Bukan narsisme, tetapi makna self love/mencintai diri
sendiri adalah ketika kita mampu menghargai diri sendiri sehingga tidak merasa
rendah diri dan membandingkan diri dengan orang lain; mampu menerima segala
kurang lebihnya diri kita; mampu menyayangi diri sendiri dengan memberikan yang
terbaik untuk diri kita; dan mampu untuk bersimpati pada diri sendiri dengan
memaafkan dan menerima kesalahan.
Dapat dikatakan bahwa self love merupakan rasa peduli
pada diri sendiri tanpa menghilangkan kepedulian kita kepada orang lain. Kita mampu
menyayangi diri sendiri dengan tanpa menyakiti orang lain. Jadi, self love
tidaklah sama dengan selfish/egois yang hanya mementingkan diri sendiri
dan rela melakukan apa saja demi keuntungannya.
Seperti yang sering dikatakan oleh orang-orang bahwa cinta
pasti butuh pembuktian. Mungkin kita akan dengan mudah mengatakan bahwa, “saya
sudah cinta, kok dengan diri sendiri.” Namun, apakah cara kita melihat,
memikirkan, dan memperlakukan diri kita ini sudah membuktikan kalau kita memang
cinta pada diri sendiri? Bagaimana cara membuktikan rasa cinta
tersebut/menumbuhkan cinta itu?
Berikut beberapa aspek yang bisa kita jadikan refleksi apakah
kita sudah benar-benar mencintai diri sendiri.
Ada kalimat “Tak kenal, maka tak sayang.” Untuk menyayangi diri sendiri, tentu kita perlu mengetahui dan menyadari kekuatan dan kelemahan apa yang kita miliki, hal-hal apa saja yang menjadi tujuan hidup kita, ketakutan apa yang perlu kita hadapi, hingga bagaimana cara kita mengelola emosi dalam diri.
Kebutuhan di sini tak hanya sekadar kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan rohani dan mental. Hal yang dapat kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan fisik berupa olahraga agar tubuh tetap bugar, menjaga pola makan sehat, dan merawat diri.
Sementara kebutuhan rohani terkait hubungan kita dengan Tuhan, seperti beribadah. Sebagai seseorang yang beragama, tentu ini penting untuk mencapai ketenangan batin.
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan mental, kita dapat melakukan healing/refreshing. Tiap orang bisa memiliki cara berbeda untuk menyegarkan kembali pikirannya. Ada sebagian orang yang memilih untuk berpergian, dan ada juga yang lebih memilih untuk menikmati waktu sendirian.
Segala perasaan sedih, senang, marah, dan kecewa itu normal jika kita rasakan. Terimalah segala perasaan tersebut karena itu merupakan bentuk sayang juga terhadap diri sendiri. Yang perlu kita lakukan adalah mengelola perasaan tersebut dengan baik. Carilah tempat dan orang yang tepat untuk terbuka dengan segala perasaan tersebut.
Sebagai manusia, tentu adakalanya muncul pikiran-pikiran negatif. Terlebih di kalangan generasi muda yang sering overthinking dan terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi. Kita boleh saja mempersiapkan keadaan terburuk yang mungkin terjadi, tetapi jangan sampai hal tersebut membuat kita tidak fokus dengan masa kini—masa yang sedang kita jalani. Cobalah untuk menikmati proses dan momen yang ada saat ini. Syukuri hal-hal kecil apa pun itu.
Ingatlah bahwa tidak ada
manusia yang sempurna. Tidak perlu membandingkan pencapaian kita dengan orang
lain dan fokus saja pada tujuan kita. Kita juga dapat menutup telinga dengan komentar
orang lain yang tidak membangun.
Jadi, apakah kita sudah benar-benar mencintai diri sendiri?
“Anda tidak bisa benar-benar mencintai orang lain, kecuali
Anda benar-benar mencintai diri sendiri terlebih dahulu."
—Fred Rogers