Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bogor > Artikel
Menggugah Peran Perempuan dalam Pemberantasan Anti Korupsi
Andika Putra Bharata
Selasa, 19 April 2022   |   4518 kali

Identitas jender perempuan sesungguhnya sangat majemuk. Identitas tersebut dapat meliputi kelas sosial, ideologi, afiliasi politik, pendidikan, akses pada sumber daya, kepentingan, dan lain-lain. Dengan lensa ini, hubungan korupsi dan perempuan menghasilkan temuan yang mematahkan Penelitian Universitas Sussex (tanpa tahun), Dewan Eropa (2004), TI (2007), dan GTZ (2004) menunjukkan pengaruh jender pada korupsi tak universal dan tak ada hubungan kausalitas antara peningkatan partisipasi perempuan dan penurunan korupsi. Jika akses terhadap kekuasaan dibuka, belum tentu perempuan tak korupsi dan lebih tak korup. Jadi, perempuan dan laki laki sama-sama berpotensi menjadi pelaku, aktor korupsi, dan korban perilaku koruptif. Menelisik kasus pidana korupsi yang melibatkan beberapa tokoh perempuan, media telah menyajikan beragam modus korupsi yang dituduhkan. Lebih jauh bisa diketahui pemeran utama dan pemeran pembantu dari kasus yang menjerat mereka.

Masalah perempuan dan korupsi kini bukan lagi tidak ada hubungannya dengan identitas perempuan. Walau korupsi adalah semata-mata persoalan kekuasaan dan kesempatan saat melakukan, tidak bisa dipungkiri kini perempuan menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi. Peran perempuan  sebagai ibu, istri, pergaulan dalam komunitas atau rekan kerja adalah kekuatan dominan dalam hal pemberantasan korupsi. Jika dilihat dari perspektif gender dan gerakan antikorupsi, peran perempuan bukan hanya sebatas pencegahan tindakan korupsi di level mikro keluarganya, akan tetapi juga bisa berperan di komunitas dan lingkup kerjanya.  

1. Keluarga

Diantara peran perempuan yang memiliki pengaruh besar adalah menjadi pendidik dalam keluarga untuk mendorong generasi muda untuk bertindak     jujur. Perempuan juga sebagai filter itu memang bisa dilakukan. Hal tersebut dapat dimulai dengan cara yang paling sederhana seperti dengan  cara menanyakan  asal  usul  uang  yang  diberikan kepada perempuan (istri/ibu). Perempuan bisa menjadi agen untuk pencegahan sekaligus suporter bagi gerakan anti-korupsi melalui mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya dengan menanamkan nilai moral serta budaya malu  atas  kesalahan  dan  kebohongani. Peranan ini menjadi sangat penting untuk mempersiapkan generasi penerus kedepannya.

Peran sosial perempuan berpengaruh pada posisi perempuan dalam korupsi dan kampanye anti-korupsi. Dalam tataran keluarga, istri sering dijadikan rasionalisasi perbuatan korupsi. Perempuan sering dianggap sebagai pihak yang menyebabkan laki-laki melakukan korupsi atau tuntutan (ketamakan) istri adalah alasan suami melakukan korupsi. Vice Versa, istri juga dapat memberi pengaruh positif kepada pasangan dan untuk menjauhi perilaku korupsi

2. Lingkungan Kerja

Perempuan bisa mulai dengan mengkampanyekan gagasan transparansi. Gagasan tentang transparansi ini harus dikampanyekan di segala lingkup. Seringkali, pgender seseorang sebagai perempuan dijadikan objek eksploitasi dalam praktek korupsi. Selain itu, dalam kasus yang sering kali terjadi pola hidup perempuan yang dirasa konsumtif dan penuh rasa persaingan terutama untuk kalangan jetset “sosialita“ serta kalangan pekerja, agaknya pola hidup seperti harus diganti dengan pola hidup yang teratur/disiplin, sederhana dan sewajarnya.

3. Komunitas

Untuk menunjukkan eksistensinya biasanya perempuan secara aktif terlibat dalam beberapa kegiatan pada suatu komunitas tertentu sesuai  dengan minat dan keinginan yang ingin dicapai. Melalui keikutsertaanya pada kegiatan-kegiatan ini bisa pula perempuan menyelipkan pendidikan dan sosialisasi mengenai kejujuran dan memperbaiki moral. 

Salah satu contoh gerakan wanita yang secara nyata melawan korupsi adalah SPAK : “Saya   Perempuan   Anti Korupsi”. Saat ini gerakan sosial perempuan tersebut telah dilakukan para perempuan dari berbagai macam profesi (ibu  rumah  tangga, PKK, Dharma Wanita, BKOW,   organisasi perempuan dan akademisi, guru, mahasiswa, PNS, sektor swasta, partai politik, CSO/NGO, lembaga pemerintah, dsb) dan telah ada di 27 provinsi di Indonesia.

Korupsi tidak mengenal gender, itu adalah sebuah fakta. Namun, perempuan memiliki dimensi yang berbeda dalam seluruh proses tindak pidana korupsi. Saat ini identitas gender sebagai perempuan pada ruang publik sedang gencar dieksploitasi dengan sistem korup atau tudingan perempuan menjadi salah satu penyebab korupsi pada ranah domestik yang membuat kedudukan perempuan semakin terpojok. OLeh karenanya, Jadilah perempuan yang tangguh dan bermental baja, baik itu berperan umum sebagai penjaga integritas, ataupun peran khusus sebagai agen perubahan.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini