeni
Rabu, 04 Agustus 2021   |   1339 kali


SBSK

Perhitungan kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK telah dimulai sejak tahun 2020 dengan berfokus kepada BMN pada satker Kementerian Keuangan. Perhitungan kemudian dilanjutkan di tahun 2021 dengan  fokus menyelesaikan perhitungan pada satker Kementerian Keuangan yang masih tersisa dan 61 Kementerian/Lembaga (K/L) yang telah ditentukan. Tingkat kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK merupakan salah satu target IKU Kemenkeu wide. Tak heran penyelesaian target ini terus-menerus dikawal di tingkat Kanwil, Kantor Pusat DJKN, hingga Kementerian Keuangan melalui Setjen.

Standar Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK) BMN itu sendiri merupakan batas tertinggi yang menjadi pedoman bagi Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang dalam menyusun Perencanaan Kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.06/2020 tentang Standar Barang Standar Kebutuhan BMN, kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas penggunaan BMN.

 

Persentase Kesesuaian Penggunaan BMN dengan SBSK

Perhitungan kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK di DJKN dilakukan setelah memperoleh data yang riil dan akurat dari satker atas penggunaan BMN. Spesifik terhadap perhitungan kesesuaian penggunaan bangunan gedung kantor sebagai contoh pada tulisan ini, dibutuhkan data terkait jumlah pegawai dan komposisinya (misal kepala kantor, eselon 4, pelaksana, dan sebagainya), dan ruang-ruang yang terdapat di dalam gedung kantor tersebut serta luasannya masing-masing. Apabila kantor yang didata tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka data seperti rata-rata jumlah pengunjung per hari juga akan dibutuhkan.

Data dimaksud kemudian diinput ke dalam form pada microsoft excel yang telah disediakan. Setelah diinput, akan muncul kategori dari setiap ruangan tersebut, apakah sesuai SBSK atau melebihi SBSK. Total luasan seluruh ruangan yang digunakan oleh satker (dan apabila ada, ditambahkan dengan luasan ruangan lain yang dilakukan penggunaan sementara, dioperasikan pihak lain, dilakukan pemanfaatan, dan digunakan sebagai ruang khusus), selanjutnya akan dibandingkan dengan luas bruto atau luasan ideal sesuai SBSK, untuk mendapatkan persentase kesesuaian.

Ketika sebuah gedung kantor  sepenuhnya sesuai dengan SBSK, maka perhitungan persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK atas gedung tersebut akan menghasilkan angka 100 persen. Sebaliknya, ketika bangunan tersebut tidak mengacu pada SBSK, maka perhitungannya akan menghasilkan angka yang jauh di bawah 100 persen, atau bisa dikatakan penggunaan BMN dimaksud tidak/belum sesuai dengan SBSK. Namun, benarkah persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK dimaksud dapat kita baca sesederhana itu? Benarkah bahwa dua satker dengan persentase kesesuaian yang sama telah menggunakan BMNnya dengan tingkat optimalisasi yang sama?

 

Melihat Lebih Dekat

Guna menjawab pertanyaan tersebut, mari kita coba bersama-sama melihat contoh kasus berikut. Satker A dan B, sama-sama memiliki gedung kantor dengan luas 500 m2 dan jumlah pegawai sebanyak 35 orang dengan komposisi pegawai yang sama persis. Maka, persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK yang dihasilkan akan sama. Jika dilihat sekilas dari angka persentase, kita bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa kedua satker tersebut memiliki tingkat optimalisasi penggunaan BMN yang sama. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, ternyata satker A dan satker B memiliki karakteristik tusi yang jauh berbeda. Satker A adalah satker yang memberikan layanan penyediaan data bagi pemerintah dan masyarakat, dan memberikan akses data tersebut kepada masyarakat secara online dan fisik dalam bentuk perpustakaan. Dengan layanan tersebut, satker A membutuhkan ruang penyimpanan khusus untuk dokumen-dokumen sensusnya, di samping ruang arsip untuk penataan persuratan secara umum. Satker A juga memanfaatkan satu ruangan sebagai perpustakaan kecil untuk menyimpan publikasinya yang dapat diakses secara langsung oleh masyarakat. Adapun satker B, merupakan satker yang tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan konservasi alam. Dengan tugasnya ini, satker B tidak membutuhkan ruang penyimpanan khusus kecuali ruang arsip untuk penataan persuratan secara umum.

Berdasarkan penggambaran ini, di dalam form perhitungan persentase kesesuian, alokasi ruangan satker A banyak masuk dalam kategori ruang penunjang, sementara satker B banyak masuk dalam kategori lobby/fasilitas lain. Sehingga, bisa kita simpulkan bahwa satker A memanfaatkan ruangan-ruangan kantornya dengan lebih optimal dibandingkan satker B, kendati persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK pada kedua satker bernilai sama.

Persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK juga kini dikunci di angka 100 persen sebagai nilai kesesuaian tertinggi. Hal ini dikarenakan secara definisi, SBSK merupakan batas tertinggi yang menjadi pedoman perencanaan kebutuhan. Dengan kata lain, persentase kesesuaian tidak logis jika melebihi SBSK. Namun, hal ini menimbulkan kerancuan dalam penafsirannya. Sebagai contoh, satker C memiliki gedung kantor dengan luas 500 m2 dan jumlah pegawai 70 orang. Secara kasat mata dapat terlihat bahwa gedung kantor satker C sudah tidak memadai untuk digunakan oleh 70 orang pegawai karena telah melebihi kapasitasnya atau overcrowded. Ketika dilakukan perhitungan persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK, diperoleh angka 100 persen. Secara sederhana, ketika melihat nilai persentase penggunaan BMN sebesar 100 persen, kita akan menyimpulkan bahwa penggunaan BMN pada satker C telah optimal. Padahal berdasarkan penggambaran atas kondisi satker C tersebut, penggunaan BMN satker C tidak optimal karena kondisi yang overcrowded menyebabkan BMN tidak dapat difungsikan secara efektif dan efisien. Di sinilah kerancuan muncul, karena angka 100% pada persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK justru bermakna tidak/kurang optimal.

Penutup

Berdasarkan uraian dan contoh kasus di atas, dapat kita simpulkan bahwa nilai persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK hendaknya tidak dibaca secara sederhana atau as easy as 1 2 3. Ketika kita dihadapkan pada kondisi yang menuntut pengambilan keputusan dengan nilai SBSK sebagai salah satu faktor penentu dalam pengambilan keputusan, hendaknya kita berusaha menggali lebih dalam data dan perhitungan di balik angka tersebut. Hendaknya, form pendataan dan form perhitungan Microsoft excel yang digunakan untuk memperoleh persentase SBSK dapat dicermati dalam mengartikan angka persentase SBSK.

Di dalam form tersebut dapat terlihat bagaimana komposisi penggunaan ruangan atas sebuah gedung kantor, apakah lebih banyak digunakan sebagai lobby atau digunakan untuk ruang-ruang yang menunjang tusi. Sehingga, ketika kita membaca angka persentase tertentu, kita tidak serta merta menyimpulkan bahwa penggunaan BMN sudah atau belum optimal. Banyak faktor-faktor yang akan mempengaruhinya. Hal ini penting karena karakterisitik K/L yang menggunakan BMN sangat bervariasi, sehingga kebutuhan akan ruang-ruang pendukung tusi akan sangat berbeda antara K/L yang satu dan K/L yang lainnya. Sementara itu, PMK Nomor 172/PMK.06/2020 tentang SBSK BMN sejauh ini, untuk K/L yang sifatnya khusus, baru mengatur SBSK untuk BMN berupa bangunan ruang pendidikan, ruang persidangan, dan ruang tahanan. Sementara ruang-ruang khusus lainnya seperti ruang penyimpanan dokumen (di luar ruang arsip) yang mungkin sangat vital bagi K/L tertentu, belum termuat pengaturannya dalam PMK tersebut.

Di dalam form perhitungan SBSK juga sebenarnya dapat terlihat apabila penggunaan BMN telah melebihi kapasitasnya. Dalam form excel akan muncul angka negatif pada kotak isian “luas yang dapat dioptimalkan”, yang artinya BMN tersebut digunakan melebihi kapasitasnya. Sehingga, ketika persentase SBSK bernilai 100% namun dalam form excel kita menemukan angka negatif pada luas yang dapat dioptimalkan, maka dapat dipahami bahwa BMN telah digunakan melebihi kapasitasnya.

Hal-hal detail yang kita cermati pada form perhitungan tersebut akan membantu kita mendapatkan gambaran kondisi penggunaan BMN secara lebih utuh, yang tentunya akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan terkait pengelolaan BMN. Dengan kata lain, angka persentase kesesuaian penggunaan BMN dengan SBSK sebaiknya hanya digunakan sebagai informasi awal semata, yang penafsirannya harus disertai dengan mencermati formulir perhitungan SBSK.

 

 Penulis : Palupi Anggraeni, Kepala Seksi PKN KPKNL Bontang

  Disclaimer :

 Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini